RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Rabu, 07 Mei 2014

Kumpulan Sajak Topan Kejora : NOSTALGIA



NOSTALGIA

Usai gema isya, seperti biasa gelap menyergap
Desah imam dan makmum semakin murni. Betatap
Gerak, detak waktu bergemeretap. Naluri menjadi
Kunci kepekaan hati, udara perlahan namun pasti
Seperti bara api. Adakah perbedaan kota dan desa?
Mungkin hanya beda pada jumlah dan bentuknya
Yang pasti warnanya sama: Merah saga!

Dalam ketidakpastian, ku teringat hujah guru sejarah
Merangkap geografi. Pada bab revolusi dan prasejarah
Saat Belanda bertandang membawa dua sejoli di sini
Yakni wine dan rodi. Atau Jepang dengan matahari
Dan sahabatnya romusha yang kenyang menggarami
Nusantara kami. Hujah guruku yang cantik jelita
memang benar adanya.

Namun kini entah di mana dirinya berada. Masihkah ia
memakai parfum yang sama, adakah kekal berkacamata
Dan adakah sama langgam suaranya? Bijak laksana ia
Membacakan ayat-ayat penerang minda. Tentang teori
Perang gerilya iapun benar adanya. Sembunyi-sembunyi
Membunuh musuh saat sedang bermimpi. Juga anomali
Populasipun kini terbukti, saat remang dan gelap maka
Segalanya sulit terkendali. Angka kelahiran menggila
Karena banyak yang keliru menuju biliknya. Ah, nostalgia
Lindap membakar udara.

----------------------------------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat,
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.




NYIUR

Jika langit bersih
Ku pandangimu selaut kasih

Angin berebut membelaimu
Mentaripun rakus mengecupmu

“Bagaimana aku tak iri?
Semua milikmu sangat berarti!”

Tak perlu aku jelaskan
Biar fikirmu yang mengartikan

Kamilah punca masalah
Menikmatimu tiada lelah dan latah

“Kau diam, waktu mereka hantam
Hingga rahimmu di taburi garam!”

Dan jika langit bersih
Ku tak bosan menatapmu kekasih

Ini sekian kalinya aku tekankan
Kau sungguh menawan

----------------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat.
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.




THESE DAYS


Terus terang aku geli
Pada gairahmu imami kami

“Lihatlah, buruh menyalak
Petani – Nelayan merangkak!”

Kami sibuk menata hati
Kalian asyik tebar koalisi

“Wahai laksana bijak:
Tempayan kami berkerak!”

Jangan sampai kami tandingi
Koalisi boikot negara ini

Bila kami bergerak
Pasti pilu si Bung hingga serak

Tapi, setia ini harga mati
Hanya muak pada janji-janji

“O, mendung yang berarak
Basahi dada yang menggelegak”

---------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat.
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.




MELODIKU

Langgam menjentik Qalbu
Mendayu penjuru bayu
Bergetaran dedaun ikram
Menelusup di ceruk terdalam
Berperam memucuk malam
Lentik juwita idamanku

Melantak resah membatu
Dikecupnya kelopak layu
Dengan bibir merah, rekah
Dan basah. Damai terpendam
Seperti i’tikaf pada inti malam

Duhai kasih pengasih sukmaku
Hingga penghabisan lilin jiwaku:
“Tawanlah aku padamu”

----------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat
Indonesia ; 2014.




BIARLAH SUDAH


Tanpamu atau bersamamu lautku tetap biru
Tiada berbatas. Ombaknya juga tetap saja sama
Mengikis perlahan pantai dan bebatu di dadaku
Dan akhirnya lapuk menjadi kerikil di antara
Debu dan hamparan pasir. Tak perlu tabur seribu
Doa, bahkan segantang air mata jika nyatanya
Firasat telah tersirat di sebalik tatapanmu

Tak akan kujadikan kau pakaian tidurku
Dan bahkan mahar yang kupersiapkan biar saja
Berhujan - beribut kemudian lapuk. Untuk itu aku
Tak akan membanjiri bola matamu dengan air mata
Yang selalu bercucuran tiap cemas mencabikmu
Dengan katakata ladam. Moga saja sepanjang senja
Tiba dan pada malam yang menjelma kalbumu
Tentram, lain tiada

Biar aku saja yang meratapi purnama jingga
Sambil menikmati aroma tanah yang basah
Di sebalik tingkap jiwaku. Menyulam bayang kita
Yang terbuncai oleh waktu, berdarah-darah pedih
Dan bernanah. Biar aku menghiba hanya pada Dia
Hingga lelah pada tiap detak bulir-bulir tasbih
Beralas sejadah yang berlumut. Di sana jua
Aku ziarahi sajak-sajakku yang patah

Aku tak ingin kau membaca sajak kematianku
Sebab ku tahu, engkau pasti akan menari - tertawa
Selayaknya iblis di puncak kiriku. Biarlah hanya ibu
Dari puteraku yang bersemayam tenteram di sana
Yang tahu, tentang rasaku padamu. Biarlah desahku
Mengendap pada ceruk-ceruk dinding goa. Hingga
Terbentang menjadi jaring laba-laba cahaya, dan aku

Berharap seekor cethosia myrina sangkut di sana

--------------------------------------
Catatan:
*Cethosia myrina : Spesies kupu-kupu langka, disebut juga kupu-kupu Bidadari atau Kupu-kupu Sayap Renda.
------------------------------------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat,
Indonesia ; 2014.





TANAK LADE


Dia dare penabur budi
Merambat di puncak bumi

Didewasakan sunyi
Kasihnya penuh ikatan hati

“Ia hayati raga insani
Ikhlas memberi tiada henti”

Seperti hela nafas puisi
Difahaminya luka dan nyeri

Dia dare penabur budi
Hitamputih yang mengasihi

Rebah pada kayu besi
Kukuh menjaga harga diri

“Kehangatan tiada terperi, tetapi
Dia bukan api”

---------------------------------------
Catatan:
*Lade: Lada ; merica.
--------------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat,
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.





DEMI MASA


Detik berlalu; mimpi berpacu
Manusia berguru pada waktu

Pada nisan itu:
Detak nafaspun membatu

-------------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat.
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.




NAHKODA

aku akan memahami segala tanda-tanda
memastikan ada ruang untukmu rebah
atau sekedar berkejuran pada bahtera
milik kita. demi keselamatan di jelajah
arus pasang-surut nan fana
bukankah sejatinya kita adalah musafir
pada kesementaraan waktu hingga usia
beringsut tuk jawab Munkar-Nakir
perihal titah purba sebab akibat semesta
bersama makna terpendam di dasar fikir
kau tahu, kekasih, amanahku bertambah
saat ku sunting engkau dengan Basmalah
keras hatiku membawamu ikut berlabuh
sejahtera di syurga. nawaituku bergemuruh
khusyuk, eratkan genggaman, kita melangkah

---------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat
Indonesia ; 2014.
— di Kota Singkawang.



PETUAH

Ini kali aku datangi
Tatapan layu, gelap dan sunyi

Sini aku bisiki
Rahasia menimang matahari

“Lihatlah segala sisi
Rebahkan dengan nurani”

Pandangi sedekat diri
Dengan jangkauan mata hati

Dondangkan melodi sufi
Lelapkan sepi

Fahami, pusaka sakti
Padu– padankan bersama nadi

“Masihkah kau sangsi, sunyi?
Ini secuil rahasia Illahi Robbi”

----------------------------------------
TopanWahyudi Asri,
Sijangkung– Kalimantan Barat,
Indonesia;2014.





BUKAN SAJAK NAKAL


Saat dingin begini selalu saja gemuruh rasaku
Inginkanmu. Menikmati empuk tubuh yang rekah
Dan hangat berbalut bayang-bayang samar putih
Nan harum. Di ranjang nan luas, rerintihku pecah
Oleh lapar yang membuncah. Raga terpasung letih
Berburu mimpi dan serba sendiri sejak renyah
Tawa dan gemulai bidadari lama membatu

Betapa aku mengidamkan kehangatan hadir
Pada detik ini. Demi damaikan genderang berperam
Seperti orkestra keroncong. Cukup secangkir kopi hitam
Pekat nan harum. Sambil jari-jemariku menggenggam
Tubuhmu kemudian satukan kehangatan kalian. Di dalam
Gemeletuk hasratku. Andai saja secangkir kopi hitam
Itu di depan mata. Dan ubi rebus itupun sama, geram
Pastinya hasratku menerkam

Saat dingin begini selalu saja mengusik. Angin
Bagai ribuan jarum. Sedang aku kaku menahan ingin

-----------------------------------------------------
TopanWahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat,
Indonesia ; 2014.





KEPADA MATA AIR


Demi air susu yang kini mengalir di tubuh dan menjadi merah
Maka izinkalah aku menerjemahkan tiap bulir peluh dan air mata
Pada talian sejarah itu. Aku pahami ini kali dengan suluh cahaya
Matahati lelaki, tak mungkin sesempurna keagungan purnama
Dalam memahami tiap detik pertaruhanmu

Demi air susu yang kini selalu saja kusebut lebih dahulu serta sejak
Kali pertama tangisku pecah di udara yang terasa asing dan sesak
Lalu damailah jua di pekat kasih dan doa. Sedang engkau terhenyak
Dan lemas terkulai, namun tetap saja ikhlas berbagi sisa tenaga
Serta sari cinta. Bahagiamu membius sejuta luka dalam puji syukur
Yang tiada batas dan penghujung
Hingga langit terbelah
Hingga kering laut dan jeritan
Hingga sejarah di titik penghabisan
Hingga rembulan – gemintang berpulang
Kepada mata air,
Demi air susu yang kini membuatku mampu mengenali mimpi
Dan tegar tersengat matahari, maka biarkanlah pelupuk ini
Digenangi embun tiap kupersembahkan sajian doa, menjangkau
Waktu yang lepas dan menjahit bayangmu pada kesendirian syahdu
Memungut kata-kataku yang nyata tak pernah ampuh
Juga lagu-laguku yang tak selalunya merdu
Tapi telah ku kumandangkan
Tapi terlanjur ia berterbangan
Tapi tergilas jua di peruntungan
Tapi terkandas pula di kesunyian
Tapi engkau selalu dapat membaca isyaratku

Kepada mata air,
Demi air susu dan namamu yang selalu kusebut di sejadah
Waktu, izinkan aku tumpahkan lagi air mata lelah, lalu merebah
Sekejap saja, kemudian menghisap kekuatan yang Tuhan letakkan
Bersama damai di pangkuanmu. Sebab hanya engkaulah yang tahu
Dan mau tahu, ibu?

***
Topan Wahyudi Asri,
Sijangkung – Kalimantan Barat,
Indonesia ; 2014.

2 komentar: