RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 16 Juni 2016

Kumpulan Puisi Qee Shaqayeq - KIRIMAN MASA LALU


*Kiriman Masa Lalu*

Pada sebatang hari yang menuju senja
terbuka sebuah lembaran-lembaran usang
Yang menyimpan kisah yang pernah memenuhi bilahan hari
Segala hal yang nampak indah
atau hanya di indahkan saja...

Angin lembut memulai cerita
Matari berbinar di pipi senja
Mulai menguak satu demi satu
rona kepalsuan yang pernah kau indahkan
lalu aku, hanya tersenyum mendengarkan...

Apatah lagi yang harus kulakukan?

Sungguh, benarlah sebuah pernyataan
Kepalsuan kan digilas waktu dan waktu akan mengungkapkan segalanya dengan terang.
Seterang matari yang berbinar di pipi Senja.

_Shaqayeq, 8 Juni 2016_





πŸ’₯ Namaku "Tatte" πŸ’₯
✍ ShaqaYeq


Namaku Tatte. Hidup di sebuah kota bernama Bone, Sulawesi Selatan. Sebuah kota yang dikenal dengan sebuah kota "Pangadereng" alias kota "Beradat" yang dalam pemaknaannya adalah menjunjung tinggi kehormatan dan adab. Ya kesopanan dan nilai-nilai kemanusiaan yang lain.
Meskipun kini, kata itu hanyalah menjadi sebuah simbol dan tak lagi mempunyai makna kecuali pada segelintir orang. Zaman... begitu cepat bergulir dan merubah segala hal dengan mudahnya.
Namaku Tatte. Aku lebih banyak tak mengerti. Zaman memang berubah. Tapi tak ada yang berubah dariku kecuali hanyalah usia yang semakin bertambah. Usiaku mungkin 35 kini. Aku pun sudah tak terlalu mengingatnya.
Namaku Tatte. Aku bahkan tak mengerti arti namaku. Entah apa maksud orangtuaku memberi nama itu. Namun aku bersyukur, aku masih punya nama. Dan orang-orang bisa memanggilku dengan nama "Tatte".
Namaku Tatte. Kau bisa menemukanku di persimpangan-persimpangan lampu merah. Dengan dandanan yang kurasa membuatku lebih menarik, aku tak tahu bagaimana kalian melihatku. Aku hanya ingin tampil menarik disaat kalian memberiku kepingan logam atau lembaran-lembaran ribuan di wadah-wadah yang telah kusiapkan ditanganku yang tak sempurna.
Dengan menjual suaraku bukan diriku. Maaf, jika tak sengaja ku menabrakmu. Ya, penglihatanku pun tak sempurna.
Ya. Namaku Tatte. Seorang pengamen. Yang lebih akrab dengan rasa lapar dan haus. Lebih akrab dengan debu-debu jalanan, lebih akrab dengan caci maki, lebih akrab dengan cibiran-cibiran, lebih akrab dengan nada-nada merendahkan, lebih akrab dengan tampikan bahkan.
Sekolah? Jangan tanyakan hal itu. Bermimpi sekolah pun aku tak berani. Tapi kini aku mendengar, pendidikan sudah tak punya arah. Sekolah tak lagi menjadi tempat orang-orang beradab. Guru-guru tak lagi dihormati. Haruskah aku bersyukur karena tak pernah sekolah? Mungkin.
Namaku Tatte. Yang ku tahu hanyalah aku harus mengamen. Mencari sumber penghidupan. Mengumpulkan rupiah untuk makan. Begitulah kata orangtuaku. Aku harus bekerja.
Namaku Tatte. Aku bahkan tak tahu apa yang telah terjadi padaku. Aku merasakan sakit yang luar biasa. Mungkin ini yang disebut sekarat. Tp aku hanya bisa pasrah. Mengharap kasih Tuhan segera menggapaiku. Tak ada yang peduli padaku kecuali Tuhan bukan?
Tak ada mata yang ingin melihatku. Melihatku? Ah, itu lagi-lagi hanya sekedar mimpiku. Melirikku saja mereka enggan. Mereka lebih peduli pada diri mereka masing-masing. Semua orang telah menjadi individualis. Seolah kehidupan ini hanya mereka jalani sendiri saja tanpa orang lain.
Tapi aku bisa apa? Berontak? Siapa yang akan mendengar kecuali Tuhan Yang Esa yang kusebut Allah? Pemberontakanku takkan mampu menahan laju semua itu. Semua tetap pada kondisi semula. Individualis, hedonis. Lalu aku? Hanya mereka anggap parasit yang mereka anggap layak untuk dibuang.
Maka aku memilih tetap berdiri tegak, melantunkan satu dua lagu dilampu merah. Menyodorkan kantung bekas bungkus permen atau aqua gelas, kesetiap pengendara yang sedang menunggu nyala lampu hijau.
Namaku Tatte. Aku masih merasakan kesakitan itu saat mereka datang. Sekelompok anak muda yang entah siapa dan darimana. Mereka datang menghampiriku. Memanusiakanku. Setelah ku berfikir bahwa tak ada lagi manusia yang berjiwa manusia. Tak sepenuhnya benar. Anak-anak muda itu datang. Memberiku makan. Memberiku pakaian. Membalut luka-lukaku. Didunia ini masih ada kepingan hati nurani yang tersisa dibalik dada anak-anak muda itu.
Namaku Tatte. Anak-anak muda itu telah mengakrabi namaku. Anak-anak muda pecinta buku. Tapi yang ku tahu saat ini, Mereka tak hanya mencintai buku. Tapi juga mencintai kemanusiaan yang telah lama hilang dari sekelilingku. Kemanusiaan yang hampir memudar dibumi.
Mereka memberiku tempat tinggal berukuran 1x1 m. Aku mensyukuri itu. Sebab aku tidak lagi kepanasan dan kehujanan di trotoar-trotoar jalan. Tempatku beristirahat selama ini.
Namaku Tatte. Anak-anak muda itu telah mengakrabi namaku juga aku. Mereka senang mengunjungiku. Bahkan membawaku jalan-jalan mengelilingi kota dengan becak. Hal yang
juga tak pernah ku impikan sebelumnya. Aku tak pernah berani bermimpi. Begitulah, Anak-anak muda itu ingin menghiburku. Seolah ingin bersamaku melawan dunia yang bengis terhadap orang-orang miskin dan terlantar sepertiku. Terima kasih anak-anak muda.
Namaku Tatte. Anak-anak muda itu telah mengakrabi namaku. Membuat sesuatu dengan namaku. Sebuah tulisan "Gerakan Peduli Tatte". Rupanya mereka tengah berusaha mengetuk nurani-nurani yang membeku itu. Nurani yang bahkan nyaris mati.
Aku mendengar mereka berbicara. Seharusnya aku dipelihara oleh negara.
Negara? Aku bahkan telah benar-benar lupa jika aku punya negara. Siapa yang sudi memberi tahuku apa nama negaraku ini? Atau biarkan saja aku tak mengetahuinya sama sekali.
Namaku Tatte. Jangan tanyakan namaku pada budak-budak demokrasi yang lebih suka tidur diruang rapat. Mereka tak kenal aku. Mereka hanya peduli dengan perut mereka sendiri.
Namaku Tatte. Dan inilah aku.
※ The end ※

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Catatan Penulis :
Tatte. Sejak kecil adalah seorang pengamen. Hingga sekarang. Teman-teman dari penulis menemukannya dijalanan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Tangan luka sampe menembus tulang, kulit terbakar oleh sengatan matahari.rambut acak-acakan dengan permen yang menempel.
‪#‎Teringat‬ sebuah pasal dari UUD, Pasal 34 ayat 1 berbunyi tentang : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Ah, apa gunanya Undang-undang itu? Jika masih banyak Tatte diluaran sana.
Sekarang masihkah berfikir bahwa Pancasila dan UUD itu telah cukup bagi indonesia?
Jika kau jawab Ya, tentu tak akan pernah bisa kutulis tentang ini sebab takkan pernah kami temui seseorang yang bernama Tatte di lampu merah dengan kondisi yang mengenaskan.
#Teringat percakapan dengan seorang ummahat di bumi khilafah.
Penulis : Bagaimana kondisi disana um?
Ummahat: Bom-bom terus mengintai kami... berjatuhan dari atas kepala kami. Kami tak bisa keluar dari rumah.
Penulis: Hasbunalloh wani'mal wakil. Bagaimana dengan keperluan-keperluan antunna?
Ummahat: Petugas yang telah ditugaskan oleh kholifah yang akan datang menemui kami, menanyakan keperluan kami dan membelanjakan kami.
Maa syaa Allah. Lihatlah perbedaan yang sangat jelas. Ketika sebuah negara diatur oleh sistem Islam. Kekhilafahan. Dan negara yang diatur dengan sistem kufur bernama demokrasi.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Daulatul Islam... Baaqiyaah...!!!!!
Channel MutiaraAhluTauhid2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar