Sabtu, 10 Februari 2018
Kumpulan Puisi Alex Wahyu - RINDU ALLAH, RINDU RASULULLAH
"Rindu Allah, rindu Rasulullah"
Ya Rasulullah
Namamu selalu teringat
Bersholawat serta mengucapkan salam
Hangatnya cintamu
Dalamnya rindumu
Tak mampu membendung air mata kesedihan
Yang ingin berjumpa serta mencium keningmu
Menggenggam tanganmu dan memeluk tubuhmu
Ya Rasulullah
Berdampingan denganmu
Berjalan bersamamu
Teriknya mentari terselimuti awan
Indahnya rembulan di temani bintang-bintang
Cahaya nun terang dari matamu
Berbias akan senja mendengar suaramu
Ya Rasulullah
Pilu jika tak berjumpa denganmu
Tak bercakap denganmu
Serta tak melihat punggungmu
Dalam Sholat bacaan lembut darimu
Kekhusyukkan ibadah guna Ruku dan Sujud di hadapan Allah Tabaraka wa Ta'ala
Kekasih Rabbul'alamin
Panutan sekalian umat
Ya Rasulullah
Pengorbanan serta perjuangan
Barisan pertama dengan sebilah pedang
Beberapa busur panah
Baju besi dan ikatan kepala
Benteng untukmu yang memerangi kebhatilan
Ya Rasulullah
Engkau yang berlari
Sujud di hadapan Rabbul'alamin
Syafaatmu teruntuk umatmu
Di telaga engkau menanti
Berlinang air mata berupaya menyelamatkan
Ya Rasulullah
Pintu surga terbuka
Memasukinya, puncak dari segala kenikmatan
Bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin
Menatap keindahan yang tiada tara
Tatkala hijab perlahan mulai tersingkap
Di waktu pagi dan petang
menatap wajah Rabbul'alamin
Allah 'Azza wa Jalla
Allah Tabaraka wa Ta'ala.
~Alek Wahyu Nurbista Lukmana~
"Kota tua di balik lorong nun gelap"
"Catatan kecil si penyair"
Dinginnya sakura tak berbias dengan indahnya senja
Tenggelam di seberang ufuk yang raganya telah menghilang
Aku yang hanya sebatas rupa, tak menawan dan tak pula rupawan
Tiada kekayaan yang aku miliki
Melainkan beberapa kurma dengan segelas susu
Yang berjalan di antara keramaian
Berlumuran keringat bercucuran dahaga
Seteguk air di tengah kota
Perbatasan antara desa dengan kampung halaman
Ramainya para pejalan kaki
Riaknya suara para musafir
Yang luluh termakan usia
Yang lantang mengulurkan kebaikan
Aku yang terdiam di seberang jalan
Sejenak lupa perihal cinta
Pilu di masa lalu yang meruntuhkan suara
Saat malam, penjuru langit berucap hal yang sama
"Demikianlah jalan yang engkau hadapi dalam pahitnya dunia"
Aku terdiam,
Memandangi sebuah lorong di seberang jalan
Langkah pelan dengan berbagai pertanyaan
Menyusuri setiap rambu lalu lintas yang ada
Melewati barisan toko penyedia makanan
Discotic hingga club malam
Para wanita yang berdiri dengan bedak dan bibir kemerahan
Mencari pelanggan si pria hidung belang
Melirik dengan nafsu menjual keperawanan
Uforia sosialita, yang katanya menjamin kehidupan
Aku mendengar, tak sengaja percakapan antara si pria hidung belang dengan wanita muda yang bibirnya kemerahan
"Satu juta semalam om" katanya
Menggoyangkan pinggul dengan rok mini yang mengkilap
Membuka pintu mobil, menjulurkan paha
Bergegas pergi, melayani tamu demi seikat kertas bergambar
Jam satu malam, di pinggiran kota tua
Dalam benakku timbul pertanyaan
"Apakah dengan satu juta mampu membeli dunia?" sedangkan Akhirat jauh lebih mulia
Aku tak mengerti dan melanjutkan langkah pelan dengan rasa penasaran yang teramat besar
Sedikit demi sedikit tampak sebuah lorong nun gelap
Sedikit cahaya untuk keberadaan
Papan pengumuman dengan bunga yang bermekaran
Aroma wangi semerbak mengacaukan ingatan
"Apa ini? tempat apakah ini?"
Begitu banyak orang tua yang membawa anak-anaknya berkunjung kemari
Tak ketinggalan pula sepasang kekasih yang telah berusia renta
"Tempat apa ini? apa yang menarik dari ujung lorong yang gelap ini?
Aku tak ingin bertanya
Tak ingin pula membuat keributan
Lorong ini akan aku telusuri hingga batas persinggahan
Jangan berfikir dan tatap kedepan
Semoga saja ada kebaikan disana
Tempat dimana tiada kejahatan
Senyum sapa dan hangatnya malam
Udara segar tanpa asap kendaraan
Tanpa musik yang mengalun
Tanpa iringan alkohol
Tanpa pelacur dan tanpa mata liar para pecandu maksiat
Yah, mungkin sedikit lagi
Jalan setapak dengan jembatang kecil
Sedikit mendaki dengan Bertakbir "Allahu Akbar"
Sedikit menurun dengan Bertasbih "Subhanallah"
Dzikir selalu terucap, membasahi bibir menenangkan hati
Mengulang hafalan Ar-Rahman dan Al-Waqi'ah
Senantiasa berharap keridhoan Sang Pencipta
Yang telah menyediakan segala kebutuhan hamba-hambaNya
Tanpa kekurangan dan tanpa kesusahan
Malam ini di kota tua, menuju sebuah tempat di balik lorong nun gelap
Tak terasa lima belas menit aku melangkah
Bersama orang tua serta sepasang kekasih berusia renta
"Dimanakah ujungnya?"
Aku bertanya dengan tetap memandang kedapan
Namun, tiada kecemasan, bahkan pertanyaan dari mereka yang juga ingin menuju tempat di balik lorong nun gelap ini
Mereka hanya tersenyum riang dan bergembira
Ketenangan yang begitu bersahaja
Dan kesabaran yang tiada batas
Semakin lama aku melangkah
Aku menemukan setitik cahaya
Terang namun tak menyilaukan
Aku mendekatinya, mendatanginya dengan tergesa-gesa
Nafas yang terengah-engah
Kudapati suara yang penuh kebahagian
Hingga di ujung lorong yang awalnya gelap
Seketika berubah menjadi sebuah taman yang begitu indah
Berkebun bunga dengan lampu petunjuk arah
Pepohonan nun rimbun dengan tempat peristirahatan
Udara yang segar, hembusan angin yang begitu tenang
Aku terjatuh dan memejamkan mataku rapat-rapat
Aku merasakan kedamaian tanpa adanya pertentangan
Rumput jepang yang khas memanjakan tubuhku
Aroma kopi torabika menjamuku untuk kesekian kalinya
Subhanallah
Tiada kata yang mampu aku ucapkan
Aku tenggelam di balik indahnya dunia
Tempat yang di penuhi dengan senyuman
Mengucap salam dan saling berjabat tangan
Saling memberi dan menebar kebaikan
Lantunan Ar-Rahman dan Al-Waqi'ah
Al-Ikhlas hingga berkumandangnya Adzan
Bertakbir, mengerjakan Sholat,
Kewajiban seorang hamba akan Penciptanya.
Padang 26 Januari 2018
~Alek Wahyu Nurbista Lukmana~
"Catatan kecil si penyair"
"Kota tua di balik lorong nun gelap."
"Surat kecil darimu, pesan untukku yang menantikan hadirmu"
Aku pernah membaca surat darimu, tatkala engkau ingin menyampaikan niat sederhanamu, aku memperhatikannya dan sedikit risih karenanya, pada waktu itu yang ada di dalam benakku ialah engkau seorang penyair yang hanya mempermainkan sebuah rasa dan aku tak begitu mempercayainya, awal pembuka surat yang penuh santun, namun aku sedikit risih tatkala sampai pada kalimat.
"ILOVEYOU"
Aku bertanya-tanya, apa maksudnya ini, engkau begitu mudahnya menuliskan kata cinta tersebut, keraguanku memuncak, sesaat aku melempar suratmu dan tak memperdulikannya hingga engkaupun menghilang tanpa jejak tanpa memberi salam.
"Inilah yang terbaik, dan benar ia hanya sekedar mempermainkan hati"
Aku tak perduli hingga tak sengaja statusmu terpampang di jendela Facebookku.
"Pahamilah kata-kataku, sebab aku tak ingin yang engkau pun diriku hanyalah sebatas ilusi, angan yang tanpa kebaikan serta keinginan yang tanpa kemuliaan"
Aku teediam, memandanginya lagi dan lagi, membacanya setiap kali, menyimpannya pada catatan kecil di layar ponselku.
"Kepada siapa? untuk apa ia menuliskan itu? untuk wanita lain yang hanya akan ia permainkan lagi? ataukah pesan yang ia tujukan untukku?"
Aku mencari bekas surat yang ia kirimkan dahulu, jujur, suratnya tak aku baca hingga selesai, karena keganjilan kata di pertengahan aku pun menjdi jijik, namun aku telusuri lagi lebih dalam hingga akhir surat, kata penutup, sebuah puisi yang membuat aku tersentuh, ia menyelipkan pesan keindahan pada akhir penutup, sebuah puisi yang menjadi haru bagiku, hingga bersabar akan kedatangannya.
"Izinkan aku menjagamu dalam doa, bersamamu menuju Surga"
Aku menyukaimu tatkala engkau tiada menyadarinya
Aku menyukaimu tatkala engkau tiada mengetahuinya
Dalam diam yang membekas
Pada diam yang memelas
Rukukku dengan mereka yang Ruku'
Sujudku bersama mereka yang Sujud
Kedalaman rasa nun menumpuk
Tenggelamnya cinta yang terpupuk
Keindahan di balik hijabmu
Kemualian di balik senyummu
Aku ingin memeluk dan bersandar pada bahumu
Melepas penat dari riangnya dunia
Menyelam hingga ke dasar guna menjemputmu
Perhiasan dunia, pemimpin para bidadari di surga.
"Izinkan aku menjagamu di dalam Do'a, atas Ridho Allah 'Azza wa Jalla"
Aku tak ingin melukis perihal dirimu tak jua membentuk rupa hingga engkau dapat kulihat, tak ingin sebagai pemandangan semu yang hanya tertuang di atas kanfas hingga di nikmati oleh ribuan mata yang mengagumi
Aku tak ingin, cukuplah keindahan itu tersimpan rapi di balik hijab yang menutupi seluruh tubuhmu, biarlah terpancar akan keindahan penghuni surga, membasahi wajah yang terang akan wudhu, bersinar disaat sujud, yang mulia dengan keinginan, dariku yang menyelam hingga ke dasar lautan, menyentuh karang guna membelai permata, saat teduh menyapa, udara sejuk berbicara. Untukmu hingga akhir perjuanganku, dan untukmu penyempurna separuh dari agamaku.
Engkau yang tersimpan rapi, meski gelap, cahayamu tak pernah redup, berkilau yang jika di lihat dapat meredam kebaikan, yang jika di sentuh dapat menikam keburukan, pada akhirnya larut dalam imajinasi yang terpenjara oleh hasrat serta keinginan. Tetaplah disana, sendiri pada kemuliaan, hingga seorang penyelam datang guna mengikatmu dalam peluknya, tujuan hidup akan bekal menuju kampung Akhirat.
Engkau tak perlu mengeluh, janganlah menangis dan tak jua berkecil hati, aku tidak kemana-kemana, tak pergi ataupun menghilang, hanya saja yang aku lakukan hayalah sedikit beranjak guna ingin memuliakan, sabarlah, karena cinta dengan diam itu sangat mengasyikan, yang saling menjaga di dalam doa.
Aku ingin ke surga bersamamu
Berjalan dan menikmati pemandangan yang sama sekali belum pernah di nikmati
Sungai-sungai nun mengalir deras
Istana-istana megah belapis emas dan mutiara
Mengunjungi tetangga yang akhlaknya begitu mulia
Tanpa tertidur dan tanpa mengalami kematian
Aku ingin ke surga bersamamu
Menggenggam tanganmu, bercengkrama dan saling bertatapan
Melepas rindu, mencurahkan seluruh cinta serta kasih sayang
Dari pagi hingga petang
Hijab yang tersingkap
Cahaya yang teramat indah
Memandang wajah Sang Pencipta
Aku ingin ke surga bersamamu
Beramal shaleh, bekal untuk pulang
Aku ingin ke surga bersamamu
Membimbing engkau serta para bocah yang di titipkan kepada kita
Aku ingin ke surga bersamamu
Yang menjadi penyempurna dari separuh agamaku
Aku ingin ke surga bersamamu
Duhai engkau kemuliaan dunia
Dan aku ingin ke surga bersamamu
Duhai engkau pemimpin para bidadari surga.
~Alek Wahyu~
Sekarang, berikan aku jawaban atas pertanyaanku, kenapa engkau menulisnya tanpa menggunakn spasi?
"Kekasih, aku akan menjawabnya, namun sebelum itu, izinkan aku untuk untuk membacakan satu puisi singkat i
untukmu"
Apa itu? aku menantikannya kekasih.
"Dengarkanlah ini"
"Perihal rindu, cinta serta kasih sayang"
Engkau tak perlu merasa takut, perihal rindu yang senantiasa mengambang di udara, cukup diam dan ucapkanlah, karena langit akan mendengarmu, keluh kesah hingga kebahagiaan, libatkanlah hal yang baik dalam hidupmu, hapuslah seluruh keburukan yang tampak di depan matamu, karena aku menantimu bersama doa, di kedalaman jiwa, muara hati nun terjaga.
Perihal cinta, tak perlu engkau merasa risau karenanya. Peecayalah, kecewa tak akan berbuntut pada kesakitan, hingga engkau mengetahui bahwasanya akan ada masa dimana jarak tak lagi mampu untuk memisahkan dua hati yang telah di satukan. Pada takdir, di balik hijab yang melindungi engkau pun diriku dari angan perihal dunia yang penuh dengan tipu daya perhiasan nun menyilaukan.
Sedangkan kasih sayang, resapilah ia bersama angan yang menghantarkanmu pada titik sebelah kanan, sebuah gerbang dengan kunci yang bergelantungan. Ambilah, sirami dengan sedikit lambaian, pertanda darimu untukku, kemudian masuklah secara perlahan, ikuti petunjuk yang telah engkau dapatkan, jawaban atas permintaanmu untuk melangkah, menuju batas pengabdian dimana rasa akan di persatukan, membentuk ikatan, jalan indah menuju Surga."
Aku tak merasakan takut, tak pula merasakan risau, karena engkau telah menjadi milikku, memimpinku serta menjadi imamku untuk bersama menuju ke kampung halam surga. Sekarang kekasih jawablah pertanyaanku. Kenapa engkau menulis tanpa menggunakan spasi?
"ILOVEYOU"
Pernyataan yang sempat membuatmu jijik padaku, aku akan menjawabnya,
"Kenapa aku menulis tanpa ada spasi?. Karena aku tak ingin ada orang lain yang mendambakan rasa itu terhadapmu, dengan adanya spasi berarti adanya sedikit jarak, adanya sedikit jarak tentu adanya sedikit ruang dan aku tak ingin memberi jarak ataupun ruang untuk orang lain masuk dan mendambakan rasa itu terhadapmu"
Memang itu merupakan kesalahanku dimana aku mendahulukan egoku, tapi kasih, inginku itulah yang membuatku menghilang untuk sesaat, karena aku ingin memuliakanmu untuk menjadi pendampingku, aku menghilang guna menyerahkan keputusan kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala dalam diam yang beribadah untuk mencari Ridho Allah 'Azza wa Jalla, untuk aku kembali mengetuk pintu rumahmu, menyampaikan niat untukku memuliakanmu, untukku yang ingin kembali ke kampung halaman Surga bersama dirimu kekasih.
Suasana sedikit hening, dengan senyum cerah dalam pelukan, ia berucap.
"Kekasih, sekarang aku wanitamu, bimbinglah aku untuk selalu mentauhidkan Allah Tabaraka wa Ta'ala, bantulah aku untuk senantiasa tergar diatas Sunnah Rasulullah, karena engkau imamku, jalanku untuk kembali ke kampung halaman Surga, yang bersamamu di dalamnya dengan kenikmatan tiada tara, setiap pagi dan petang, di saat hijab tersingkap, pemandangan indah yang belum pernah di lihat, kenikmatan terbesar para penduduk Surga, bersamamu yang di sampingku.
"Memandangi wajah Allah 'Azza wa Jalla"
~Alek Wahyu Nurbista Lukmana~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar