RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Rabu, 29 September 2021

SECANGKIR KOPI UNTUK NEGERIKU – Romy Sastra



secangkir kopi untuk negeriku
POLITIK HOMO HOMINI LUPUS
Romy Sastra


1500 tahun berlalu, Plautus yang pertama kali mengisyaratkan istilah homo homini lupus pada gejolak nafsu di diri manusia.

Hingga di abad 15-16 filsuf Inggris Thomas Hobbes mempepulerkan istilah Plautus homo homini lupus ke dalam konsep pemikirannya pada masa penyiksaan di penjara.
Mengecam kekejaman kolonialis di dunia pada waktu itu.

Mesin politik di negeri ini tak ubahnya seperti zaman kolonial, tapi kini sudah menjadi kolonial yang moderat, kolonialnya adalah anak bangsa sendiri. Pertikaian politik itu digarami seribu satu hoax. Ironis, manisnya segelas madu dari pemikiran pengamat atas nama kebenaran ditumpahkan di taplak meja, hanya jadi pepesan kosong belaka dan tokoh-tokoh bermuka dua itu benar-benar menjilat lantai meminta jatah delik membela hak, ternyata memancing sengketa. Perang dalil-dalil di muka kamera seperti punggawa berhati suci di mata raja mencari pujian padahal tercela. Ia adalah politik dari keegoan manusia, pelakunya putra-putri bangsa sendiri terhadap sesamanya. Ternyata tak sadar diri, langkah kemajuan negeri dijegal oleh proxy luar memancing war di ranah teknologi dan di dada generasi yang tak tahu diri. Sejatinya mereka adalah bersaudara, tapi kenapa tak memahami fitrah insani, tak mau bersatu menikam kawan sendiri. Untuk apa manusia itu diciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini? Fitrah hatinya tertutup dungu, hingga melanggar tatanan yang ada dalam akidah. Di dadamu telah dituntun jalan menuju Tuhan, kenapa tak diyakini? Mereka kental beriman bak cerdik pandai tapi, kenyataannya fasik dengan warna duniawi.

Bertanya pada ulama, bagaimana umat kini ya, ulama? Umat seakan kehilangan arah tauhid. Sedangkan dada umat terkontaminasi virus kebodohan hingga menutupi nurani, sebagian umat dan ulama telah bertauhid pada dunia, karena dengan uang dunia itu indah dalam pikirannya. Ulama menyampaikan satu dalil dalam jawaban tapi tak berhikmah.

Wahai pemimpin politik, di otakmu banyak sekali serangga. Padahal kau berniat mendirikan istana dan takhtamu menjadi indah kau terlena. Tuan, akan dibawa ke mana arah politik ini? Kami seperti pion yang ditunggangi. Doktrinmu penipu dan semu, sangat gelap lajunya, tak 'ku mengerti ujung-ujungnya kami dikhianati, di belakang layar kau bernyanyi minta belas kasihan jabatan. Gak ditunaikan dendam abadi menjadi tirani. Kini skenario covid 19 tak kunjung usai, siapa yang benar dan culas di pementasan global ini? Tunggu sansai berikutnya akan membantai umat dan generasi di kancah armagedon.

Aahhh ....
Negeri ini di tengah pentas politik demokrasi, vigur-vigur yang mengatas-namakan kepentingan rakyat, kau bagaikan pahlawan di siang bolong. Setelah kau berjaya berjalan di jalur karpet merah, dan telah dimakan sumpah di atas ikrar kitab suci, hidup kami kau hinakan, dengan berbagai polemik dan delik bangsa kau keluhkan, ujung-ujungnya kau korupsi. Bung!! Negeri ini bangkrut sudah seringkali terjadi inflasi, kau saling tuding sambil berlari tinggalkan jejak di balik terali, kau cuma mengontrak terali tiga puluh hari, dan kau kembali ke pentas demokrasi berorasi seperti tak punya harga diri.

Wahai para pelaku politik, doktrinmu yang menjanjikan kemakmuran bangsa. Ternyata solusimu adalah hutang dan nambah hutang membuat para yang kepayang senang. Kau bak ksatria memimpin pertempuran di medan laga, setelah perjuangan itu kau menangkan dengan peluru-peluru dari kami di bilik demokrasi kau lupa rakyatmu. Ahh, pertarungan hitam dan putih jadi bedebah ....

Politik ibarat kuda berlari dengan joki-joki di tengah padang siang dan malam, menerobos kabut berpacu mengejar final kemenangan.
Politiknya seperti homo homini lupus menerkam kawan dan lawan, persahabatanmu tidak ada yang abadi, kesepakatanmu adalah semu, kau berjubah kamuflase menggenggam jalinan sesama kawan bersatu setujuan,
mengiringi negeri ini mencapai kemakmuran, nyatanya di tengah jalan, sayangnya kau menikam.

Di mana homo homini sociolity fitrah insani itu? Kau kebiri sendiri.
Sifat dan karakter berbangsamu seperti benalu, ilalang yang tumbuh kian membingungkan. Sebab seperti jerami, tak lagi bisa membedakan hak dan hoax, hipokrit diri dipertontonkan di pentas publik.
Di mana nurani?

Opera politikmu seperti bermain petak umpet di tengah padang, rumput-rumput di jalanan kau bawa bergoyang, kau pupuk dengan janji-janji harapan manis setelah bertakhta ia dilupakan begitu saja, lamis.
Rumput ilalang yang malang itu akhirnya ditinggal dalam kegersangan. Walau dimarjinalkan di tengah jalan, ia tetap bertahan hidup di lapangan.

Dunia dan negeri ini menunggu bellum omnium contra omnes, akan kau biarkan perang pecah bak bom waktu di tengah jalan.
Negeri ini luluh lantak tak karuan, kelompok-kelompok yang merasa dari pasukan langit berjubah kebesaran berdelik kebenaran berkicau di atas podium menebar ujaran kebencian, berujung radikalisme, berdalil jihad, padahal jahat. Jahat berkonfrontasi sesama jahat adalah keparat!!!

Kau libatkan rakyat (umat) untuk berkonfrontasi memusuhi saudaranya sendiri. Hingga perang saudara akan pecah nanti,
dengan sengaja kau ajak manusia ini membunuh sesamanya. Akibatnya, manusia itu akan berkepala serigala semuanya.

Sederhana bagiku, dengan secangkir kopi pahit pagiku. Untuk memadamkan istilah Plautus dan Thomas Hobbes itu. Kembalilah kepada fitrah dan sunnah! Bahwa, manusia adalah khalifah di muka bumi ini penyeimbang kehidupan estafet rahmatan lilalamin, dan hidup di dunia ini sementara, yang abadi di sana, amanahlah wahai yang diberikan amanah.

Ingat ...!
Bahwa kursi empuk di takhtamu adalah ranjau, janganlah silau.
Buka matamu, buka telingamu, singsingkan lengan dan kepal tanganmu itu! Lihatlah kehidupan mereka di pelosok-pelosok negeriku dan negerimu, mereka berjuang melawan kelaparan, ketidakadilan, pengangguran, harga-harga dipecundang. Bagaimana ia mengejar impian kedamaian di beranda senjanya yang ada Kematian perlahan-lahan.

Sedih kalau diceritakan mah,
gunakanlah hati nuranimu, lihatlah mereka di sana!
Apakah benar-benar ia sudah merdeka?!

Menunggu opera tahun politik berikutnya akan segera tiba?
Apakah Anda akan jadi penonton atau berdiam diri saja seperti pecundang tak lagi punya nyali ke kotak misteri masuk ke dalam ranah kebodohan (golput) ikut jadi pengamat di balik selimut?
Duhai, tuan?! Visi misimu berambisi kemakmuran, negeri ini yang katanya gemah ripah loh jinawi, hanya statemen basi. Kinerjamu ngawur seperti bermain catur,
kapan akur?

Jakarta, 020222



Secangkir kopi untuk negeriku
KETIKA MASA PULANG SEKOLAH AKU DAN IKAN KECIL ITU


Episode 1.

Nagari Kubang Bayang pesisir selatan
memanggilku pulang, masa lebaran kemaren yang telah berlalu.

Sungai itu,
tetesan sumber berbagai mata air dari gunung, riaknya aliran sungai dari hulu mengalir ke hilir berlabuh ke muara.
catatan harian, masa kecilku dulu
semasa pulang sekolah.
aku terjun ke sungai bersama kawan-kawan setiap hari selalu kami lakukan.
aku berenang di sekitar air tenang di tempat pemandian itu
air batang bayang membelah negeri-negeri kami sampai ke samudera.

Sungai itu saksi sejarah kehidupan dari rahmat yang maha kuasa
menitipkan pesan pada kearifan alam untuk peradaban.
demi lestarinya regenerasi kehidupan negeri-negeri kami
yang terus berlanjut hingga kiamat nanti.

Kenapa aku tulis cerita secangkir kopi
ku kirim ke persada maya?
testimoni cerita masa kecilku untuk membangunkan anak-anak negeriku pada masa kejayaan dulu.
negeri kami di limpahkan anugerah yang banyak dari sang pencipta alam ini.
salah satunya adalah ikan-ikan yang berenang bersamaku ketika aku mandi di siang hari.
segerombolan ikan berbondong-bondong mencubit kulitku, seakan-akan anak ikan itu mengajak bermain petak umpet riang gembira
menitip pesan pada cerianya ia ke rasaku, bagaimana melanjutkan masa depanya nanti biar ia tak punah.

Masa kecil itu
adalah masa terindah yang tak terlupakan hingga kini,
dulu aku berenang di suatu lubuk di sungai itu. ikan-ikan kecil hingga sedang menyambut kedatanganku, aku menyaksikannya dengan kacamata renang yang aku buat sendiri.
ikan-ikan itu seakan berbisik pada aksara mulutnya yang lucu, dengan berbahasa bathin di lorong bebatuan di dalam sungai ia menyapaku, haiii...sastra?
selamat siang ya, sudahkah kau pulang sekolah..?
aku menjawab dengan tatapan mesra,
ooohhh indahnya sayap-sayapmu berenang dan indahnya sirip yang berkilauan di badanmu wahai ikan.
o ya sas, ajari aku tentang makna cinta manusia terhadap kami di sungai ini biar kami tak punah nanti di kemudian hari, padahal aku di ciptakan untuk memenuhi konsumsi hidupmu sastra dan hajat hidup orang banyak. aahhhh,
aku hanya diam beribu bahasa bahwa sang maha jiwa menitipkan pesan pada kelestarian alam di negeri kami.

Seperti biasa ketika hari mulai senja, aku terbiasa memancing di tempat pemandian itu.
menunggu pancingku mulai menyapa,
aku sempatkan menatap kunang-kunang malam menerangiku,
dengan sebuah pancing bermata kail secuil umpan untukku larung ke dalam lubuk-lubuk ikan itu,
berharap ada rezekiku pada senja ini yang akan aku bawa pulang untukku masak di rumah.

Di keremangan malam,
aku duduk di bebatuan beberapa menit sambil menyambut sang rembulan menampakkan wajahnya di balik awan.
tak berapa lama, umpanku di sambar ikan, aku haru harap-harap cemas semoga aku bisa mendapatkan ikan ini.
ternyata ikan itu memang aku dapatkan, ia menggeliatkan tubuhnya seakan ingin melepaskan diri, padahal bisiknya tadi siang, ia telah rela tubuhnya di goreng untuk di makan, memang ia di ciptakan untuk sebuah kehidupan juga.

Dekade demi dekade itu telah berlalu
kemaren sore aku kesana di tempat kenangan masa kecilku dulu bermandian.
kawan-kawan kecilku dulu aku tanya satu persatu, kenapa rona sungai ini tak seindah dulu kawan, dan kemana ikan-ikan kecil sebagai sahabatku itu tak tampak lagi kini?
lantas dia menjawab dengan semangat, bahwa tepian mandi kita dulu ini sudah tergerus banjir bandang berkali-kali dan ikan yang berenang dulu bersamamu punah sudah oleh prilaku segelintir orang kampung menyentrum bahkan meracuninya juga.
dan ironis sekali, mereka adalah saudara-saudaramu juga. Ia adalah Jonal pendra salah satunya.
lantas aku kaget dan tertawa sejadi-jadinya hahahaha... karena geli,
yang aku maki ya saudaraku sendiri.
sayangnya kemaren aku pulang, dia tak sempat aku temui.
ingin aku melarangnya dengan bahasa indah, bahwa membunuh ikan tanpa melindungi anak-anaknya kembali adalah kenistaan yang sempurna.

Bertanya pada goresan maya di lembaran ini, menitip pesan kepada pak wali nagari pada kesan tirani yang tak mau di mengerti akan lestarinya sungai itu.

Dulu masa kejayaan periode kepemimpinan daerah, ada aturan menjaga kelestarian sungai kita secara bersama-sama.
bahkan rekomendasinya hingga ke badan hukum adat tentang konsekwensi prilaku anak negeri itu sendiri.

Kini, dengan secercah harap
tertitip doa dan salam kepada aparat setempat di negeri kubang dan bayang sekitarnya.
bangun kembali sistem perikanan di sungai itu biar icon kehidupan sungai tak habis di telan masa.

Kita semua berharap, kearifan dulu lestari kembali

Siapa,
dan mengapa sebegitu punahnya regenerasi ikan itu di negeri sendiri. Ahhhh.....

HR RoS
Jakarta, 23-07-2016, 19:27



Secangkir kopi untuk negeriku
MERCUSUAR RUMPUN BAMBU


Episode 2.

Milah, memilah kata tak biasa
bak sembilu melukai
santun bak dewi di puja dewa melahirkan mantera-mantera kewibawaan tiada tara.

Warna warni kehidupan
tumbuh subur merona bak pupuh aksara yang kokoh berdiri di seantero diksi kurangkai syair
menyentuh sanubari bagi yang mampu memahaminya.

Rona itu tumbuh laksana mercusuar di rumpun bambu
sama-sama berdiri berpacu hidup berkompentisi menjulang ke langit tinggi.
melambai seperti nyiur di pantai sayangnya tak bisa berteduh di kala hujan panas menyentuh tubuh.
bambu itu bermiang di bibir, ranting-ranting dan dedaunannya gemerisik
nadanya bersatu, mengalun kokoh di rangkul melukai
ia tumbuh subur di negeriku.

Alam terkembang jadi guru,

berburu ke padang datar
dapat rusa belang kaki
berguru kepalang ajar
bagaikan bunga kembang tak jadi.

pepatah melayu tempo dulu
mengukuhkan akan sesuatu
tentang pelita anak negeri
tak lagi menerangi,
tentang budaya telah di kebiri,
tentang jiwa yang telah terlena oleh sepoinya angin mamiri,
tentang rasa yang telah hambar untuk di nikmati,
tentang budi yang tercabar oleh ego sendiri,
tentang cinta religi telah beralih ke duniawi.
Ohh.... regenerasi itu,
sinarilah langkah-langkah tuan
kaji
di pondok-pondok senja dengan abjad hijaiyah memandu tuah
wahai regenerasi di surau-surau itu.

Generasi diatas kami,
di mana kau simpulkan mercusuar icon negeri
yang dulu tumbuh subur di corong-corong surau dan mesjid
kenapa dikau berkompetisi bak mercusuar tumbuh seperti di rumpun bambu tak menyinari.

Tumbuh tapi gersang menjulang tinggi
tanahnya tandus
seakan tuah tuntunan tuan kaji telah di khianati.

Ohhhh icon,
negeri ini kau titipkan seribu janji
seperti berorasi di pentas demokrasi
satu bendera pejuang kau kibarkan di puncak bukit
bahwa negeri ini telah merdeka maju dari wibawa tuah sang pemimpin
padahal selebrasimu tipu daya sesaat saja
seakan negeri ini tertitip putera yang tak bertalenta
berpacu mencari kehidupan di cela-cela kesempatan tak bermaruah.
oh negeri nasibmu kini,
berada di tangan-tangan penadah mencari kekayaan sesaat saja.

Bendera kemajuan kau koar-koarkan
seakan perlambang negeri ini telah maju melampaui negeri khayangan di bukit-bukit kurcaci.

Oh mercusuar itu
tumbuh di rumpun bambu
hidup melambai berisik tak memayungi
berkoloni bersama bayang-bayang pelangi
benalunya bergerombolan di dahan yang subur
seakan menyimpan onak rahasia malam bergentayangan
yang akan menerkam, menimbulkan ketakutan intimidasi di setiap generasi.

Megahnya bangunan religi
corong jantung negeri
telah kosong melompong
bak istana inca di bangun lalu di tinggalkan oleh peradaban zaman yang tergusur oleh kekuasan baru.

Pos hura-hura di kedai tua muda
ramai di isi sipenat dari kerja sehari-hari.

Mercusuar negeri ini,
seyogyanya ada di tengah jantung kampung yaitu negeri yang beriman bertauhid.
sebagai pengontrol dalam religi
sosial budaya dan akidah
biar tak melenceng jauh dari nilai-nilai sunah.

Damainya sebuah negeri ada di doa-doa para tetua yang hampir punah
di paguron-paguron santri kiyai.

Ingat,
dunia ini berumur panjang
berkat jamaah-jamaah tua muda yang bersujud siang dan malam
pagi dan petang memanjatkan doa pada kearibaan tuhan,
berterima kasihlah kepadanya
karena dia usia dunia ini panjang.

HR RoS
Jakarta, 24-07-2016. 13:44



Secangkir Kopi Untuk Negeriku
POLITIK HOMO HOMINI LUPUS


episode 3,

1500 tahun telah berlalu Plautus yang pertama kali mengisyaratkan istilah homo homini lupus pada gejolak nafsu di diri manusia kala itu.

Hingga di abad 15-16 filsuf inggris thomas hobbes mempepulerkan istilah plautus homo homini lupus itu ke dalam konsep pemikirannya dari masa penyiksaan di penjara,
mengecam ke kejaman kolonialis di dunia pada waktu itu.

Mesin potret kehidupan berpolitik di negeriku tak ubahnya seperti zaman kolonial tapi sudah kolonial yang moderat,
kolonialnya adalah anak bangsa itu sendiri.

Ia adalah politik dari ke egoan manusia, pelakunya putera-putera bangsa sendiri terhadap sesamanya.
sejatinya ia tak memahami fitrah insani untuk apa manusia itu di ciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini, fitrah hatinya tertutup dungu.
hingga melanggar tatanan yang ada dalam akidah di dadamu telah menuntun jalan itu pada tuhanmu
mereka kental beriman cerdik pandai tapi kenyataannya fasik dengan dunia.

Bertanya kepada ulama, bagaimana umat kini ya ulama?
seakan kehilangan arah tauhid telah bertauhid pada dunia, karena dengan uang dunia itu indah menurut hatinya.
wahai pemimpin di tahtamu kau terlena,
akan kemana arah politik ini, kami engkau bawa.
doktrinmu semu dan sangat gelap lajunya tak ku mengerti ujung-ujungnya kami di khianati.

Aahhh
Negeri kami di tengah pentas politik demokrasi, vigur-vigur yang mengatasnamakan kepentingan rakyat, kau bagaikan pahlawan di siang bolong, setelah kau berkuasa hidup kami kau hinakan, dengan berbagai polemik dan delik bangsa kau keluhkan.
wahai pemimpin politik,
doktrinmu yang menjanjikan kemakmuran bangsa.
kau bak ksatria memimpin pertempuran di medan perang
setelah perjuangan itu kau menangkan dengan peluru-peluru kami di bilik demokrasi kau lupa rakyatmu, Ahhh bedebahh..

Politik itu ibarat kuda berlari dengan joki-joki di tengah padang siang dan malam menerobos kabut berpacu mengejar final kemenangan.
politiknya seperti homo homini lupus menerkam kawan dan lawan persahabatanmu tidak ada yang abadi.
kesepakatannya adalah semu
berjubah kamuflase menggenggam jalinan sesama kawan bersatu setujuan.
mengiringi negeri ini mencapai kemakmuran, nyatanya di ujung jalan ia menikam.

Dimana homo homini sociolity fitrah insani itu?
kau kebiri sendiri.
sifat dan karakter berbangsamu semu membingungkan, hipokrit di pertontonkan di pentas publik.

Opera politikmu seperti bermain petak umpet di tengah padang,
rumput-rumput di jalanan kau bawa bergoyang, kau pupuk dengan janji-janji harapan setelah kau bertahta ia di lupakan,
rumput ilalang yang malang itu hingga di tinggal dalam kegersangan.
walau di marjinalkan di tengah jalan ia tetap bertahan hidup di lapangan.

Dunia ini dan negeriku
menunggu bellum omnium contra omnes,
kan kau biarkan perang pecah bak bom waktu di tengah jalan.

Kau libatkan rakyat
untuk berkonfrontasi memusuhi
saudaranya sendiri?
hingga perang saudara akan pecah nanti.
dengan sengaja kau ajak manusia ini membunuh sesamanya,
hingga manusia itu akan berkepala serigala semuanya.

Sederhana bagiku, dengan secangkir kopi pahit pagiku
untuk memadamkan istilah Plautus dan Thomas Hobbes itu.
kembalilah kepada fitrah dan sunah
bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi ini. sebaliknya hidup di dunia ini sementara yang abadi disana, amanahlah wahai penguasa.

Ingat ...!
Bahwa kursi empuk di takhtamu adalah ranjau, janganlah silau.
Buka matamu, buka telingamu, singsingkan lengan dan kepal tanganmu itu! Lihatlah kehidupan mereka di pelosok-pelosok negeriku dan negerimu, mereka berjuang melawan kelaparan, ketidakadilan, harga-harga dipecundang. Bagaimana ia mengejar impian kedamaian di beranda senjanya yang ada Kematian perlahan-lahan.

Sedih kalau diceritakan mah,
gunakanlah hati nuranimu, lihatlah mereka di sana!
Apakah benar-benar ia sudah merdeka?!

Menunggu opera tahun politik sudah tiba?
Apakah Anda akan jadi penonton atau berdiam diri saja seperti pecundang tak lagi punya nyali ke kotak misteri masuk ke dalam ranah kebodohan (golput) ikut jadi pengamat di balik selimut?

Duhai, tuan?! Visi misimu berambisi kemakmuran, negeri ini yang katanya gemah ripah loh jinawi, hanya statemen basi. Kinerjamu ngawur seperti bermain catur,
kapan akur?

Jakarta, 020219




ESAI Adalah Karangan Prosa Yang Membahas Suatu Masalah Secara Sepintas Lalu Dari Sudut Pandang Pribadi Penulisnya.Di Dalam Esai Berisi Tentang Opini, Pandangan Atau Ekspresi Pribadi Dari Penulis Mengenai Sebuah Hal Yang Sedang Terjadi Atau Berlangsung Di Masyarakat

Belajar Esai
MENYIMAK KARYA RELIGI AKAK PELANGI SENJA DARI SELANGOR MALAYSIA
Oleh Romy Sastra


Ini puisi membuka cakrawala pikirku, tuk meesaikan sebuah karya sahabat merangkap kakak. Tanpa ia sadari atau tidak, puisi ini mengandung filosofi hakikat yang sangat bermakna sekali pada isyarat batin yang tersirat di diri ini.

Puisi yang tak bertajuk huruf melainkan tajuknya aksara tanda titik-titik menandakan kosong tapi berisi menuai pikir dalam renungan pada titik-titik yang mesti dipahami bagi yang mencari destinasi titik itu.
Ini sebuah bentuk perjalanan imaji si aku penulis menyauk tirta di telaga batin memandu bilik-bilik diri.
Sangat sulit menterjemahkan sebuah syair yang tersirat meski ia tersurat, jika si pembaca tak memahami isi daripada kosong, melainkan insan-insan yang sudah menempuh perjalanan batin yang sudah ia temui isi di dalam kosong itu sendiri.

Mari kita menyimak puisi ini:

.....

bernafas dalam tubuh tak berjasad
bergerak bagai jisim yang bernyawa
bercahaya dalam terang meski gelap
berbara tanpa api yang terbakar
entah..
kukutip kau dari mana
hidup dalam denyut tanpa nadi
bacalah aku tanpa noktah
kerana aku ada di mana jua

Pelangi Senja, 21.08.17
Selangor

Pada larik pertama si Aku bermadah:
-bernafas dalam tubuh tak berjasad.
Ia mengajak kita merenungi sesuatu yang batin di dalam diri ini, sebab nafs itu batin. Terasa lajunya keluar masuk pada rongga dan hidung. Ia sebuah ibadah iman diri puji memuji hakiki dari detak jantung dan nadi, Ya Hu, Ya Hu, Ya Hu / Allah Allah Allah. Dan ini dinamakan solat jati pada tingkat ibadah tarikh batin, bukan pekerjaan jasad lahiriyah.

Dan menyimak di larik kedua:
-bergerak bagi jisim yang bernyawa.
Dari tarikh gerak nafs itu mengajak jisim, dalam makna tubuh atau jasad memuji bersama lahir dan batin, maka jisim bernyawa.

Di larik ketiga:
-bercahaya dalam terang meski gelap.
Ia menuntun jiwa berselancar mencari cahaya sejati, cahaya sejati itu adalah nur dalam diri. IA sangat nyata adanya dan IA awas tak tersaksi oleh rasa tak tersentuh oleh rasa itu di dalam gelap, yang ada pekat tapi IA lebih dekat dari pekatnya gelap itu.

Larik keempat:
-berbara tanpa api yang terbakar.
Ia menyiratkan empat nafsu di dalam diri. Mutmainah, lawamah, sufiah dan amarah.
Empat nafsu bagian dari api jisim membakari panas setengah panas sedang dan sejuk. Jangan hidupkan amarah biar gak terbakar. Sebab bara itu hanya bisa dipadamkan dengan sabar istighfar,

Pada kalimat larik kelima:
-entah.
Ia si Aku terpana bukan dungu pada lajunya pikir di dalam diri. Melainkan betapa megahnya sang Maha di dalam jiwanya.

Di larik keenam:
-kukutip kau dari mana.
Si Aku semakin heran dengan penomena yang terjadi pada puji batin, ia datang tiba-tiba bersamaan, kemilau manik-manik jiwa membuncah ke seantero arasy jiwanya, tertegun si Aku indahnya megah.

Di larik ketujuh:
-hidup dalam denyut tanpa nadi.
Sungguh si Aku semakin terharu, terpukau pada mati di dalam hidup. Sebab, si Aku yang mengenali hakiki tak lagi berpijak pada nadi dan detak jantung memuji. Ia si Aku telah bermusyahadah kepada sejati, bersaksi. Sesungguhnya yang hidup itu adalah Dzat laisa kamiselihi.

Larik kedelapan:
bacalah aku tanpa noktah kerana.
Pada Dzat laisa kamiselihi syaiun mengajak semua ciptaanNya tuk memuji mengenali khaliknya, tanpa ada alasan makhluk merasa takut pada Maha Pencipta yang Maha lembut. Tercipta karena sebab melahirkan akibat / kausalis terjadi karena kehendak tak ada yang sia-sia ia diciptakan.

Pada larik terakhir:
-aku ada di mana jua.
Ilahi, Ar-Rabbani menyatakan pada segala ciptaanNya. IA khalik tidak jauh dari makhluk dan dari segala yang ada. Sedangkan leher dengan urat leher masih ada jaraknya, IA Allah manunggal menyatu kepada segala yang ada. IA berada di mana-mana, bukan bermaksud IA banyak. Akan tetapi IA Dzat Awas menyelimuti segala yang ada dan tiada sekalipun. IA Allah Akbar, Allah maha besar.

HR RoS
Jakarta, 24/08/2017



Esai Pendek
MARI KE PESISIR SELATAN
Romy Sastra


Pesisir Selatan adalah salah satu Kabupaten di Sumatera Barat, beribukota Painan.
Sejarah mencatat, bahwa Pesisir Selatan daerah segudang cerita, ada sejarah dan objek wisata, serta memiliki sistem adat matrilineal yang dianut secara budaya dan sosial di masyarakat Minangkabau pada umumnya.
Sistem adat matrilinear itu adalah suatu aturan adat yang mengatur alur menurut keturunan pada Ibu.

Ada sebuah pulau kecil di seberang kota Painan, nama pulau itu Pulau Cingkuak. Untuk menempuh Pulau Cingkuak itu kita harus melewati objek wisata Pantai Carocok.
Banyak masyarakat umum tidak paham akan sejarah Pulau Cingkuak. Masyarakat yang belum pernah ke Pulau Cingkuak itu, mengira Cingkuak itu semacam binatang kera berwarna abu-abu berekor panjang dan bersanggul di kepalanya. Padahal nama Cingkuak itu berasal dari salah seorang nama kolonial Bangsa Portugis Poeloe Tjinko. Karena lidahnya orang Minang menyebut poeloe tjinko terlalu sulit. Maka, lidahnya lebih nyaman menyebutnya jadi Pulau Cingkuak.

Pulau itu pernah kami ramaikan dengan kesenian dan sastra dalam rangka parade baca puisi, dihadiri oleh rekan-rekan penggiat sastra dari berbagai kabupaten di Sumatera Barat, di bulan Oktober tahun 2017 yang lalu.

"Yuk, kita berwisata ke Pesisir Selatan provinsi Sumatera Barat."
Ada banyak objek wisata di Pesisir Selatan, yang tak kalah dibandingkan sama objek wisata di berbagai objek wisata di Indonesia ini.
Salah satunya adalah objek wisata Jembatan Akar, serta Pantai Mandeh.
Jembatan Akar dibangun oleh sesepuh Bayang Utara bernama Angku Pakiah Sokan, pada tahun 1890 oleh urat atau akar Batang pohon beringin dan akar pohon kubang, dengan cara dijalin memilih kedua akar-akar pohon itu bersama masyarakat setempat. Konon, Angku Pakiah Sokan itu memiliki ilmu yang tinggi. Dan akar jembatan itu tumbuh kuat mengikat, bisa dilalui pertama kali pada tahun 1916 untuk keperluan masyarakat setempat kala banjir dari hulu sungai Batangi Bayang, ke hilir menuju muara pantai Pasar Baru kecamatan Bayang.
Dan juga objek Pantai Mandeh yang menawan seperti perawan bersolek senja hari disorot sunset. Pantai Mandeh ini dijuluki Raja Ampatnya Sumatera. Serta banyak lagi pesona zamrud alam Minangkabau tepatnya di Pesisir Selatan. Selain kuliner dan masakan Minang yang wahh ....

HR RoS
Jakarta, 031117



Esai
MENUMBUHKAN SEMANGAT LITERASI PESISIR SELATAN
Bersinergilah Pemerintah Daerah dan Komunitas ( independen )
Oleh Romy Sastra


Pesisir Selatan, Sumatra Barat berbenah dari segala aspek pembangunan mengejar ketertinggalan dari daerah Kabupaten / Kotamadya di Sumatra Barat pada umumnya.
Salah satunya adalah di bidang literasi sastra, baik itu melalui dinas pemerintahan daerah yang digalakkan melalui sekolah-sekolah di nagari-nagari yang ada di berbagai Kecamatan Pesisir Selatan. Mencoba berbagai inovasi literasi dengan sistem membuka kantin-kantin bacaan seperti perpustakaan di berbagai komunitas / kelompok generasi yang kreatif di daerahnya. Pusat kantin literasi sudah dibangun di kota Painan dan diresmikan oleh Bupati Hendrajoni.

Apa itu literasi?
Literasi adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk berkomunikasi, berbicara, membaca, menyimak dan menulis serta berkarya.
Fungsi kantin literasi adalah membangun generasi dan masyarakat melek aksara tulis baca dan berkarya di bidang sastra dan lainnya untuk membangun intelektual dan mental putra putri daerah di berbagai perkembangan zaman di bidang literasi.

Rendahnya literasi di Pesisir Selatan disebabkan oleh masyarakat yang kurang sadar akan manfaatnya. Lebih dari itu, beberapa orang bahkan masih belum mengerti makna literasi.

Apa itu literasi?
Literasi adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk berkomunikasi, berbicara, membaca, menyimak dan menulis
Beberapa lembaga survei menyatakan fakta tentang rendahnya budaya literasi di Indonesia. Programme for International Student Assessment (PISA) menyebutkan, pada tahun 2012 budaya literasi di Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negera yang disurvei. Pada penelitian yang sama ditunjukkan, Indonesia menempati urutan ke-57 dari 65 negara dalam kategori minat baca. Data Unesco menyebutkan posisi membaca Indonesia 0.001%—artinya dari 1.000 orang, hanya ada 1 orang yang memiliki minat baca. Hasil survei tersebut cukup memprihatinkan.

Orang Indonesia memang lebih terbiasa mendengar dan berbicara daripada berliterasi. Coba lihat saja, berapa waktu yang rata-rata orang habiskan untuk menonton televisi per hari? Berapa waktu yang digunakan untuk mengobrol. Bandingkan dengan sedikitnya waktu yang disisihkan untuk membaca dan menulis.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya budaya literasi tersebut, antara lain:

1. Kebiasaan membaca tidak dimulai dari diri sendiri
2. Perkembangan teknologi yang semakin canggih
3. Sarana membaca yang minim
4. Kurang dimotivasi tidak saling mendukung
5. Sikap malas untuk mengembangkan gagasan
2.
Di era teknologi yang semakin canggih ini, kita bisa memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Washp, Telegram, Twitter, Youtube, Instagram sebagai jembatan komunikasi dari dunia maya ke dunia nyata
Dari berbagai banyaknya komunitas-komunitas yang tumbuh di Pesisir Selatan dalam era digital ini. Mari bersinergi dinas Arsip dan dinas pemerintah lainnya di daerah mendukung talenta-talenta putra putri daerah yang mulai berkembang di Pesisir Selatan. Salah satunya kami dari Grup Sastra Bumi Mandeh di ranah Facebook sudah dua kali mengadakan diskusi literasi sastra dari Ibukota Jakarta tahun 2017 yang lalu, tim panitia kami mencoba bersinergi minta dukungan untuk mengadakan perhelatan sastra di Painan tepatnya pulau Cingkuak tak dapat respon dari setiap undangan yang kami undang tak satu pun yang hadir dinas yang diundang, hingga temu diskusi sastra di SDN 08 Painan tahun 2018. Selesai tim dari Dapur Sastra Jakarta DSJ menghadiri Temu Penyair Asia Tenggara di Padang Panjang. Dihadiri oleh Riri Satria sebagai ketua rombongan sekaligus pembina Sastra Bumi Mandeh SBM, serta Remmy Novaris dkk dari Jakarta. Rombongan menyambangi Pesisir Selatan dalam temu diskusi sastra ke acara tersebut. Hanya yang hadir dalam undangan SBM adalah kepala dinas pariwisata saja dan beberapa guru serta perwakilan. Harapan kami dari Grup SBM dalam visi misi ke depannya, membangun literasi di dunia digital Facebook yang sedang berjalan dua tahun ini. Mencoba selalu merealisasikan kegiatan grup SBM ke daerah, mari dinas arsip dan perpustakaan pemerintah daerah yang terkait di bidang literasi kita bersinergi, meski kami tahu pemerintah daerah sudah mempunyai agenda sendiri pada program literasi di daerah.

Agenda tahunan grup Facebook Sastra Bumi Mandeh (SBM) melakukan inovasi gerakan independen mengadakan lomba / event penulisan puisi bagi penulis pemula merangsang putra putri daerah berkarya. Dalam ajang event tersebut panitia menawarkan hadiah berupa wisata sastra ke Ubud Bali. Putra-putri Pesisir Selatan yang memiliki talenta semangat menulis untuk yang pemula dan yang senior tergabung di grup Sastra Bumi Mandeh SBM, mempunyai buku antologi karya tunggal berupa puisi, cerpen dan novel serta karya lainnya. Mendapatkan hadiah berupa tiket pp dan akomodasi selama di Bali untuk mengikuti Ubud Writers and Readers Festival, biaya transportasi akomodasi konsumsi dan penginapan ditanggung penuh oleh pengurus grup

Satu catatan:
ketika putra putri daerah memiliki kemauan berorganisasi berorientasi pada jalan kemajuan dan perkembangan daerah memartabatkan daerah tersebut lewat literasi sastra di tangan putra putri daerahnya, maka dukunglah!
Semoga semangat kita semua, kita bisa mengadakan Hari Puisi Indonesia HPI di daerah Kabupaten Pesisir Selatan ke depannya. Demi terangkatnya maruah daerah Pesisir Selatan itu sendiri.

Jakarta, 13 Agustus 2018



Esai Karya YS Sunaryo
MENYEMAI KATA MENJADI SASTRA PADA PUISI “MONAS MIKROFON RAKYAT”
oleh Romy Sastra


YS Sunaryo adalah sosok penulis yang kreative dan produktif melahirkan karya-karya menggugah tanya bagi para pembaca puisi-puisinya.
Ia seorang sastrawan berpendidikan, bertalenta di bidang sastra. Memiliki dedikasi tinggi dalam perjalanan kesusasteraan Indonesia di sosial media saat ini, hingga di kehidupan sehari-hari sebagai pengajar serta pendidik dan religius.

Ia aktif di berbagai antologi puisi tunggal serta antologi bersama, dan menjalin kekerabatan kepada para penyair antar negara.

YS Sunaryo sahabat rendah hati berprestasi di berbagai event grup puisi. Ia selalu dapat penghargaan sebagai juara, menandakan karya-karyanya bernas serta memiliki kualitas tata kata yang baik menurut EYD dan PUEBI.

Puisi-puisi YS Sunaryo bukan hanya mainan imaji semata, melainkan sebuah perenungan batin yang dalam, serta memiliki insting yang Allah anugerahi Ilham ke khayalannya. Sinergi pada kisah dan kenyataan ia tulis seketika.

Ia menyimak perkembangan zaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Betapa ironisnya ketidakadilan suatu aturan yang diterapkan oleh pemerintah pada sekelompok rakyat yang melanda keresahan sekelompok rakyat itu sendiri dalam berdemokrasi.

Puisi YS Sunaryo di bawah ini mensatire oligarki

MONAS MIKROFON RAKYAT
Karya YS Sunaryo


Monumen Nasional gagah perkasa
Monas namanya tak lekang panas
Emas di pucuk membungkus segala cemas
Indonesia jaya terpancang hingga ke angkasa

Berjuta-juta putih di sini merapal doa
Membela agama untuk kehormatan manusia
Berjuta-juta pula warna warni silih berganti
Awasi kuasa agar tak hunuskan besi tirani

Di kaki Monas berlindung bangsa berharga diri
Tiang rakyat, pilar pengobar semangat
Jangan kau sembunyi sendiri lalu mengoligarki
Didih air mata jelata tak akan tersumbat

Kepadamu aku mengangkat hormat
Kau mikrofon suara-suara anak bangsa agar tegak bermartabat

Bandung, 14 Desember 2017

Pada judul puisi di atas mengisyaratkan, bahwa Monas adalah tempat umum bukan sekadar tempat rekreasi dan ikon ibukota dan tugu Nasional semata. Ia Monas adalah wadah demokrasi di mata anak-anak bangsa menyuarakan aspirasinya dari ketidakadilan pada suatu kelompok atau pemerintah.

Dalam bait pertama, YS Sunaryo menyampaikan rasa bangga pada tugu Monas berhias emas berdiri teguh ke angkasa
Ia makna dari kekayaan Indonesia menjadi mercusuar Nusantara mengabarkan pada dunia
Bahwa di tugu itu maruah bangsa Indonesia ini kaya tak lemah mampu berdiri di kaki sendiri.

Pada bait kedua, si aku karya ikut lirih pada perkembangan gejolak politik beraksi di jantung ibukota selama ini. Pada kejadian orasi demokrasi umat meminta keadilan hukum dari kekisruhan ketidakadilan pada pemerintah. Bahwa satu kelompok atau individu meresahkan keharmonisan antar sesama.
Silih berganti organisasi mendatangi tugu itu sebagai ajang demokrasi menyuarakan pendapat pada hukum yang adil, menghunus pedang doa ke hadirat yang Maha Kuasa. Bahwa doa yang dizalimi tajam, setajam kilat menyambar Rahwana.

Lanjut ke bait ketiga, si empu karya semakin mensatire sekelompok yang merasa bertangan besi, menginjak-injak rumput hijau tak berkuasa menjangkau. Angkuhnya oligarki, merasa di tangannya kekuasaan sesaat.
Bahwa negeri ini, bukanlah negeri oligarki tuan.
Berkuasanya sekelompok elit tidak mengayomi seluruh lapisan kehidupan anak bangsa.

Dan di bait terakhir ending puisi si empu karya.
Mari tegakkan hukum seadil-adilnya, biar kami rakyat menghormati jalannya roda pemerintahan itu.
Hingga negeri ini bermartabat tegap seperti tugu Monas, yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk dengan hujan.
Monas adalah sejarah berdarah pada suara-suara yang sumbang terhadap pemerintah.
Monas idealnya adalah wadah mikrofon anak-anak bangsa berdemokrasi jangan haknya dikebiri.

HR RoS
Jakarta, 130118



MONOLOG adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh satu orang atau tokoh tunggal dengan dirinya sendiri.

Monolog
CINTA SAHABAT MAYA

Sayapku terbang sore ini,
menemani sahabat maya
semangat hati yang tumbuh kepada sesama
melahirkan lentera gita cinta.
cinta yang terbangun,
janganlah sampai terluka.

Seiring kasih yang tumbuh
janganlah salah memahami arti
kasihku disini, untuk berbagi
tidak menciptakan lara hati.
hati yang lara,
karena tak pandai memahami arti mimpi.

Rinduku menyirami sahabat maya
yang disana, berwajah seribu.
aku melontarkan segugus cinta, kepada sesama tak pernah jemu.
semoga sahabat mayaku,
tak merasa,
kalau rinduku ratapan palsu.

uhhhh...
Satu kisah telah terlewati,
setahun sudah, artikanlah...!!
wahai sang pengamat para pujangga?
tintaku menari melukiskan gerimis
geirimis hati sore ini
semoga gersang tandus dalam lara
berlalulah.!!!
aku mencumbu dengan balut puisi,
merangkai satu cerita kontra
semoga kau dan aku bisa tertawa.
huahahahaaa....

Disini...
aku mencumbu rindu
menyapa sahabat maya,
menghampiri dengan senyum mesra.
aku jatuh cinta denganmu
melalui bayangan rasa tinta
dengan syair puisi ini
aku bernyanyi,
untuk sahabatku yang disana
dimanapun dikau berada.

Cintaku yang terpendam sunyi
kepada sahabat sahabat hati
aku melukis indah dalam syair,
dengan monolog cinta sahabat maya.
sebagai ukiran seni hati
menghias hidup menjelang senja ini..

Aku Kau dan Dia serta mereka disana.. berbahagialah.

HR RoS.



Monolog
CINTA SAHABAT MAYA

Sayapku terbang sore ini,
menemani sahabat maya
semangat hati yang tumbuh kepada sesama
melahirkan lentera gita cinta.
cinta yang terbangun,
janganlah sampai terluka.

Seiring kasih yang tumbuh
janganlah salah memahami arti
kasihku disini, untuk berbagi
tidak menciptakan lara hati.
hati yang lara,
karena tak pandai memahami arti mimpi.

Rinduku menyirami sahabat maya
yang disana, berwajah seribu.
aku melontarkan segugus cinta, kepada sesama tak pernah jemu.
semoga sahabat mayaku,
tak merasa,
kalau rinduku ratapan palsu.

uhhhh...
Satu kisah telah terlewati,
setahun sudah, artikanlah...!!
wahai sang pengamat para pujangga?
tintaku menari melukiskan gerimis
geirimis hati sore ini
semoga gersang tandus dalam lara
berlalulah.!!!
aku mencumbu dengan balut puisi,
merangkai satu cerita kontra
semoga kau dan aku bisa tertawa.
huahahahaaa....

Disini...
aku mencumbu rindu
menyapa sahabat maya,
menghampiri dengan senyum mesra.
aku jatuh cinta denganmu
melalui bayangan rasa tinta
dengan syair puisi ini
aku bernyanyi,
untuk sahabatku yang disana
dimanapun dikau berada.

Cintaku yang terpendam sunyi
kepada sahabat sahabat hati
aku melukis indah dalam syair,
dengan monolog cinta sahabat maya.
sebagai ukiran seni hati
menghias hidup menjelang senja ini..

Aku Kau dan Dia serta mereka disana.. berbahagialah.

HR RoS.



monolog
BERGURU PADA SEMUT
Romy Sastra


bisu bukan tak bersuara, bahasa mengeja kata
tarian jemari gemulai melahirkan makna
dan aku tak bisu membaca perihal cinta di dalam lirik, berkomat-kamit menyapa
adakah wajahku tersenyum atau terpana?
mestinya jiwaku memahami bahasa batin!

berguru pada semut-semut kecil beriring jalan, saling berkenalan
ia mencium aroma cinta tak tersisih di garis kesetiaan, melainkan menyisihkan dendam

duhai, diri....
jangan kotori kewibawaan insani
malulah pada budi yang bersemayam di hati jiwa ini menyemai plamboyan
biarkan bunga-bunga cinta bermekaran di taman
bibit kesahajaan jubah keimanan

usah bertengkar diri!
pelita 'kan padam rupa menghitam
jangan menyimpan dendam, bunga itu layu kekang ego tak bermain api
sedangkan angin masih berhembus:
kipaskan dada!

usah bertengkar diri!
sauk dan teguk setitik air di telaga sunyi bermandilah dengan kacahaya rasa,
dunia ini indah
menikmati hidup sesaat ini: aku beribadah

ya... aku malu pada semut-semut kecil berbaris di tanah
berikan laluannya jangan diinjak: mati!
tapi, ia tak dendam ketika disakiti
jangan salahkan doa-doa yang dizalimi dimakbulkan tuhan

sadarlah diri!
pinjamkan aku cermin itu, biarkan aku berkaca

Jkt, 210919



SINOPSIS adalah ringkasan padat dan jelas dari sebuah naskah buku, film, dan jenis karya lainnya tanpa menghilangkan unsur penting dalam naskah tersebut

Sinopsis
BMB BUMI MANDE BAPUISI
Romy Sastra


Selayang pandang deburan pesisir menggugah tembok-tembok batu karang di Batu Kalang, pantai Kambang berhias pasir putih sejauh mata memandang dan hutan bakau di taman laut Bumi Mande Bapuisi. Kita bernyanyi bersama indahnya pesona pulau pantai Mande menghalau risau pada nyanyian yang sumbang menempuh petang, tentang kearifan lokal yang tak ingin tergerus zaman.
Di pantai Sago di pinggir jalan sajakku terhenti, kenapa camar-camar laut itu mulai enggan terbang tinggi, sedangkan siulan merpati tak ingin bisu, camar tak lagi mampu berlomba bernyanyi, ia memilih sunyi. Apakah sayap-sayapnya telah patah? "Ya... jika iya, masih ada sunset jingga nan jauh merupa menyulam cerita di kaki langit memanjakan dermaga Teluk Bayur dengan untaian lembayung pada riak-riak yang tenang. Satu sayap patah menikam jatuh, menimpa daun-daun mati, cukup saja tariannya melepas sayap putih terjatuh di daun mati, tunas-tunas enggan berganti, kenapa? "Oh... titian akar di negeri Pulut-Pulut Bayu Bayang Utara, destinasi wisata itu di ujung rimba, berhias negeri baru di atas awan, menitip cerita dua hati para remaja berkisah nostalgia, yang selalu setia menanti kehadiran kekasih tentang kepergian semusim rindu pada raya tiba.
Koto Baru Bayang, dibingkai janji-janji manis di rinai embun air terjun, destinasi berkasih sayang, di Bayang Sani itu, cerita bermula, kisah tak jadi di sini, rindu semusim usai pada rintik air bening di ujung mata mengundang pelangi bertandang, seperti bidadari membawa selendang bersolek di atas batu tak nampak oleh mata telanjang.
"Ya, sinopsis deburan petang, riang ombak bernyanyi di pantai yang tak lelah menari gemulai di sagara nan dalam. Aku terdiam di batas ranah Pesisir Selatan, berjuntai memandang, sejuknya tatapan ke hutan belantara di sana. Pada suara alam, lembutnya kicauan cericit si burung mungil bersahutan.
Pesisir Selatan di nyanyian diksi Bumi Mande Bapuisi kala senja menyapa pantai di Carocok Painan nan permai.

HR RoS
Jkt, 26/07/17



Sinopsis
SETETES KEHIDUPAN
Romy Sastra


setetes tirta pelerai dahaga
pada hujan penyubur tanaman
tentang aliran hulu ke hilir sumber kehidupan
berlabuh ke muara berkoloni di samudera
makna kearifan alam dari sang pencipta

dari ar-ro'du bergemuruh
al-barq kilatan petir halilintar
Jibril berpesan kepada awan
kawinlah dikau gravitasi gas mengembun
berikrar di kosmik bersama angin

yang akan rinaikan hujan tuk mayapada
berdamailah kehidupan
titah Ar-Rabbani
maha pengasih lagi maha penyayang
bersyukurlah pada-Nya wahai hamba
jaga kelestarian bumi titipan itu
jangan rusak alam dengan serakah
biar tak menimbulkan bencana di mana-mana

HR RoS
Jakarta, 14/03/2017



Sinopsis Memori Rindu
OBJEK WISATA JEMBATAN AKAR
By Romy Sastra


i
Rajutan nan cekatan Tuanku Pakiah Sokan,
lilit melilit akar pohon beringin dan akar pohon kubang titian zaman tahun 1890 dijalin. Dalam hajat jembatan hidup orang banyak menempuh destinasi pada jerih dan peluh anak negeri mencari sesuap nasi dilalui tahun 1916.
Sang cerdik pandai Tuanku Pakiah Sokan berpikiran jauh melampaui generasi dan zaman.

ii
Negeri Bayang dilalui sungai sepanjang mata memandang jauh ke muara berkoloni ke samudera.
Ketika rinai datang deburan perlahan riuh gemuruh, suara alam senandungkan misteri lirih mencekam, iklim tak bersahabat semusim.

iii
Di sini rindu belum selesai, meski kisah telah jauh berlalu tinggalkan untaian madah-madah puisi merayu sang kekasih.
Di atas seonggok batu sebesar rumah Qulhu, sang pencinta sepasang merpati bernyanyi tentang dunia ini indah. Bahwa sayap-sayap rindu ingin terbang jauh menatap masa depan, finish langkah ikrar cerita hidup nan manis dimulai di sini, me-ikrar janji
dengan untaian kaki berjuntai, rebahan asmara berpagut di dada
seperti pilin titian akar terjalin,
memori jadi sinopsis di tepian air mengalir, seakan tak ingin ditinggal pergi merantau ke negeri nan jauh, serasa kepergian takkan kembali lagi.

iv
Deburan banjir menghantam objek wisata ikon Ranah Bayang,
masa nan lampau, menahan tangis kan menetes, menatap ketegaran urat mengikat erat tak ingin terputus tergerus arus air bah ke muara, hampir saja selesai sejarah objek wisata Rang Bayang Pesisir Selatan titipan cerdik pandai. Air bah sering datang dari hulu menyentuh badan titian akar membuat hati rusuh kan runtuh.

v
Jika tangis tak terlerai, doa tak tertitipkan pada Illahi, tentang kearifan alam bersemi tak pernah bersumbangsih pada bakti jariyah jerih payah area peninggalan sang Tuanku tak menuai ibadah. Jangan salahkan titipan berakhir, dan titian kasih bermuram durja sedih,
kisah kita padam, kenangan hanya tinggal kenangan.
Sedangkan dendam rindu kita belum selesai di sini, dikau ke mana perginya kasih? Tak lagi menyentuh cerita yang pernah diungkai, apakah kisah kita telah menjadi pusara dan terkunci mati dalam peti rahasia memori. "Ah ... entahlah.

vi
Bila pada suatu masanya tiba, torehan kisah yang membisu buka kembali, menemui jejak dulu nan tertutup debu.
Jembatan akar, satu destinasi seribu satu cerita tertitip di sini....

HR RoS
Jakarta, 02/02/2017



Sinopsis Renungan
KETIKA TAKBIR DI AMBANG JIHAD
By Romy Sastra


Langit bumi kita pernah biru
ketika malam bertaburan bintang
menemani rembulan bersinar terang.
Doa-doa malam si pemuja maha jiwa, melantunkan zikir pada Rabbani.
"Ya, Rabbani... damaikan negeri ini,
dari angkara murka nan silih berganti
menerpa maruah kedamaian akidah.

Cakrawala hari tergerus siklus musim
hitam tak berpelita di dada langit
lihatlah pagi ini berkabut, cuaca mendung.
Ada sedikit rona biru mengintip
dibayangi koloni keabu-abuan, yang akan tertutup menghambat kisi-kisi kerlip pada pelangi.

Embun pagi,
dikau butiran suci
tertumpang di daun keladi
beningmu akan bias diterkam debu
selalulah hadirkan lembayung kasih
pada rona yang berseri di muka buku.

Ozon menitip perisai,
tangkis gejolak langit menembus bumi
dan bumi ini tandus oleh efek teknologi,
cikal bakal perubahan iklim
di hati para dewa berhati monster
yang akan menerkam kedamaian dunia.

Selebaran terpampang di kaki lambang negara
seakan mau terkoyak oleh terpaan badai
Garuda itu risih terbang di bumi nusantara
aksara patriot persatuan tersusun rapi
sebagai falsafah ideologi bangsa, akan tercabik oleh para serigala malam
nan meraung melolong minta jatah darah pada bayi-bayi pelanjut tirani kemerdekaan.

Menunggu bom waktu
di poros segitiga bermuda
para punggawa hitam membawa huru-hara akan merusak tatanan leluhur nan berbudi
ngeri, tiba-tiba nantinya.

Panji-panji benalu tumbuh subur
telah berkibar di bumi pertiwi
bratayuda ataukah Jihad di medan laga
menuntut maruah siapa yang benar siapa yang salah.
Ketika takbir komando di ambang jihad berkumandang.
Para pelaku perisai negara wanti-wanti sudah, arah angin ribut akan bertiup dari segala arah.

Warta wara-wiri isyarat jangka
para sepuh pada tuah nan didapatkan dari bisikkan Dewa, melaju sudah dengan semestinya. Pahami! jangan heran, ia tetap terjadi percaya tak percaya.

Kitab sabda Nabi menitip pedoman
pada suluh di hati nan beriman yakinlah!
Bahwa janji hukum kalam Nabi
pasti tak mengingkari laju zaman menguji insan, ia keniscayaan.

Lalu,
apa yang diperbuat lagi
ketika rongrongan bertubi-tubi
mencabik sendi-sendi kehidupan
tak mau lagi berdamai dalam kebersamaan
di negeri intan berlian ini.
Aku termangu di ujung aspal
melihat pelangi tak lagi indah pada warta di setiap pagi dan senja.
Akankah halilintar,
membumi-hanguskan tiba-tiba kejayaan
di negeri sumpah palapa
dari maha patih Gajah Mada
yang pernah ia torehkan dalam sejarah persatuan nusantara lama menuju kejayaan nusantara tercinta.

Berdamailah negeriku!"
Jangan undang sengketa
di hati para anak-anak bangsa.

HR RoS
Jakarta, 12-01-2017



OPINI merupakan sikap, pandangan, atau tanggapan seseorang terhadap suatu fakta dan kebenarannya relatif. Karena dipengaruhi unsur pribadi yang bersifat subyektif, baik berupa pertika maupun saran-saran. Opini disebut juga gagasan atau argumentasi.

Opini
LGBT DI MEJA MAHKAMAH KONSTITUSI

Tuan profesor tertipu politik dunia kotor,
tak sadar ia dipecundangi oleh manusia dajjal berdelik hak azasi privasi dan kebebasan
Tuan mengaku berakidah, tetapi pola pikiranmu hina dan tertutup hidayah pada maruah iman yang ia punya, kenapa prof? Perbuatan asusila LGBT tak dihukum malah menjadi legal. Hinanya keputusan MK di tangan penyelenggara institusi pemerintah itu.
Bagaimana tak hina, anjing jantan saja tak bercinta dengan anjing jantan.
Di mana keilmuan yang berhikmah kau amanahkan pada pendidikan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat ke depannya tuan. Apakah tuan prof sudah kalah dengan budi tuan sendiri, hingga jubah keilmuanmu bobrok dicurangi, atau telah disogok?!
"Ah ... tuan, entahlah."

"Jangan berpikiran sempit tuan prof!"
Kau sudah didoktrin oleh delik kebebasan dalam bernegara berazas demokrasi, yang seakan negara terlalu mencampuri urusan privasi masyarakat hingga ke ranjang pribadi.
Negara dan pendirinya mengatur melawan keburukan perbuatan rakyatnya pada sebuah kehancuran suatu bangsa.
Tapi, kenapa suatu lembaga negara sebagai wadah tak menjaga virus-virus kehancuran itu?
Seakan kalah diplomasi oleh para bedebah bangsa, seyogyanya adalah impor doktrin liberalisme dunia untuk menghancurkan negeri ini bahkan mempercepat azab turun, hingga bumi ini hangus dan tenggelam ( kiamat )

Eihhh ... yang tak berakidah, yang mendukung elgebete, jangan berdelik kebebasan kau.
Tidak ada satu pun di Indonesia ini sebuah suku tak bertuhan dan tak punya tatanan martabat keyakinan akan norma-norma keluhuran. Selain manusia dajjal dan ateis.
Sebab elgebete adalah perbuatan melebihi dari binatang itu sendiri, ia terkutuk.
Bukankah sudah ada firman Tuhan mengabarkan akan azab kisah-kisah islami dan agama lainnya. Seperti kaum Sodum dan Gomorrah.

Kenapa institusi pemerintah kalah dengan delik manusia-manusia hina?
Apakah ini manajemen Ilahi pada umat di akhir zaman? Ya, tentu bagi yang berpikir ia ujian untuk menguji dunia pada hambanya yang beriman dan bertaqwa. Alasan apa kau wahai yang mendukung LGBT, kau adalah pelakonnya.
Sekiranya keluarga atau anak-anakmu terjangkit virus gay, jeruk makan jeruk tersaksikan di depan matamu, apakah kau akan diam?
Tanya dirimu, apakah masih ada sisi manusiawi yang bernurani di hatimu? Konyol.

Bijak dan meleklah pada hukum Tuhan wahai manusia yang berpikir, elgebete adalah pintu kehancuran suatu zaman.

HR RoS
Jakarta, 201217



Opini Renungan
KETIKA BATU NAGA TAK LAGI BERTUAH
Oleh Romy Sastra


Sejarah tuah dalam peradaban negeri
ranah dilingkar adat dan sara' nan elok budi, tergerus zaman oleh kehidupan anak tirani nenek moyang kami.

Dalam sejarah tempo dulu, ketika banjir bandang melanda paru-paru induk sungai Batang Bayang, yang mengalir dari berbagai mata air di sela-sela sungai kecil di hulu rimba Bayang Utara.

Suatu ketika keajaiban alam berlaku di Negeri Kubang, banjir bandang meluluh-lantakkan apa yang ada menghambat laju arus air bah ke muara. Entah dari mana sepasang ular naga berenang dari hulu rimba, terpasung oleh takdir di ujung kampung, hingga menjadi batu.
Sampai saat ini penjelmaan batu naga itu masih ada.

Ketika naga menjadi batu di ujung kampung, banjir bandang tak mampu menenggelamkan negeri hingga batas akhir desa, sehingga Banjir mengelak keluar area desa.

Batu naga nan bertuah, berharap tuahnya dari ridho Allah SWT yang maha kuasa. Adakah naga itu titipan jelmaan Tuanku nan bertapa di Negeri Danau asal muasal negeri Bayang umumnya, Nagari Kubang khususnya. Ataukah sepasang tongkat keramat terbang dari pemilik tuah bumi andalas, tongkat berenang berupa ular naga.
Amanah dari pemilik tuah untuk Kearifan alam yang di legendakan hingga akhir zaman, wallahu'alam bisawwab wallahu'alam kisawwal.

Banjir di negeri kami adalah pesta tahunan, ironisnya hampir tiap bulan. Adakala banjir bandang besar datang dalam setengah dekade bertamu menguji iman anak negeri, bukan sekedar uji nyali lagi. Tetapi uji keyakinan antara tuah dan ridhoNya.
Ketika tuah berlaku jadikan ia iqtibar bahwa negeri itu diberkahi dari yang maha kuasa, dan jangan kotori dengan seribu satu macam konflik di tanah keramat bunda, yang pemilik tuah akan mencabut ridhonya dan berlalu pergi dengan sendirinya hingga ringkih batu teronggok jadi bisu tak lagi berpenunggu.

Ingat, bukan batu alam kekuatan menyelamatkan negeri. Syukurlah legenda tak di dewakan di negeri kami hingga kini. Keyakinan umat tetap berjubah di dada pada Rabb yang memangku buana ini.
Ingat, jangan kosongkan rumah qulhu di corong jantung negeri berkumandang subuh, siang, petang, maghrib hingga menempuh malam. Kala malam menengadah kearibaan, berharap lindungi kampung kami ya Illahi dari marabahaya dan bencana, hanya padaMu kekuasaan yang menolong.

Ketika batu naga tak lagi bertuah,
jangan salahkan bunda mengandung.

Para penghulu tak lagi amanah dengan sumpah:
Ke atas tak berpucuk, ke bawah tak berurat akar, di tengah bolong diliangi kumbang. Begitulah sumpah jabatan disandang jangan lalaikan, amanahlah!

Bundo salingka kaum bertalian basudaro sadonyo. Jangan buat bibit sengketa di tanah tirani nenek moyang bundo kanduang ikon limpapeh rumah nan gadang.
Saling tegur sapalah satu sama lainnya, padamkan bara api membuncah jadi lahar membakar seantero sendi kehidupan nagari.

Lestarikan kearifan alam di bumi ranah minang tanah bundo.
Jangan di rimba membabat lahan sembarangan tanpa reboisasi kembali. Yang akan menyebabkan longsor lereng rimba di mana-mana dan menimbulkan banjir bandang tiba-tiba.

Wahai, para generasi ke regenerasi, bangun kepribadian.
Jangan ciptakan virus zaman pada pergaulan yang bersahaja.
Jangan lukai antar sesama saling berbagilah!

Wahai pemangku tahta dalam titipan risalah lima tahunan, bersinergilah selalu dengan amanah, jangan sampai lengah.
Dan kepada pemangku tahta berikutnya, komitmentlah hingga pada suatu masa jabatan di pundak bersafari putih di ajang pesta demokrasi rukunlah!"

Wahai, kepada corong umat yang berkumandang sabda di mimbar religi, teguhkan iman umat hingga badan berkalang tanah, tak terbawa arus kompetisi seremonial zaman, jadilah jati diri sendiri sebagai ulama.

Dan terkhusus pada penulis saya sendiri, jangan jadi pembual sebagai penulis opini renungan nurani saja, berbuatlah sesuatu secara real pada tintamu ini. Hehem, jangan jadi bedebah.

Doa kami ya Rabbi,
redalah hujan yang tak henti-henti itu hingga mengakibatkan banjir besar. Jadikan hujanMu berkah dan rahmat bagi kehidupan ini.
Hindarilah bencana melanda negeri kami,
kepadaMulah kami berlindung dari marabahaya musibah banjir ini... amin.

HR RoS
Jakarta, 05012017.
(dalam renungan kampung dilanda banjir saat ini)



Renungan
TESTIMONI PADA SUATU MIMPI
By Romy Sastra


ada yang lebih panas dari api
yaitu matahari
ada yang lebih tajam dari belati
yaitu mata hati
panas dan tajamnya mata hati,
bisa memandang cahaya yang tersembunyi

angin dan air kekuatan yang paling kuat di dunia ini,
tapi, ada yang lebih kuat dari angin dan air yaitu rasa
Sedangkan rasa bisa mengenal Dzat Illahi

itulah sempurnanya insan kamil yang tahu jati diri,
keadaan nan abadi ada di alam diri,
sampai ke akhirat nanti maha nyata sekali

HR RoS
(tertulis di Jakarta, Senin malam
1-Mei-2000,
sebuah kertas menghampiri dalam mimpi)



Renungan
MUSYAFIR
By Romy Sastra


Debu tak mesti bernoda padahal ia nirmala
sauk saja jadikan tirta tak basah
adakala ia pembersih yang dihalalkan
pergi bertamu ke Baitullah
jalan sang musyafir seribu langkah tak lelah
Sedangkan peluh meluruh di tubuh
bercampur debu bernoda tak mengapa

Kenapa banyu melimpah tak disentuh
tuk bersihkan wajah pada religi
sedangkan matahari di hati
tak pernah redup menyinari
puji-pujian pun di rongga
tak lekang memandu ruh di nadi

Ah, malulah pada hayat
tak lelah menghidangkan nafsu duniawi
kenapa tak disyukuri pemberian yang ada
bulan masih purnama
kejora masih kerlipkan cahaya
matahari belumlah terbit dari barat
berbenahlah sebelum terlambat

Ah, malulah pada ruh
ia masih bermain riang tak berbaju
bercumbu sunyi dalam kelambu rindu
ketika tamu tak di undang datang
jangan sesali tarian jiwa terhenti tak lagi berirama
penyesalan alang kepalang tiada guna
kembalilah wahai diri pada-Nya
dunia tak pernah indah
meski disulam dengan emas permata

HR RoS
Jakarta, 230217



Renungan
TESTIMONI PADA SUATU MIMPI
By Romy Sastra


Ada yang lebih panas dari api
yaitu matahari
Ada yang lebih tajam dari belati
yaitu mata hati
Panas dan tajamnya mata hati,
bisa memandang cahaya yang tersembunyi.

Angin dan air kekuatan yang paling kuat di dunia ini,
Tapi, ada yang lebih kuat dari angin dan air yaitu rasa.
Sedangkan rasa bisa mengenal Dzat Illahi.

Itulah sempurnanya insan kamil yang tahu jati diri,
Keadaan nan abadi ada di alam diri,
Sampai ke akhirat nanti maha nyata sekali.

HR RoS
(tertulis di Jakarta, senin malam
1-Mei-2000,
sebuah kertas menghampiri dalam mimpi)



RENUNGAN

Jangan terlalu percaya kepada orang lain, karena bayangan diri sendiri saja menghilang di kegelapan malam.
Berjalanlah dengan mata hati
meski kaki tak melangkah, karena
mata hati mampu menerangi yang tak bercahaya.

HR RoS
Jkt, 30012017



ANEKDOT adalah karangan cerita singkat yang menarik, lucu, dan mengesankan karena isinya berupa kritik atau sindiran terhadap kebijakan, layanan publik, perilaku penguasa, atau suatu fenomena.

Anekdot
PAPA BEDEBAH
Romy Sastra


Harimau mengaum bukan lapar di gurun itu tuan
Serigala mengintai sisa-sisa bangkai
Capung-capung menari di taman ilalang
Kuda berlari kencang mengejar awan
Joki terjungkal di meja sidang pamit keluar
Si badak tetap dungu membisu di kursi pesakitan
Raja hutan tepuk jidat di istana
Pening aku bah, negara kian susah
Kebutuhan rakyatnya ditelan mentah-mentah

"Ah, aneh memang tingkah tuan?!"
Apakah itu trik licik disusun rapi di balik layar?
Opera papa membuat anak negeri mencibir di sudut bibir yang kian kurang ajar

Bukankah meja yang dipakai tuan adalah ketua, tempat membuat undang-undang anti korupsi?
Ternyata senjata makan tuan
Apakah tuan-tuan yang hipokrit, ingin menunggu giliran juga?
"Ya, tunggu sajalah."

"Padahal tuan punya hati, punya rasa, punya keluarga, tak malukah?"
Ketika rapat menyusun amanat, tuan duduk di kursi empuk yang berjubah dewa,
dikau mengantuk
Titah rakyat dititipkan di pundakmu dilengahkan begitu saja
Sedangkan janji-janji di pentas demokrasi masih segar kami ingat
Kenapa tuan beropera sakit di meja pesakit?
Padahal kue bakpao sudah tak lagi menempel di jidat
Alasan mencret, memang kekenyangan kebelet
Lebih baik tuan pamit dulu ke toilet
Hilang masuk ke lubang septic tank
Ada kawan-kawan busukmu menghibur di sana
Tikus-tikus berdasi tak bermaruah lagi

HR RoS
Jakarta, 151217



Anekdot
BAKPAO DI KEPALA PAPA
Romy Sastra


"Papaa...?! jangan suka keluar malam!"
sebab, di jalanan KPK berkeliaran mencari papa. Sahut si istri pada suaminya.

Lantas, suaminya menjawab dengan spontan

"Ya ..., Mama?! Papa keluar rumah sebentar kok, cuma hanya mencari bakpao saja, Ma."

Akhirnya Mama mengizinkan Papa keluar rumah mencari kuliner malam.
Belumlah hari beranjak malam, papa sudah berantem dengan sebatang pohon. Papa terkapar di sisi jalan, disirami rinai seperti tetesan air mata rakyatnya karena luka yang terburai.

Ternyata kuliner malam itu sudah disantap bersama-sama, berpesta di balik meja mewah.

Tak berapa lama, papa diantar ojek menjelang malam ke hospital dengan tubuh yang lunglai, dan bakpao itu nempel di kepala. Lucunya, Papa pingsan seperti orang bingung.
"Lucu ya, emang lucu."

"Papa pingsan, kok seperti orang ketakutan,
kata punggawa yang disewa, ditanya si pemburu berita."

"Kenapa bingung dan seperti orang ketakutan ya, Papa?"
Apa salahmu Papa?
"Ahh ... papa, apa mungkin lagi ketakutan sama KPK yang mencarinya."

Papa keluar rumah membawa Fortuner tua, menyamar jadi orang biasa dengan sengaja membuat delik menabrakan kendaraan rongsokannya, atau lagi berkonspirasi delik hukum dengan sejawat dan kolega, untuk menantang KPK supaya lepas dari jeratan hukum kedua.

Padahal Papa menghilang bukan untuk senang-senang, tapi tujuan alasan sakit yang mendadak. Delik licik Papa menumbalkan Fortuner tua di senja hari sebagai buang sial dari kesusahan rakyat pada pemimpin yang tak amanah pada jabatannya. Demi untuk menunda proses hukum menjeratnya. Papa rela malu-maluin diri, memang Papa gak tahu malu,
dasarr....

Bandel sih, Papa.
Mestinya Papa di rumah saja atau lari ke Kutub Utara, beku jadi es di sana.

Akhirnya Papa ketangkep deh.
Pertama ketangkap, Papa kuat, bisa lepas lagi.

Ketangkap kedua kalinya, Papa ingin berdelik untuk sakit, ternyata memang sakit di gedung pesakitan, hehe....

HR RoS
Jakarta, 171117



Anekdot
PETANI DAN BURUNG PIPIT
By Romy Sastra


"Pada suatu pagi...
para petani desa, bersenda gurau di kedai kopi.

Selepas sarapan pagi itu, terjadilah dialog aktivitas sehari-hari di antara mereka
tentang kehidupan aspek kampung yang serba pahit dan sulit.

Salah seorang petani mengajak kawannya untuk bangkit dari tempat duduk di kedai itu.

"Ia berseru..."
kita ke sawah yuk?
sahut pak tani, ke kawannya yang di sebelahnya.

"Kawannya itu menjawab...
malas ah, sahutnya.

"Kenapa emangnya...?"
pak tani itu balik bertanya.

Kawannya tadi memberikan alasan yang sangat di plomatis.

"Oohh... pak tani, kalau kita jadi petani.
Sudah pupuk mahal
obat padi harganya selangit,
mirisnya lagi, sering gagal panen.

Ketika panen juga nantinya,
harga padi dan beras di beli murah sama pengusaha tengkulak.
Parahnya lagi, beras juga di impor dari luar negeri menyaingi harga pasaran dari petani.
Kalau tidak di jual padi dan beras itu, nanti tak bisa menutup hutang biaya usaha pertanian. "Uuhh, deliknya sikawan itu.

Pak petani itu balas menjawab;
ya?"
kau banyak teori nampaknya kawan
alasanmu saja kau tak mau berusaha
dasar rakyat pemalas kau ini.
Coba kamu pikir, kalau tak ke sawah kita-kita ini"
tak lagi bertani, mau makan apa kau dan keluargamu nanti?

Kawan itu bergumam lirih,
"Uuhh... dasar kau tak paham program pemerintah selama ini pak tani,
yaa, pak tani.

"Tahu gak kau pak tani...?
Program pak Menteri sekarang ini impor beras dari Thailand.
Beras di beli murah di jual mahal. Beras dalam negeri harganya di politisi. Deliknya, persiapan beras dalam negeri tak mencukupi.
Padahal negeri ini surplus lumbung hasil tani....

***

Sang tengkulak pecundang berkilah dari sudut kedai itu. "Uuhhh..."
debat tingkat rakyat sok pintar.

Hehem,
termasuk si penulis anekdot ini. Alamak, gue juga termakan tulisan sendiri.

Coba pikir baik-baik kata si tengkulak.
Kalau kau tak ke sawah...?!"
paceklik kemiskinan akan semakin pahit, kehidupan ini kian menjerit
pemerintah akan semakin terjepit.

"Ah... kata si petani,
dasar kau tengkulak.
Kau tahu cari untung saja sebagai pedagang. Sebenarnya, kaulah biang kerok semua masalah harga selama ini.

"Uhh, enak saja kau berkata jawab tengkulak.
Aku hanya pembeli dan penjual saja, hanya jembatan antara kau dan pemerintah,
wajarlah aku dapat keuntungan.

Pagi itu sudah beranjak pergi,
tak terasa matahari sudah mulai meninggi.
Debat para petani itu tak kunjung jua selesai.

Pipit, siburung sawah mengintip debat petani di kedai kopi,
dari ranting pohon di kebun yang tak berapa jauh dari kedai itu.
Siburung pipit mencicit lirih, miris, seakan berbisik dalam cicitnya. Berharap sedih mendukung petani,
ke sawahlah pak tani...! harapnya.

Aku si-Pipit ini, sama halnya dengan simungil kalian di rumah yang lagi doyan makan.
Jangan kau hiraukan birokrasi di atas.
Optimislah ke sawah!
tataplah selalu mentari pagi itu
di sanalah kehidupan.

Aku sipipit sawah
sipencuri biji padi yang menguning, menumpang hidup dengan petani. Ia adalah kearifan Tuhan yang disediakan untuk kehidupan, saling menjaga dan melengkapi. Hehem, rayunya si-Pipit kecil.

Aku sama halnya dengan siburung Hantu yang di sana"
dan siburung Hantu itu jauh lebih berbahaya lagi, satu lumbung negara dimangsanya.
parahnya lagi,
bahkan lumbung pun dijualnya....

HR RoS
Jakarta,29-11-2015, 08,05



FIKSI adalah cerita atau latar yang berasal dari imajinasi. Dengan kata lain, tidak secara ketat berdasarkan sejarah atau fakta.

Fiksi
BERBAKTILAH ANAKKU
Romy Sastra


Ning nang ning nong, anakku gendong
"Cepatlah tidur, Nak. Ibu menanak nasi, buatmu jika lapar nanti."

Si mungil akhirnya diam di pangkuan, merasakan betapa nyamannya buaian belaian kain gendongan.
Si Ibu dengan cekatan mempersiapkan menu untuk keluarga, sebentar lagi hari akan petang.

Kebiasaan di kampung, teringat masa kecil,
Ibu memanggil anak-anaknya.
"Anak-anakku, mari makan bersama, duduk kita bersama Ayah." Sahut Ibu pada anaknya.

"Dengarkan Nak!" Sebelum nasi ini dimakan, terlebih dulu kita berdoa. Semoga nasi yang dimakan menjadi darah daging yang halal. "Bagaimana Ayahmu, dari pagi hingga ke petang membanting tulang mencari sesuap nasi buat kita," dan membiayai sekolahmu hingga lulus sarjana. "Kelak kau dewasa, memiliki pekerjaan dan menjadi anak yang sukses, jangan lupa jasa orangtuamu ya, Nak?!"

Anak-anak itu terdiam, sesekali ia melirik ke arah Ayah dan Ibunya sedang makan, ada butiran bening menetes di sela pipi, bukan karena peluh, melainkan pilu dan luluh hati kedua orangtuanya merasakan kehidupan yang begitu sulit untuk menatap masa depan.

Di sela suap demi suap diayun, ada sebuah pesan dari Ayahnya.
"Oh, anak-anakku?" Kenanglah lara hidup ini, untuk bahan dikau tahu diri nanti.
Supaya jerih Ayah kau balas Dengan ibadah.

"Menunduklah berjalan, supaya kau tak terantuk di bebatuan." Sebab, dengan berjalan hati-hati adalah pelita hati.

"Dan, kenang juga Ibu menggendongmu kala kau bayi!" Betapa nyanyiannya menyayat hati, berharap kau cepat terlelap, jangan menangis.

"Jika kami ini, kedua orangtuamu tua nanti, jangan abaikan dari pandangan dan perhatian." Sebab, tenaga itu tak lagi kuat berjalan apalagi berlari.
Bukan kami menuntut untuk digendong seperti kau dulu bayi, kami hanya butuh perhatian ingin disayangi juga, tak tersakiti dengan kata-kata, ahhh ...
Apalagi ocehan,
menyusahkan saja ini orang tua.
"Pedihhhh, Nak?!" Jika itu terkisah nanti ....

HR RoS
Jkt, 050118



DIKSI adalah suatu pilihan kata yang tepat dan selaras dengan penggunaannya dalam menyampaikan sebuah gagasan atau cerita yang meliputi gaya bahasa, ungkapan, pilihan kata, dan lain-lain, sehingga didapatkan efek sesuai dengan yang diinginkan.

Diksi dalam kenangan
ULTAH ITU BISU

Mendung gelap berkabut
di langit rasa linangan airmata tertumpah
moment ini,
Lilin yang kupegang ditangan,
kusimpan di meja
tak kunyalakan lagi,
kue tar itu tiada diatas nampan cinta
apalagi tamu dan kado tak jua menyapa.

Ultah yang bisu,
ketika ultahku singgah di beranda usia
bertamu dihadapan rumah
aku persilakan masuk lewat jendela
Kepagian sekali dia hadir menatap berandaku,
aku terdiam.
bergumam sendiri dalam hati,, mmmm
mataku berkaca kaca, kado senyuman cintanya hadir lewat jendela.

persetan dengan ultah senja,

Aku ambil selimut dingin kubalut ketubuh
dipembaringan aku menatap hayal ke dentingan detik-detik jam dinding.

Aku malu menampakkan wajah ke beranda
Sesekali menjulurkan kepala lewat jendela
hari apa ini..? hhhhhhhhh
aku tertawa dalam bisik hati,
mmm aku seperti bermimpi, tertanya di bilik sunyi
terlupa sudah miladku sendiri.

Aku mencoba intip taman kecil disamping rumah
satu bunga berputik mekar
mekar ditaman hayalan
ingin rasanya kupetik,
kan kujadikan sebagai lilin-lilin kecil diatas kue tar yang tak bernampan.

Mmmm,, ultahku bisu
kue tar itu tak kuhidangkan
biarlah menjadi angan-angan
diantara tamu maya hadir menyapa
sebagai kado terindahnya walau hanya sebatas salam dan doa.

Hayalku menemani hari jadiku.

HR RoS
Jakarta 9 july 2015



Diksi dalam kenangan.
CABARAN EGO YANG TERSEMBUNYI

Pupuh bait puisi pilu
diksi ini selalu melukis rindu

duh,
Perjalanan kasih ini semakin tak di mengerti
kau anggap kabar burung itu
merusak sendi-sendi maruahmu.

perjalanan cinta di ranah maya
membisikan kata-kata indah
tak kau pahami celoteh nuri
kau hias nyanyiannya dengan emosi.

mmm,
dewasakanlah diri
Jadikanlah teladan tuah yang bisa di mengerti.

Perang pedang cinta
di singgasana hati berdua
terluah menulis melukis melalui tinta
sama-sama menjaga martabat wibawa.

Nyaliku ciut
akhirnya ku dungu,
karena ku malu.

Pupuh diksi menyapa hari
mewarta syair di seantero rasa seni
senandungkan alunan rindu
Study hatiku tak pernah di pedomani
karena kau kaku memahami sesuatu
tentang cinta di langit biru.

Sayembara bergelora
cabaran menari di pentas ego
karena merasa sama menjaga harga diri
terluka sudah, obatilah sendiri.

Aku bertanya kini,
Setiakah cinta menjelma sepanjang masa..?
duh bunga, ditaman mekarlah
benalu prasangka berlalulah
untuk yang terkisah dan buat sahabat semua.

Seringkali terselip salah sangka
luah undur selalu menyapa
aku pasrah tapi tak rela.

Maya,
terimalah burung merpati itu kembali
dalam tatapan jingga,
fahamilah ia...
karena merpati itu
tak pernah ingkar janji.

HR RoS..
Jakarta 20-8-2015



Menyusun diksi sajak menari
KETAR KETIR DI PENTAS TARI

Sorot pijar pesona seni
pentas megah layar terkembang
kupu kupu bersolek di bilik ganti
lentik tarian gemulai beraksi
dalam pertunjukan kuda lumping
seni tari.

Ketika aku berlakon sebagai MC
melangkah menaiki panggung
tiba tiba kupu kupu menari
bak kuda sembrani
irama terkait kain songket
tak pandai menari lantai berjungkit.

kodok tertawa di tengah padang
lampu padam kodok berkotek
seakan opera usai
gulita dalam pentas tari mencekam
sang kodok diam bernyanyi
telah lelap,
lelah menyambut pagi
pesta satu malam selesai sampai disini.

HR RoS
Jakarta, 10-4-2016, 00:00



PROLOG adalah pengantar dari suatu naskah yang dapat berupa dialog atau kilas balik dari suatu peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Prolog
NOKTAH YANG TERSIKSA
Romy Sastra


"Kasih ..." sapa lamunanku, di angan yang tersisih pada kekasih. Yang aku telah memilikimu, jauh sebelum noktah kita terjalin di depan penghulu.
Kita yang pernah jatuh hati di labuhan batin, berjanji: akan mengarungi bahtera dengan cinta sampai mati. Separuh layaran perjalanan, ujian datang, biduk dikayuh kenapa terhenti? Mestinya cabaran gelombang hidup itu dilalui dengan kasih sayang, bukan ringan tangan. "Kenapa tuan garang ke pipiku?" Setiap ada kelalaianku, muka ini sasaran jadi lebam.
"Apa kurangnya aku kepadamu?"
Pada riak hidup yang kita hadang, janganlah gamang. Sekoci pun bisa turun, jika layaran ditenggelamkan, biarlah tubuhku ini mengambang di riak lautan, awan hitam berlalulah!
Biarkan takdirku terdampar di dermaga tak bertuan lagi.

Kini, kebahagiaan itu hanya sebatas mainan. cintamu hanya gombalan saja, demi mendapatkan sesuatu dariku, dan cincin kawin yang kau ikatkan di jariku dulu, ternyata suasa.
Aku kecewa, tapi kusimpan kekecewaan itu dalam-dalam.
Bersampan bersamamu adalah kebimbangan
Jiwaku remuk pada jalinan noktah yang tersiksa
Akhirnya aku mengalah bukan tak mencintaimu
Daripada hidup bermandi air mata darah, lebih baik kusunting sepi menutup rapat-rapat bayangan memori bersamamu.
Akhir sebuah kisah, berakhirnya noktah
Berbalik arah memilih jalan berpisah ....

HR RoS
Jkt, 021117



KUCINDAN merupakan pantun kelakar dari Sumatera Barat

ragam kucindan
TAKBIR BUYA TAISAK DI HARI RAYO
Karya Romy Sastra


Jauh-jauh tabangnyo si burung bangau
namun hinggoknyo
yo ka kubangan juo
jauh-jauh bujang marantau
namun pulangnyo lai ka kampung halaman kito.

Karatau madang di hulu
babuah bungo balun
marantaulah bujang dahulu
di rumah paguno balun.

Lah jauh tabangnyo perjalanan
putera daerah mancari ilmu
lah tarang nagari di sabalah
lah silau mato mamandang nagari urang
nagari kito basilang sangketo
antah bilo katarangnyo.

Tadanga saluang kubalo di lereng bukiek
di rambang patang hari
sayuik-sayuik ganto padati
bansaik di badan
lah jadi pamenan diri.

Baurai isak tangieh ka dado
nasib si dagang malang
galeh takambang hujan tibo
sumarak Bayang Sani
di balai induak-induak kito
barabuik patang
manjalang sanjo hari.

Manangieh tapian bundo
anak nan ketek lah digadangkan
lah gadang dak kunjuang pulang
lah cadiek si bujang diasuh angku katik
babalieklah ka Bayang Sani
ramikan nagari kito.

Kinilah masonyo anak nan paguno
mambangun kampuang jo nagari
bia dak sio-sio jabatan disandang
selagi masih bafungsi
mambuek anak kamanakan bangga kini.

"Yuuukk...!"

Jadikan koto baru tanah religi
Bayang pado umumnyo
itu baru kujempol, salut kami.

Dangalah rintihan sayuik-sayuik sampai
kami menadah hibo
gemparkan Mesjid Jihad itu nanti
dengan orasi dakwah islami.

Mesjid kitolah asri buya
di jalan raya Bayang Sani
di bangun jo amal jariyah petani
tapi mesjid itu kosong
dengan cahaya pengetahuan ulama,
ulama itu di mano kini ?!"

****

"Ooo ...buya?"
Babalieklah kanagari
doa kami menyertai kesehatanmu.

Katiko tanah merah tabantang
di nan langang
sasah mayit tibo kudian
indak katadanga lai rintihan misteri
ka mesjid Jihad itu nanti
maratok surang di kayu gadang
takana jaso bundo alun di tunaikan.

Pitaruahkan anak kamanakan
sarato umaik jo nagari
mahimbau jo hibo hati
babalieklah kanagari kito
bangun kampung halaman
basamo-samo kumbali
nanlah ditinggakan sedari dulu.

Nan cadiek panuntun sipandieh
nan cegak panuntun sitengkak
nan nyariang panunjuakan si pakak
nan tarang panuntun si buto
nan kayo tampek batenggang
nan bansaik jaan bahibo hati
nan pandieh pailah batanyo
ka tungku parapian buya kito
bia masak aieh tajarang.

Tamakan indak tasasali
taupek usah dicaraco
cukuik inok-inok palito hati
kok karuah aieh di hilieh
tolong janiehkan aieh di hulu
ampun baribu ampun ka nan kuaso
pinta jo pinto barilah maaf mamak kami
lah cegak sakiek di hati.

Bungo rampai alah tuangku serakkan
ka sarek pantun di nan rami
baguru ka padang data
dapek ruso balang kaki
baguru kapalang aja
bagai bungo kambang tak jadi
balaieh sampai ka pulau
bajalan sampai ka bateh
batanyo ka nan tahu
manuntuik kaji kapado ahlinyo
apa kaji dek diulang
pasa jalan dek dituruik
mangaji sampai khatam
alam takambang jadi guru.

"Buya...?!"

Kami tunggu kesaksian khutbah ulama
di Mesjid Jihad Koto Baru Bayang
di hari rayo nanti.
Sang putera daerah berkumpul
DR Ahmad Kosasih
berharap khutbah takbir
balinang aieh mato di ranah bundo
bia talarai isak nan salamoko

Salam santun dan hormat kami
dari anak kamanakan sarato umaik jo nagari.

HR RoS
Jakarta, 3-2-2016, 10,32



QUOTE dalam kata kerja berarti mengulang atau menyalin sebuah teks atau pidato yang ditulis atau disampaikan.

Quote

"Menggapai suluh ke matahari, menanam cinta di mana kita berada, berbibit doa di setiap langkah adalah titian menuju-Nya"

Romy Sastra



Catatan Romy Sastra
PUISI DAN DIKSI


Puisi harus berdiksi, kenapa?
Karena puisi adalah menuliskan sesuatu yang indah dan bermakna
Apa itu diksi?
Diksi adalah kata-kata pilihan.
Kenapa harus dipilih kata-katanya?
Ya, karena puisi itu bukan rumpian hati.

Romy Sastra
Jakarta, 6221

Selasa, 28 September 2021

Cerpen - SI JAKA KECIL PUTUS SEKOLAH Penulis : Romy Sastra


   Lahir ke dunia fana ini telanjang, hanya membawa senyuman dan tangis, ada yang diam seperti bingung, tak tahu alam apa ini? Sembilan bulan dalam kandungan, si jabang bayi disayang dibelai dari balik tirai, tersekat oleh dinding rahim seorang ibu, tak dihiraukan. Si jabang mengabdi berada dalam masa fitrah bersama Tuhannya, bersaksi pada Rahman Rahim memuji lewat nadi dan jantung bertasbih.

"Pak, sebentar lagi anak kita lahir ke dunia",kata si Emak pada suaminya.

"Iya Mak, kita akan memiliki anak dari buah cinta kita, semoga anak kita lahir dengan selamat dan sehat."

Tibalah pada masanya, si jabang bayi menangis keluar dari garbah. Tak berbaju hanya membawa tumpahan darah membuncah seperti gunung api memuntahkan lahar ke seantero daratan yang ada. Miskin memang, si jabang seperti bernasib malang, terpancar dari raut wajah yang pasrah, hanya dibalut selembar kain usang. Ditingkahi tangan cekatan si dukun bayi di perkampungan kala itu.

Hari berlalu, bulan berganti tahun, ia jalanin hidup ini dengan riang. Si jabang bayi telah tumbuh remaja, ia bernama Jaka.

"Jaka?" seru Emaknya dengan penuh kasih sayang.

"Iya, Mak?" jawab Jaka pada Maknya.

"Jaka, kau sudah berumur tujuh tahun, nak?! Sudah masanya kau sekolah, sekolahlah yang pintar ya!" nasehat Maknya pada Jaka. "Kelak kamu sudah dewasa, carilah ilmu yang bermanfaat yang mengantarkan kehidupan masa depanmu bahagia dunia dan akhirat."

Nasehat, doa dan harapan si bunda memacu semangat hidup si Jaka belajar dan terus belajar hari ke hari di awal sekolahnya.

Di sela-sela waktu masa pulang sekolah. Jaka selalu membantu pekerjaan kedua orangtuanya di sawah dan di kebun. Dalam hati kecil si anak, betapa mulianya pekerjaan orangtuanya dari pagi hingga petang bergulat dengan lumpur sawah dan menari bersama ilalang tajam menusuk kaki si Ayah dan Ibu yang tak kenal menyerah mencari nafkah sebagai petani di kampung, demi membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya.

Singkat cerita

Gontai langkah si Jaka, detik-detik perpisahan kelulusan sekolahnya. Si Jaka dalam hasil rapor SD yang lumayan bagus, pas menduduki bangku kelas enam tahap akhir, Jaka jarang masuk sekolah demi membantu orangtuanya, ia akhirnya gak lulus dan gak bisa sekolah ke jenjang selanjutnya tingkat SLTP. Penyebab, kedua orangtuanya Jaka tak mampu, miskin, bukan Jaka tak pintar. Si Jaka kecil seringkali tak masuk sekolah mengikuti mata pelajaran dari gurunya. Hari-hari Jaka banyak dia habiskan di sawah dan di ladang. Hingga study mata pelajaran jarang ia ikuti.

Berbilang masa terus melaju, remaja si Jaka kecil akhirnya putus sekolah. Karena kedua orangtua yang tak mampu membiayai si Jaka melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi. Sebab, faktor ekonomi kedua orangtuanya yang payah.
**********

"Mak, Jaka tak lulus sekolah, mak."

Jaka pergi merantau saja ke kota ya, Mak?!" pinta Jaka pada Emaknya.

"Tapi, kau kan bisa nyambung sekolah lagi tahun depan, Jaka!"

"Tidak Mak, Jaka malu dengan adik-adik kelas, jika Jaka satu bangku dengan adik kelas itu."

"Lho... lalu mau jadi apa kamu Jaka, kalau kau tak mau sekolah lagi?"

"Aku ingin berbakti sama Ayah dan Mak. Mencari uang untuk membantu adik-adik nanti. Biarlah aku mengalah asal adikku bisa sekolah, pinta Jaka meyakinkan kedua orangtuanya."

Jaka si remaja kecil akhirnya pergi tinggalkan kampung halaman dan kedua orangtuanya, merantau ke kota. Dapat usaha kecil-kecilan di kota. Jaka teringat janjinya, tuk memenuhi janji membantu orangtuanya menyekolahkan adik-adik di kampung. Orangtua Jaka berbangga hati, ternyata anaknya si Jaka sukses di rantau tanpa berpendidikan sekolah tinggi.

*****TAMAT*****

Catatan: segelintir kisah pernah terjadi pada suatu kehidupan di masa yang lalu.
Beda masa sekarang, tidak ada anak-anak bangsa yang tidak sekolah. Program pemerintah telah menyediakan anggaran untuk pendidikan siswa-siswi yang tak mampu.


"Yuukk...!!!
semangat sekolah anak-anak generasi bangsa.


Cerpen
SI JAKA KECIL PUTUS SEKOLAH
Penulis : Romy Sastra
Jkt, 15-09-2017




Rubrik : Catatan Romy Sastra
LITERASI SASTRA ZKN


Perjalanan kekerabatan itu hampir tiba di lokasi acara, delegasi melintasi kota Kuala Lumpur menggunakan bus. Setelah keluar dari jalan tol, bus menuju arah jalan perkampungan berbelok, menurun dan mendaki di lereng-lereng perbukitan Janda Baik.

Akhirnya tiba jua delegasi itu di destinasi Wadi Hussein, para delegasi keluar dari dalam bus. Satu ransel yang aku sandang dan tas tangan bertuliskan Jagadhita menghampiri tempat pendaftaran perhelatan sastra.


Delegasi ini berasal dari berbagai daerah provinsi di Indonesia, datang dalam kegiatan literasi sastra tiga negara pada suatu komunitas sastra diadakan di Malaysia.


"Assalamualaikum" sapaku dalam hati hendak memasuki area acara Wadi Hussein.


Dengan langkah pasti aku dan kawan-kawan memasuki area acara ZK NUSANTARA, dan aku menuju ke suatu venue pertama dengan membaca Bismillah... terus duduk di kursi meja pendaftaran dan mendapatkan nomor antrian peserta pembaca puisi dan nomor kamar untuk menginap serta pernak-pernik acara.
Dengan hati yang berdebar-debar kaki bergetar aku telah mendaftarkan diri sebagai salah satu tamu di acara ZKN, Ziarah Kesenian Nusantara.

Semilir angin dan suara alam menyambut kedatangan kami, ditambah dengan riuhnya bunyi aliran air mengalir di Wadi Hussein di tempat pendaftaran itu. Aku dan Umi berpindah ke belakang beberapa langkah dari tempat pendaftaran tersebut untuk menyauk air sungai dengan telapak tangan membasuh muka sambil berfoto-foto, dan tiba-tiba ada seseorang menyapa dari belakangku.

"Hai, Romy, kamu sudah tiba rupanya?" sahut suara itu.

Aku menoleh ke suara tersebut yang berada di belakangku.

"Hai juga, jawabku padanya," dan aku terpana padanya.

"Iya, aku baru saja tiba dan langsung mendaftarkan diri ke panitia."

Debar-debar hati itu buncah, bercampur aduk rasanya. Ternyata yang menyapaku perempuan cantik yang pernah kukenali di masa konvensyen temu penyair dunia di pantai Chap Bachok Kelantan.

"Ouw, kamu rupanya Nia?" tanyaku seperti tak percaya.
Dia tersenyum padaku dengan penuh kegembiraan, dan spontan kami bersalaman. Hampir saja perbuatanku silap padanya, untuk memeluk tubuhnya sebagai rasa persahabatan yang sudah lama tak jumpa, hehe

"Uupp, jangan sentuh aku Romy, ramai orang di sini!" Dia menegurku spontan.

Aku tersadar seketika dari refleks yang akan aku lakukan.

"Oo, sory" jawabku padanya.

Tanpa basa-basi, entah setan apa yang menggerakkan tanganku memegang tangannya, mengajak Nia berfoto-foto di tepi sungai kecil Wadi Hussein. Nia menurut saja untuk ikut berfoto-foto denganku, dan mbak Umi juga ikut berfoto-foto bersama kami.

ZK NUSANTARA adalah komunitas sastra tiga negara, Indonesia Malaysia dan Singapura. Komunitas ini digawangi oleh seorang geng sastra Ayahnda Yassinsalleh BT. Sosok Ayah ini seorang yang tegas disiplin dan militan di bidang sastra dan budaya. Beliau juga penulis serta pernah di masa mudanya berjaya sebagai produsen dan sutradara film layar lebar di Malaysia. Banyak penghargaan beliau miliki sebagai seniman. Saya sendiri bangga pada orang tua yang super semangat di masa tuanya dan sepenuh hati menjaga kerabat ZK sebagai anak-anaknya. Aku pernah mendengarkan perkataan Ayahnda ini tanpa basa-basi kepadaku dan juga kepada rekan-rekan yang lain yaitu:
"Romy, kamu sudah menjadi anakku dunia akhirat." Semasa aku hendak pamit pergi meninggalkan Bandar Sri puchong dari rumahnya Ayahnda siang itu ke airport KLIA 2 disaksikan oleh rekan-rekan yang lain.
Aku sempat tersentak kaget, ini serius perkataan dari Ayahnda Yassin padaku dan juga pada kerabat yang lain yang dijadikan sebagai anak-anaknya.
Kata-kata itu masih terngiang sampai saat ini, menandakan suatu sifat yang sangat mulia di dalam rasa kekeluargaan ZKN.

Wadi Hussein adalah nama tempat di Janda Baik, Pahang. Tempat ini semacam puri dalem dijuluki University Alam yang dibangun oleh seorang profesor Habib Hussein Alatas. Beliau ini seorang tokoh penulis yang sangat kontroversial dan reformis.
Dalam seminar sastra di salah satu venue acara tersebut. Habib ini pernah berkata kepada audiens;
Pak Habib ini empunya Wadi Hussein.
"Jangan letakkan sampah dalam kepala, hidup itu selalulah ternyum, jangan pikir apa orang kata tentang kita"
Kata-kata inspiratif itu melecut audiens melek mata akan mental baja mencabari kemelut dunia.

ZK NUSANTARA memiliki visi misi ke depannya di bidang kekerabatan sastra lintas negara Asean, perjalanan komunitas ini selalu berbenah dan memiliki banyak cerita suka duka yang menjadikan komunitas ini tegar berdiri dan berlari.

Baru saja delegasi selesai pendaftaran di hari pertama, semilir menyapa dari balik dedaunan, perlahan rintik-rintik turun membasahi seantero Wadi Hussein, dan hujan tiba. Secangkir kopi aku seduh di meja yang sudah disediakan panitia.
Sosok yang kukenali selama di dunia maya datang menyapa;

"Hai, Romy?" sapa suara perempuan ayu nan jelita di sampingku.
Sedangkan aku masih saja memikirkan perjalanan literasi ini, kenapa aku sampai di sini ya?

"Aku menoleh ke arah suara itu"

"Haaii ... Putri?" jawabku padanya.
"Kita jumpa lagi ternyata, ya?"
Putri ini salah seorang kerabat alumni Konpen di pantai Chap Bachok Kelantan dalam temu penyair dunia.

Dengan senyum yang sumringah Putri bersalaman denganku.

"Alhamdulillah kita jumpa lagi, Romy?"
sahut Putri padaku.
"Alhamdulillah juga Put, umur kita panjang ternyata."

Sebetulnya, ada juga salah seorang kakak yang aku cari, setibanya di Wadi Hussein. Entah dia datang atau tidak, dan tak beberapa lama, ternyata akak itu menampakkan wajahnya dari depan pintu penginapan dan dengan langkah bergegas-gegas, ia menghampiriku.

"Waduuu, adikku si Romy, Alhamdulillah kamu bertemu kakakmu sekarang di sini." sahut akak itu.

Aku langsung bangkit dari tempat duduk menghampirinya juga

"Kakak, kita sekarang berada di dunia realita, yang selama ini kita bersua di dunia maya?" Spontan aku memeluk kakak itu dengan rasa haru.
Dia kak Hana, kakak angkatku yang baik, dan kak Hana ini menatapku, tak terasa ada bulir-bulir bening menetes di sela pipinya.
Aku mencoba mengalihkan perhatian kak Hana ini untuk tidak berurai air mata di depan banyak orang, karena aku telah membuat ia menangis seketika karena haru.

Aku tertawa, hahahahaa ....
Cup, cup cup ... bujukku padanya.

Lantas, kak Hana pun tersenyum dan air matanya diseka.
"Kak, bisikku dalam hati. Aku melihat madah-madah puisi di raut wajahmu yang sudah tua ini. Kakak berhati mulia sangat padaku."

Aku meninggalkan sahabatku Putri dan kak Hana di meja hidangan tamu.

Hujan itu reda, hanya singgah sementara di Wadi Hussein untuk membasahi kebun-kebun yang asri dan rerumputan kelihatan hijau setelah diguyur hujan sesaat menambah dinginnya destinasi literasi wisata sastra di alam terbuka.

Pada sosok yang cantik kak Nia, aku menyapanya

"Kak Nia, aku lapar sangat ini!" pertanyaanku kepada cikgu dari Trengganu.
"Oya, apakah kamu tidak sarapan tadi pagi di puchong Romy?" tanya kak Nia padaku.
"Aku sarapan sedikit aja, tapi aku sudah lapar lagi ini." jawabku padanya.

Hingga kak Nia mengajakku naik mobil sedan hyundai putih menuju kedai nasi di sekitar daerah Janda Baik itu
Mampirlah kami di suatu kedai nasi yang tak jauh dari area acara.
Aku dan kak Nia bercerita panjang lebar tentang literasi sastra dan obsesi masing-masing hidup di kota yang berbeda dua negara ke depannya serta, bla,bla,blaaa ....

Kegiatan literasi sastra, wisata dan budaya digagas oleh komunitas ZKN membuat arti tersendiri di dada generasi lintas negara. Komunitas ini patut dilestarikan hingga seribu tahun lagi kata presiden ZKN Ayahnda Yassin Saleh. Meski cabaran dalam bentuk cibiran padanya selalu menerpa. Ayah Yassin itu menjawab dengan senyum diplomatis mangguk-mangguk. Ini dunia yang penuh sandiwara dan cerca 'the world of opera'
Ya, cabaran itu ditepis dengan madah-madah puisi hingga seribu tahun lagi.

Semangat ZKN, walau berdarah-darah. Kebyar-Kebyar Sastra di Nusantara terus berlayar hingga menutup mata.

ZIARAH KARYAWAN NUSANTARA, ZKN
Meraikan Malaysia Baharu
Di Wadi Husein, Janda Baik Pahang
7-9 Desember 2018