RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 18 Oktober 2018

Kumpulan Puisi LUmbang KAyung - TERSANJUNG



# PENGGEMBALA #


Aku si penggembala,
Bersama seekor kerbau dan anaknya,
Sebungkus bekal makanan di pinggang,
Telusuri padang tanah basah berlumpur,
Meniupkan sebilah seruling bambu,
Dendangkan nyanyian Duka Ibu Pertiwi,

Aku si penggembala,
Kian teriris luka di dada,
Ulah dari teror si pendusta,
Para penoda mulianya suatu agama,
Di tanah yang kini porak poranda,
Dari murkanya alam semesta.

Bergemalah wahai nada nada,
Dari tebing ketebing bebatuan,
Katakan aku disini,
Menanti panggilan dari NKRI,
Untuk menyerahkan jiwa dan raga,
Demi Tanah Air Indonesia Tercinta.

Aku si penggembala,
Bersama kerbau dan anaknya,
Bukan menjadi manusia hina dan tercela.

LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 18:10:2018





# TERSANJUNG #

Bintang kupandang dengan pesona,
Rembulan bersinar beri cahaya,
Teranglah malam gelap gulita,
Ajak si pungguk ikut bersuara,
Kabarkan indahnya alam semesta,
Tinggalkan sepi laranya jiwa.

Ketimbang langkah hendak menuju,
Jalan ku basah berlumpur pula,
Kononlah pula niat ku tau,
Tuah menyapa gema berkala,
Adakah takdir aku dapat bertemu,
Bersama tuan yang tinggi derajatnya.

Kutimang timang takdirnya raga,
Ku belai belai hasratnya jiwa,
Jikalau memang nanti dapat berjumpa,
Jangan di hina hidupku yang apa adanya,
Biar menjadi kenangan ku sepanjang usia,
Untuk cerita ku nanti kepada anak istri tercinta.

LUmbang KAyung
Tanjung Balai 18:10:2018
Buat Sahabat hati ku Bapak Drs Mustahari Sembiring





# MERAJUT RINDU #


Gurindam nada rentak berirama,
Syair pujangga merasuk sukma,
Adakah makna rindu menyapa,
Umpama angsa di tengah telaga,
Terbang tak tau entah kemana,
Berdiam diri gundah gulanya.

Jauh dermaga di seberang lautan,
Perahu berlayar tampa kemudi,
Teringat gelombang jadi tantangan,
Karang menanti di laut tak bertepi,
Mungkinkah aku sampai ke tujuan,
Menuai rindu yang tumbuh bersemi.

Hasrat di hati syair merayu,
Sambut bertuan tegur dan sapa,
Tersimpan hajat hentak bertemu,
Ingatkan niat yang lama tertunda,
Oleh karena rasa tak mampu,
Menggapai rindu yang jauh di sana.

LUmbang KAyung bersama Drs Mustahari Sembiring
Tanjung Balai 17:10:2018





# DONGGALA #

Langit menggelegar,
Mega hitam berarak arakan,
Bumi terus bergetar,
Gemuruh ombak menerjang daratan,
Terdengar pekik hingar bingar,
Menyambut jerit penderitaan.

Porak poranda isi alam,
Musnah sebuah impian,
Pucat pasih wajah duka terpendam,
Dalam tangis kepedihan,
Pecahkan cahaya hati yang kini kelam,
Terpojok di jurang kehancuran.

Hanya kepada mu tuhan,
Doa tulus ku panjatkan,
Dari setiap ujian yang kau berikan,
Ujian perjalanan langkah ku di kehidupan,
Yang tak dapat lagi terElakkan,
Walau ku kehilangan keluarga dan impian.

By : LUMBANG KAYUNG
Tanjung Balai 05:10:2018





# PILSAPAH KATA #

HIDUP INI INDAH,
BILA TIADA SALAH,
TIADA MASALAH,
NAMUN MENYERAH KALAH,
SELAMANYA MENGALAH KALAH,
KARENA PERJUANGAN HIDUP BUKAN PASRAH.

LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 30:09:2018




# MENGIRIS KEHANCURAN #


Risauku menatap mendung,
Di tanah kering yang meronta,
Menanti nyanyian kidung bersenandung,
Tak bersemi lagi merduanya nada nada,
Indahnya alam pun kian menghilang,
Berselimutkan syair syair yang ternoda.

Andai dapat ku gapai mentari,
Kan bergema raungan dari ruang murka,
Tepiskan halilintar yang menggetarkan sanubari,
Redakan goncangan gempa yang kian menganiyaya
Di relung ruang hati yang kian hampir mati,
Oleh karena hasutan dusta yang semangkin meraja lela.

Kembalilah indahnya alam nusantara,
Nyanyikan senandung gita cinta,
Biar ku dengar merduanya canda tawa,
Bergema membelah langit kehancuran,
Dalam keharmonisan ke Kebhinekaan Tunggal Ika,
Di Persada Tanah Air Indonesia Tercinta.

LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 12:11:2018
n 09:11:2018





# LELAH KU SENDIRI #


Mentari pagi,
Tetes embun di dedaunan,
Sayup menyapa naluri,
Namun rentan untuk ku bertahan,
Dalam mengisi hari hari,
Yang meninggalkan ku dalam pergaulan.

Sepi ku yang temaram,
Gelap di pekat malam,
Hilang gairah tenggelam,
Terpuruk bayang kelam,
Sendiri merenung dalam diam,
Merajut benang yang kian kusam.

Aku menanti rembulan,
Mengikuti langkah kesorangan,
Demi mendapatkan rezeki yang di beri tuhan,
Dalam memenuhi pinta kehidupan,
Walau ku hilang tinggalkan keramaian,
Dan terpuruk merangkai lelah yang ku rasakan.

LUmbang KAyung
Tanjung Balai Asahan 09:11:2018

Kumpulan Puisi Adi Bima - BOSAN



Kambing Hitam
oleh : Adi Bima



Siapa saja yg kau anggap musuh
Akankah kau jadikan kambing hitamu
Tak kenal saudara sedarah, masih saja kau anggap musuh
Demi nafsu bejatmu, semua saudara seimanmu kau jadikan kambing hitammu.


Wahai manusia berkedok salju
Masih kah kau menebar berita palsu
Berita baik kau jadikan buruk
Dimana naluri iman mu





. . . . . . . ..... BOSAN ..... . . . . . . .

Waktu berganti hari
Minggu berganti bulan
Bulan berganti tahun.

Adakah rasa bosan hilang sesaat dalam fikiran ku
Dan Terus mengingat akan kuasa Mu
Bosan hanya milik Mu
Aq hanya bisa bersujud untuk menghilangkan sesaat rasa bosan ku.

Bosan saat pekerjaan terus menghantui
Bosan saat rutinitas datang bertubi tubi
Dan aku takan Bosan mengingat semua Ciptaan Ilahi.

Oleh Adi Bima




Judul : Sesak
Oleh : Adi Bima

Nafasku mulai tak beraturan melihat tingkahmu
Terkadang konyol, ceroboh, dungu prilakumu
Sesak terasa dirongga nafasku
Disaat dirimu ada didekat ku

Jangan kau anggap semua itu sama
Karena aku tidak sama denganmu
Jangan lagi bertingkah bodoh
Disaat akal mulai menguasai mu

Semua terasa sesak karena prilakumu
Ada saatnya kau belajar untuk itu
Agar pada waktunya semua orang
Akan memujimu.





Primadona
Oleh : Adi Bima


Dulu kamu sangat digemari
Dari yg tua sampai yg muda
Walau Batu
Kamu primadona ku

Untuk meminangmu
Sangat menguras tenaga ku
Pagi hingga larut malam dan menjelang pagi
Semua sibuk denganmu
Batu yg dulu berdebu Jadi hiasan jemari ku

Tapi kini kamu hanya teronggok lesu
Tak ada lagi yg peduli denganmu
Dan kini debu menjadi teman sejatimu
Entah apa yg dalam benak ku, sampai kau menjadi hiasan jemariku
Batu oh batu, hanya kau yg tau apa isi hatiku.




Judul : Kepala Negara
Dibuat oleh : Adi Bima


Wahai Presiden Republik Indonesia.
Bagai mana sikap seorang kepala negara.
Disaat Rakyatnya datang ke istana.
Menagih janji kepada kepala negara

Mengharap janji untuk pengangkatan pegawai negri.
Tapi janji hanya tinggal janji
Disaat itu pula seorang kepala negara sibuk dengan rutinitasnya
Akan kah janji janji yg terucap, akan berlalu pergi begitu saja.
Tak sedikit rakyat mencibirnya dan tak sedikit pula rakyat masih menyanjungnya.

Wahai kepala negara, sampai kapan
Janji janji yg terucapa akan terlaksana
Disaat rakyat masih banyak menderita
Kepala negara sibuk dengan pekerjaan nya

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - BERTUBI-TUBI



Tak Bisa Berlari

Wahai mainkan lagu untukku
Irama gendang dan saron
Tak bisa aku berlari, gelisah merambat
Malam di kaki gunung
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Hanya asap tembakau
Dan kaki yang tertancap dalam
Di bumi berurai air mata

Wahai tarikan satu tarian
Dalam gelombang pasang
Impian dan harapan
liukkan tubuhmu
bergelombang perbukitan
Karena aku tak bisa berlari
Dari diamku terbalut kabut
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Di jejak telapak kedua kakiku sekalipun

Wahai mainkan biolamu
Di lorong keinginan menimangmu kembali
Pada deretan tangismu yang telah pergi
Malam ini tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Diantara suara nyaris hampa
Kasudpun tak lagi meninggalkan jejak
Aku hanya dalam penantian
Merentangkan waktu
Hitam dan putih
Dan menanti
Datangnya Mahsyar
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui

Hari ini
: aku seperti musnah dalam impianku !

Temanggung 2018





Sepagi ini, Ia datang


Seharusnya sepagi ini aku tak tersipu air matamu yang kelu
Jiwaku tersapu dalam sunyiku, waktu yang terpedaya
Wahai perempuan duka, anak bukit teluka
Katakan padaku seperti sebelumnya
Bahwa lelakimu tetap berwajah baja
Sepasang matanya,seliar gagak penakluk cakrawala

‘’Semalam tiga empat ekor burung piak mengitari atap rumah
Seperti mengabarkan tentang kematian,lelakiku tak kunjung berkabar’’
Katamu sedatar lautan tak bergelombang

-Aku dengar kotanya terhempas lautan
Tertelan bumi berderak terbelah-

‘’Tak tahu aku…tak tahu aku, degup jantungku menyesakkan dada
Rinduku menghentak sunyi malam-malamku, tangis anakku
Memanggil-manggilnya, Donggala, ia ada di Donggala’’

Tak mampu ia menyelinapkan cemasnya
Cahaya cintanya berlarian
Tak henti bertanya-tanya
Mencari cintanya yang lain
Lelakinya….kemana lelakinya ?

Wajahnya, sepagi itu mengingatkan aku
Pada perempuan muda penari Pontanu
Di Donggala yang dulu gemerlap
Masihkah ia meliukkan tubuhnya
Menenun Buya Sabe
Dalam irama Ngongi dan Ganda ?

Baru saja Dali Taroe
Polusu Unte
Ponto
Terlepas berserak dalam duka tak bertuan
Berluka
Berbalut Baju Nggembe
Tersapu deru laut berdzikir
Terkubur bumi terbelah
:hari itu kita harus percaya
Takdir mengunci jiwa

Ah sepagi ini
Perempuan setengah baya itu
Dan aku
bernapas dalam larva hitam magma Donggala

Temanggung 1 Oktober 2018





Bertubi-tubi


Bertubi-tubi
Langit dan bumi menghempaskan,jiwa yang leleh
Di negeri yang tak pernah bercermin
Pada Laut yang meluap dan bumi yang terbelah
Bukankah telah dikisahkan
pada kita negeri kaum Luth
yang dihujani batu belerang tanah terbakar ?

Armenia ! Orang Armenia penghina kaum beriman
Hanyut di bawah langit yang mendadak gelap gulita
Awan hitam bergulung-gulung diantara angin menderu
Dan petir menggelegar
Padang tandus menjelma bah melantakkan
Negeri kaum Nuh tinggal jejak tak bertuan
Dan Firaun beserta kaumnya, terkubur laut terbelah

Kita memang tak pandai bercermin
wajah terbelah pada kaca-kaca berserak
dibawah kibaran bendera penjarah negeri
--ya ghaffar, ya rahman…ya rahim…
Karena izin Mu musibah tumpah dari langit
Membelah bumi dan menumpahkan lautan ke daratan
Kami tak lagi memiliki bahtera Nuh, tongkat Musa
Dan tak punya kaki untuk meninggalkan negeri
seperti pengikut Luth-


Ah..kami mengira tak bersebab musabab
musibah berkali –kali menerkam negeri kami
karena kami buta jiwa dan hati
tak pernah membaca yang Engkau katakan
:*Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri
dan Allah memaafkan sebagian besar
dari kesalahan-kesalahanmu

Ya ghaffar…ya rahman…ya rahim
Air mata dan sedu sedan
Yang tertatih-tatih
Seperti bermiliar sajak di langit
Hanya seperti angin
Hanya sepintas melintas
Lalu terkubur
Tenggelam oleh waktu
Dan kami kembali
:bersorak-sorai
dalam pesta
dan pidato-pidato sakit jiwa

*[QS. asy-Syura (42): 30]




Dengan pisau


-Aku menghukum diriku sendiri
untuk memusnahkan segala kebencian
dan amarah –


Gemetar tangan tuaku
mengeratkan pisau
pada jiwaku yang risau
untuk menulis sajak :
-Masih ada cinta
untuk berpijak
dan berdiri
Di renta
yang tegak lurus
hanya satu hembusan nafas
merebahkan mimpi-

Tiada suara
jengkerik, belalang
atau hembusan angin
Bisu seperti
gelombang pasang
gelombang surut
bergayut
menambat maut

-Kita akan berlabuh bukan ? – katamu

:dermaga kecil kita
telah menunggu tali kita tambatkan
untuk berhenti bersauh – kataku

Gemetar dalam malam tak bersuara
Rentaku menepis jejak dalam kenangan
Aku menghukum diriku sendiri
Untuk memusnahkan amarah dan kebencian

Temanggung 2018




Di Tengah Gunung


Rona bunga-bunga kopi di tengah gunung
menyibak kangenku: Ah pagi ini aku memelukmu
pada desiran angin yang tak menentu kemana pergi
katamu setiap hembusannya menandai selalu
cinta yang berkibar dan tumbuh di ruang dan waktu

Katamu dermaga kecil kita adalah gunung
Lamunan yang jelmakan impian selalu ciptakan buih
:kita memang tak berada di laut
tapi angin terasa ombak dan gemersik dedaunan
bagai riak menghujankan embun
lalu jelmakan buih cinta dan kehidupan
yang tak henti menarikan tarian pepohonan

*****
Gunung dan angin
Bukit dan sungai seperti juga tebaran bunga-bunga kopi
Menebar aroma tanah tempat berpijak mengharumkan cakrawala
:Kita dan orang-orang gunung selalu bangkitkan senja
menepikan resah dengan kidung dan dandang gula

Rona bunga kopi, eidelwais dan bunga-bunga rumput
menggantungkan selalu harapan perempuan-perempuan gunung
pada kuyup para lelakinya yang terbakar matahari
datang dan pergi, datang dan pergi seperti angin
entah kemana
barangkali sampai seseorang datang bertanya
:bagaimana bisa kita menggenggam angin
Kemudian melemparkan pada senja bersama segumpal resah?

Temanggung 2018