RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 18 Oktober 2018

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - BERTUBI-TUBI



Tak Bisa Berlari

Wahai mainkan lagu untukku
Irama gendang dan saron
Tak bisa aku berlari, gelisah merambat
Malam di kaki gunung
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Hanya asap tembakau
Dan kaki yang tertancap dalam
Di bumi berurai air mata

Wahai tarikan satu tarian
Dalam gelombang pasang
Impian dan harapan
liukkan tubuhmu
bergelombang perbukitan
Karena aku tak bisa berlari
Dari diamku terbalut kabut
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Di jejak telapak kedua kakiku sekalipun

Wahai mainkan biolamu
Di lorong keinginan menimangmu kembali
Pada deretan tangismu yang telah pergi
Malam ini tak ada
Tak ada yang bisa kutemui
Diantara suara nyaris hampa
Kasudpun tak lagi meninggalkan jejak
Aku hanya dalam penantian
Merentangkan waktu
Hitam dan putih
Dan menanti
Datangnya Mahsyar
Tak ada
Tak ada yang bisa kutemui

Hari ini
: aku seperti musnah dalam impianku !

Temanggung 2018





Sepagi ini, Ia datang


Seharusnya sepagi ini aku tak tersipu air matamu yang kelu
Jiwaku tersapu dalam sunyiku, waktu yang terpedaya
Wahai perempuan duka, anak bukit teluka
Katakan padaku seperti sebelumnya
Bahwa lelakimu tetap berwajah baja
Sepasang matanya,seliar gagak penakluk cakrawala

‘’Semalam tiga empat ekor burung piak mengitari atap rumah
Seperti mengabarkan tentang kematian,lelakiku tak kunjung berkabar’’
Katamu sedatar lautan tak bergelombang

-Aku dengar kotanya terhempas lautan
Tertelan bumi berderak terbelah-

‘’Tak tahu aku…tak tahu aku, degup jantungku menyesakkan dada
Rinduku menghentak sunyi malam-malamku, tangis anakku
Memanggil-manggilnya, Donggala, ia ada di Donggala’’

Tak mampu ia menyelinapkan cemasnya
Cahaya cintanya berlarian
Tak henti bertanya-tanya
Mencari cintanya yang lain
Lelakinya….kemana lelakinya ?

Wajahnya, sepagi itu mengingatkan aku
Pada perempuan muda penari Pontanu
Di Donggala yang dulu gemerlap
Masihkah ia meliukkan tubuhnya
Menenun Buya Sabe
Dalam irama Ngongi dan Ganda ?

Baru saja Dali Taroe
Polusu Unte
Ponto
Terlepas berserak dalam duka tak bertuan
Berluka
Berbalut Baju Nggembe
Tersapu deru laut berdzikir
Terkubur bumi terbelah
:hari itu kita harus percaya
Takdir mengunci jiwa

Ah sepagi ini
Perempuan setengah baya itu
Dan aku
bernapas dalam larva hitam magma Donggala

Temanggung 1 Oktober 2018





Bertubi-tubi


Bertubi-tubi
Langit dan bumi menghempaskan,jiwa yang leleh
Di negeri yang tak pernah bercermin
Pada Laut yang meluap dan bumi yang terbelah
Bukankah telah dikisahkan
pada kita negeri kaum Luth
yang dihujani batu belerang tanah terbakar ?

Armenia ! Orang Armenia penghina kaum beriman
Hanyut di bawah langit yang mendadak gelap gulita
Awan hitam bergulung-gulung diantara angin menderu
Dan petir menggelegar
Padang tandus menjelma bah melantakkan
Negeri kaum Nuh tinggal jejak tak bertuan
Dan Firaun beserta kaumnya, terkubur laut terbelah

Kita memang tak pandai bercermin
wajah terbelah pada kaca-kaca berserak
dibawah kibaran bendera penjarah negeri
--ya ghaffar, ya rahman…ya rahim…
Karena izin Mu musibah tumpah dari langit
Membelah bumi dan menumpahkan lautan ke daratan
Kami tak lagi memiliki bahtera Nuh, tongkat Musa
Dan tak punya kaki untuk meninggalkan negeri
seperti pengikut Luth-


Ah..kami mengira tak bersebab musabab
musibah berkali –kali menerkam negeri kami
karena kami buta jiwa dan hati
tak pernah membaca yang Engkau katakan
:*Dan apa saja musibah yang menimpa kamu
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri
dan Allah memaafkan sebagian besar
dari kesalahan-kesalahanmu

Ya ghaffar…ya rahman…ya rahim
Air mata dan sedu sedan
Yang tertatih-tatih
Seperti bermiliar sajak di langit
Hanya seperti angin
Hanya sepintas melintas
Lalu terkubur
Tenggelam oleh waktu
Dan kami kembali
:bersorak-sorai
dalam pesta
dan pidato-pidato sakit jiwa

*[QS. asy-Syura (42): 30]




Dengan pisau


-Aku menghukum diriku sendiri
untuk memusnahkan segala kebencian
dan amarah –


Gemetar tangan tuaku
mengeratkan pisau
pada jiwaku yang risau
untuk menulis sajak :
-Masih ada cinta
untuk berpijak
dan berdiri
Di renta
yang tegak lurus
hanya satu hembusan nafas
merebahkan mimpi-

Tiada suara
jengkerik, belalang
atau hembusan angin
Bisu seperti
gelombang pasang
gelombang surut
bergayut
menambat maut

-Kita akan berlabuh bukan ? – katamu

:dermaga kecil kita
telah menunggu tali kita tambatkan
untuk berhenti bersauh – kataku

Gemetar dalam malam tak bersuara
Rentaku menepis jejak dalam kenangan
Aku menghukum diriku sendiri
Untuk memusnahkan amarah dan kebencian

Temanggung 2018




Di Tengah Gunung


Rona bunga-bunga kopi di tengah gunung
menyibak kangenku: Ah pagi ini aku memelukmu
pada desiran angin yang tak menentu kemana pergi
katamu setiap hembusannya menandai selalu
cinta yang berkibar dan tumbuh di ruang dan waktu

Katamu dermaga kecil kita adalah gunung
Lamunan yang jelmakan impian selalu ciptakan buih
:kita memang tak berada di laut
tapi angin terasa ombak dan gemersik dedaunan
bagai riak menghujankan embun
lalu jelmakan buih cinta dan kehidupan
yang tak henti menarikan tarian pepohonan

*****
Gunung dan angin
Bukit dan sungai seperti juga tebaran bunga-bunga kopi
Menebar aroma tanah tempat berpijak mengharumkan cakrawala
:Kita dan orang-orang gunung selalu bangkitkan senja
menepikan resah dengan kidung dan dandang gula

Rona bunga kopi, eidelwais dan bunga-bunga rumput
menggantungkan selalu harapan perempuan-perempuan gunung
pada kuyup para lelakinya yang terbakar matahari
datang dan pergi, datang dan pergi seperti angin
entah kemana
barangkali sampai seseorang datang bertanya
:bagaimana bisa kita menggenggam angin
Kemudian melemparkan pada senja bersama segumpal resah?

Temanggung 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar