RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 09 November 2017

Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - KAU ADALAH CAHAYA


Kau adalah Cahaya


Sepi yang datang dari jiwa
Aku menantangnya
Seperti hendak melaut
Mengarungi samodra
Tengah malam
Menerjang ombak

Dalam gemuruh angin pancaroba
Dedaunan berguncang-guncang
Sepi yang menganga
Karena keinginan
Untuk terus mengejar cahaya
Dan yang tersembunyipun menggema

Sunyiku dalam menapaki cakrawala
Seperti angin berdesiran
Menerjang-nerjang
Dalam gemuruh kalbu dan sekalimat kata
:Kau adalah cahaya yang diam dan berpendaran

Temanggung 2017




Mengenang Jogja


Seperti hari menapaki sunyi
Mengenang hati yang berguguran
-Kita pernah disana
Menggantungkan mimpi di cakrawala
Mendentingkan dawai
Bersama Baez dan Dylan
Dan di Malioboro kita
Tumpahkan berbait-bait sajak
Ada cinta yang mekar dan berguguran
-Kau seperti kelana
Di rimbanya sediri
Yang datang dengan sunyi
Dan pergi dengan sunyi- katamu

Seperti jantung berdetak-detak
Ketika segores garis menari-nari diatas kanvas
Ia berkisah sekilas cerita menggilas
Yang menjelma jadi kuburan
:Wahai sunyi, engkau menyeretku berkali-kali
Jiwaku seperti kelana
Datang dan pergi
Gunung dan desir angin
Gemercik mata air dan derak reranting
Berbincang-bincang dengan air mata
Dan pada sunyiku
Mewartakan rindu


Jauh dari kota yang mendera
Disini kelana berhenti
Memandangi langit dan burung-burung
Sebagai cakrawala yang asing
Ia lalu menertawaiku dan aku mengatakan padanya
:Rimbaku kesunyian
Datangku kesunyian
Pergiku kesunyian
Dan diamku
Tergenang dan menggenang
Dalam kenangan

Temanggung 2017





Dalam Hujan Yang Runtuh


Dalam hujan yang runtuh
Kepenatan gunung tak juga luruh
Sebagai rahim yang melahirkanku
Tak berhenti berpeluh
Bagiku adalah rumah melepas lelah

Ilalang bernyanyi
Dalam jejak nafas samodra tawa dan air mata
Merentang melilit jiwa
: Ini kembara tak juga segera menepi
Dari samodra bergolak

Sepi melilit, hanyut mengaduh
Pada derai hujan, yang menusuk-nusuk bumi
Kau seperti menari-nari
Diantara berjuta jarum
: Jangan tinggalkan tangismu
Biar aku yang menepi
Dan mendengarkan
Betapa derai hujan adalah
Kepedihanmu yang kau hujamkan padaku

Dalam hujan yang runtuh
Kita hadir
Suaramu begitu lelah pada angin
Jangan ! Kita sudahi masa tengelam
Air matamu, adalah jiwaku yang meronta
-mari kita berkisah, masa muda
Dan ketika cinta kita mawar-

Temanggung 2017




Aku Manusia Bumi


Mendung yang selalu nglangut
Anginnya merasuki anak-anak jalanan
Keterlantaran dibiarkan menganganga lebar
Kelantangan bicara senafas ketersengalan
dada para petani yang makin termiskinkan

Aku ingin bicara:
Semua pintu lembaga publik tertutup rapat
Gedung wakil rakyat menjelma goa kegelapan
Kursi penguasa bak singgasana kepongahan
Aku dibilang pengacau Negara

Di bawah mega-mega hitam
Seperti di bawah kaki-kaki penguasa
Kita merayapi perbukitan ketakpastian
Kita merayapi seringai para politisi
Sambil bernyanyi :Padamu negeri

Di bawah mega-mega
Di atas bumi
Kita hanya bicara kasak –kusuk
Seperti mereka yang terlantar di jalanan
Di tumpukan sampah, di selokan-selokan persinggahan
Dengan seserpih nyali
Di bawah tatapan mata para srigala
Mereka bernafas dalam keranda
:Kau seperti aku. Manusia
Kau memang pandai bicara namun sesungguhnya mati
Bisa melihat tapi buta
Bisa mendengar tapi tuli
Bisa berjalan tapi tak punya kaki
-Aku sebagai manusia bumi
Bersama langit membawa belati
Ingin menusukmu berkali-kali !-

Temanggung 2017





Menjelang Tahun Politik


Keadaan
Menusuk
Keadaan menelikung
Keadaan
Menggelapkan
Mata
Hati
Dan
Memiskinkan jiwa
: kita harus berlaga
Mampukah kita lawan
Dengan kata ?

Hari ini
di tengah hujan lebat
aku berteriak bisu
menatap kegelapan langit
yang sebentar lagi
dipenuhi pidato para pengemis suara
dan janji-janji sebagai gincu pemerah bibir
dan lenyap ketika kursi menyangga pantatnya

Hari ini
kembali aku saksikan kebohongan-kebohongan
yang mengular di selangkangan para jelata
kemudian melilitnya, lalu menguliti jiwa raganya
: Sungguh kalian berpesta pora
kami diperah-perah air matanya
Sungguh kalian berhurahura
dengan menghisap keringat dan darah kami

Hari ini
Sambil berselimut gigil
Aku hanya bergumam:
Tak ada kami kalian tak ada
Karena hanyalah kami yang memberi suara

Temanggung 2017





Sajak Sakit Jiwa


Kau bilang orang miskin terkendali
Sementara anak-anak jalanan makin susah bernapas
Cakrawala semakin ingin muntah
Karena kenyang menelan air mata
Dan angin tak mampu menghela kereta
Karena kemiskinan makin berduyun-duyun
Di bawah kata-kata sakit jiwa
Yang menjelma jadi bendera
Berkibar-kibar

Kau bilang anak-anak putus sekolah terkendali
Sementara hampir setiap hari
Anak-anak tak mampu bayar transportasi
Ibu-ibu mereka jadi TKI, bapaknya kawin lagi
Atau bercerai berai
dan anak-anakpun berpijak dilantai awang-awang
bermimpi bersama pornografi
dan obat-obat penenang jiwa
hanyut dan berlari-lari
tak mampu menepi,
sedangkan kau hanya buka-buka mulut
berteori dan beretorika sakit jiwa
sambil mengibar-ngibarkan pesona

Aku, dibawah hujan membiarkan tubuh menggigil
Merenggut jiwa-jwa terluka
-Kalau aku melihat kau dan mendengar
Banyak pidato
Kalau aku melihat kau dan mendengar
Kau berkampanye
Kalau jiwaku terkapar karena menghirup nafas kemiskinan
Aku bertanya-tanya hidup macam apa ini ?

Aku bersama hari-hari dan peradaban yang runtuh
Aku bersama jiwa-jiwa yang tak berharga
Bernyanyi menyanyikan gelombang kebisuan
Menyisipkan impian pada bebatuan
: impian sebuah negeri yang aman
Makmur dan sentosa

Aku adalah penyair
Bersamamu wahai
Jiwa yang kalut
Kermiskinan yang meladang
Dan para penyair
Yang menerjang kehidupan

Temanggung 2017





Gunung


Kita pernah menyalakan unggun di puncaknya
Mendendangkan cinta sambil mendengar desir angin
Sementara suara di perbukitan terselip tangis
Dan kebisuan yang menganga dalam pedih berluka
Cinta memang seperti rajutan embun dan mawar
Kepedihan dan keterpesonaaan
Tapi bagiku kepedihan jiwa adalah
:Ketika bersajak tapi tak membaca hidup yang tercabik
Bukan karena kekasih menghilang dalam kegelapan
Tapi karena ketertindasan oleh negeri yang menjelma jadi
kekuatan dan kekuasaan yang menebar teror
-Ini negeri memang tak bersenjata
tapi bayangan ketakutan seperti awan bergumpal
hitam dan menjelmakan kengerian-

Kita pernah menyalakan unggun di puncaknya
Membakarnya dengan kerinduan berkobar
Sambil berayun-ayun dalam impian
:hidup di gunung
Mendekap ketenangan sambil menunggu waktu penghabisan
Berkalang mawar dan eidelwais
Tanpa suara, tanpa rupa

Hidup di gunung kini
Mawar, angin dan kesenyapan semesta
Hanyalah mimpi yang gamang
-Hiruk pikuk negeri
Menjelma gemuruh angin
Yang membuat kita
tak lagi bisa menyalakan api-

Temanggung 2017





Menyeruak Masa Silam


Menyeruak masa silam
Puisi dan kegelapan
Seni dan impian
Aku sunyi
Berhenti mengaduh
Pada yang mendamba segala cinta
:Aku
Chairil
Slaurhof
Marsman
Goethe
Dan beribu penyair
Selalu saja menyusu
Pada kegilaan pikir
Dan bayang-bayang
Keabadian

Bicara seperti tak bicara
Asing dalam ketakberhargaan
Karena kau menghitungnya dengan kefanaan
Wahai, jiwa-jiwa petualang
Hampiri sedih dan ketakutan
Lalu nyalakan api
Dan berkata :
Aku adalah gunung gemunung
Aku adalah bintang gemintang
Aku adalah langit
Yang selalu menebar wewangian bunga

Temanggung 2017





Sajak Wangi Kemenyan


Asap wangi kemenyan dan klembak
Merenda angan menyisir gunung
Angin menderukan suara belantara
Hiruk pikuk Indonesia
Di cakrawala, para pengeruk harta petani
Menyeringai, menandai negeri sakit jiwa

Senja memerah
Bara di langit yang menyala mengigilkan
Aku melihat beribu anak tanpa kata
Terpenjara tak bisa lari
dari jeratan kemiskinan
sementara listrik mahal
sekolah mahal
dan darah mengering dihisap pajak

Wangi asap kemenyan menyeruak perbukitan
Seorang tua di rumah papan
Menghisap-hisapnya
-Hidup seperti sejumput tembakau
Dicampur kemenyan, klembak dan bunga cengkih
Lalu dihisapnya, asap yang mengepul
Dihembus angin bersama wanginya-

Aku menghirup udara
Melihatnya gunung ditelikung
Selangkangan para juragan
Di langit para teknonkrat mengumbar sahwat
Dan menghamba pada keserakahan
Ketika aku bertanya
Suara membentur tembok gedung wakil rakyat
Ketika aku berlari, dihadang para penjaga negeri
dan diteriaki : kamu penjahat Negara !

Setiapkali matahari terbit
Aku melihat para wartawan yang terbeli
Dan membaca seribu puisi yang tak mampu membaca
Derita dan ketakadilan: ia hanya bicara embun
mawar dan bicara cinta yang mendayu-ndayu
Beribu dan berjuta anak berkunang
menyisir jalan masa depan berkabut
tak berkesudahan tanpa ujung di tempat persinggahan

Sabantang lintingan tembakau dan kemenyan
Secangkir kopi dan jiwa terbisukan
Kuhisap sambil bersajak
Sajak sebuah kemarahan
Yang berbayang hancurnya sebuah negeri

Temanggung 2017





Daun Gugur


Daun berguguran tak henti
sunyi yang mengombak
menari bersama angin yang mengigilkan
ingin mendekapmu
menggugurkan rindu
memecah segala kelu

Musim tak henti berganti
Lihatlah dedaunan yang berserak
Sebentar lagi berkalang tanah
Binasa oleh waktu
: kita seperti daun-daun
Tak mampu menahan angin yang menerpa
Kita tak setegar batu karang
ketika angin menjelma jadi ombak
aku ingin kau berdiri disisiku
sambil berharap masih mampu merangkai bunga-bunga
seperti hujan menumbuhkan tunas-tunasnya

Temanggung 2017





Kado bagi Kotaku
(Temanggung)


Lalu lalang sejuta kaki, melenggang sejuta sorai
Hari-hari penuh pesta , suara bising
Menenggelamkan kota persinggahan terakhir ku
Tanpa warna, tanpa rupa

Kotaku, yang tak lagi singgah di relung hati
Sejuknya terbias mulut terkatub
Yang seharusnya menyuarakan rakyat
membuat rakyat yang bersuara
Kotaku tak bersatu hati
Yang berkuasa menenggelamkan rasa
Jiwa tak bermakna

Aku dan senja di kotaku
Menyeret duka sepanjang jalanan
Yang makin tak berpohon
Dan panas yang menganga
Mengaiskan kebisuan

Wahai kotaku
Ini jiwa berontak penuh amarah
Karena engkau makin berada
Pada tataran tak berharga
Engkau menjelma jadi
: Gadis pesolek
yang hanya pandai mematut-matut diri
menjadi buah bibir
dalam kata
yang hanya sebagai gincu pemerah bibir

Temanggung 2017
Dirgahayu Temanggung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar