Sabtu, 14 Februari 2015
Kumpulan Puisi Topan Kejora - MABUK BATU
MABUK BATU
sejauh aku berkelana
dari kedai ke kedai
singgah di perkantoran
sampai ikut antrian
di pusat kesehatan
hingga hiburan
dan pulang lagi
mereka asik
mengulas
mengelus
mengurus
menggilai batu
batu mulia
batu kerikil
batu ginjal
batu mereka
batu kita
ya batu penyair
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
sejauh aku lempar tanya
lalu jadilah batu berita
disapa tak berbunyi
asal jadi dari bumi
membatu di hati
puas!
Aku tau
jadilah jadi
Asal kau jadi!
-------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
160115, Borneo – Indonesia.
Ilustrasi: lintasgambar.com
YA KITALAH
Kitalah musafir,
tatkala bergerak pada celah-celah
langit bumi mencari dan terus mencari
bahagia dunia akhirat dengan sepenuh tatap.
Kita miliki tulang, tulang yang sama
sekeras dan seputih karang.
Tubuh itu tubuhmu,
semerah darah
pun airmata
sama.
Kitalah pandir,
aneka warna ragam bahasa
di tengah keriuhan dan kesunyian
sebentar kemudian nyaring
dan tiada batasnya bukan?
Sebentar, mari tengok
di teduh kolam
hati itu.
-----------------------
Topan Wahyudi Asri,
300115, Borneo – Indonesia.
LANGIT MASIH MEMBATIK
Tik tik tik, tak siangmalam
Rebah air langit-Mu
Sejuklah ubun-ubunku
Asalmuasal kun fayakun
Rintik lebat kutadah
Faedah menapak bumi
Kita miliki
ya kita ya aku ya kau
Tik tik tik, tak siangmalam
sejak dahulu nafasnya sama, dengus kita
yang beda. Bayangkan kalau tak diberi samasekali
mau jadi apa bumi, tak bersemi birahi batang tubuh insani
yang padaku padamu padakita
pasti kering dan mati!
-----------------------------
Topan Wahyudi Asri,
230115 ; Borneo – Indonesia.
AKAR
Hidup – di alas mana kita mengakar, tumbuh. Dahan tubuhmu
rindang, menjulang, atau tua sekedar sekian. Sinar mentari
dan hujan tidak pernah beda, duhai sayang. Tahu engkau hidup
tak ubah tarian alam. Usia mengakar dan busuk. Waktu sekedar
bersandar pada zikir pagi dan petang. Itupun kalau bantal guling
sempat mengakar, menghisap sari-sari malam. Atau malah akar
mimpimu menjuntai di dahan. Hendak mencengkam bulan
kesiangan.
Tanah – mengikat pekat meliputi sifat, ruh. Akar, di mana
engkau menjalar, menghujam? Akar. Di perkantoran
atau rumah tuhan; mewakafkan diri sebab naluri.
Apa bedanya dengan wanita panggilan? Di tanah yang sama,
akar menjelma tak pernah sama. Akar; mau jadi pohon
tapi pohon apa? Atau semak belukar, tak jadi soal.
Semua memilih kemana hendak menuju mata air. Heran?
Kenapa heran, usah perdebatkan sebab itu pilihan kehidupan.
Agar hidup tak sekedar cuma sekian. Tak kira tumbuh hanya,
sekilan.
-------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
200215, Borneo – Indonesia.
Ilustrasi gambar: lakonhidup.wordpress.com
KABAR DARI GUNUNG
Lama daku pergi bukan untuk menghilang. Seperti pohon-pohon
menggugurkan bunga, burung-burung berkelana, dan sungai
yang mengalirkan waktu diantara kebisuan batu-batu;
aku masih berjuang.
Aku pun tengah memahami asinnya air mata, sembari merendahkan diri
sebagai lelakimu yang penduka dalam tahajud paling sunyi. Jawaban terungkai, tatkala lilin purna membakar dirinya. Rindu pun menjurai
berbusana lelah dan keriput ibuku. Terjaga, saat bilal subuh
membalut perih di ulu jiwa.
Berita ini, rasanya aku tak tega meneruskannya. Biarlah menggantung
kesedihan kemudian bergulir menjadi embun pagi. Dan yang pasti
daku selalu mengenangmu, melalui pematang permai
yang tertanam di urat tanganku.
------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
050315, Borneo – Indonesia.
Ilustrasi gambar dari: m.liputan6.com
SI PEMECAH BATU
Yang aku tahu ia lahir dan dibesarkan alam. Lelaki – perempuan
bekerja dari waktu kewaktu tanpa mantera, tekad baja
dan gemulai irama kesungguhan seperti tik-tak nadimu, atau
detak jam dinding tatkala malam merambat sunyi.
Mau onggokan sebesar gunung, seukuran villa mewah
juga halamannya tak jadi soal. Mereka martil, ketuk, titik
jadi ukuran kepala, serta kepalan tangan atau bahkan
sebesar biji mata indah kekasihmu itu. Meski upah
hanya cukup untuk esok atau paling lama lusa, sebab memang
tiada makna hidup jika tidak menghidupi.
Jika haus, mereka basahi kerongkongan dengan air
yang mengalir dari urat-urat batu. Saat kelaparan, mereka gaulkan
asin keringat di nasi lalu menyantapnya dengan sangat nikmat.
Jarang kulihat mereka senyum atau menangis, sebab parasnya
selalu basah bersimbah, gosong dan kaku.
Yang aku tahu gambaran hidup, hati dan semangat mereka
keras. Melebihi kerasnya batu.
---------------------
Topan Wahyudi Asri,
150315, Borneo – Indonesia.
Ilustrasi gambar: riaberbagicerita.blogspot.com
WUKUFKU
selembar nyawa menghumban dalam tahajud
paling sunyi dan putih, derai merunggai
memercik di sajadah lembut kasih, ihram
membalut risau yang terpilih, tinggi harap
mengakar di ruas jemari tahyat, kemudian
mekar dalam iman dan kepasrahan
aduhai
entah bagaimana lagi hati ditoreh, terkepung
rintih ke setiap sudut mataku ditatih, duh kasih
yang terkasih tiada berjarak, raihlah hatiku
dalam hangatnya cinta. tapi belum lelah
aku bersabar hingga kepahitan menua
menjadi rasa di lidah dan empedu
-------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
260315, Borneo – Indonesia.
Ilustrasi gambar: www.flickr.com
KERONTANG
Saat daratan hanya menampung peluh
Sumur pun hanya memantulkan gema keluh
Dan saat belukar berlulur kemilau jingga
Sepanjang sandar perahu tak perlu ditimba
Debu-debu riang beterbangan
Bersubahat dengan gigi angin kerontang
Menggergaji dahan lapuk dan jemari ranting
Menyisakan rimbun hanya sebatas pancang
Sejauh pandangku menukar haru
Pada hutan rimba compang-camping
Pada bukit dan gemunung yang mengaduh
Yang terpancang berselimut racun mengapung
Nelangsa jiwa pada napas anak cucu kelak
-------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
250315, Borneo – Indonesia.
PENUMBRA
Malam lindap di samar gerhana bulan
Tatkala semesta pandang terguyur bayangan
Rinduku mulai merayap dalam kenangan
Tapi penyair adalah mahluk yang sopan
Tak pernah tewas dalam kesementaraan
Sekali pun mabuk dalam bayang ciuman
Tak terbatas bernama kita berkawan
Dan memaklumi zaman sepanjang karangan
Hingga tubuh memanjang bersama gerakan bulan
Bulan merah darah berpendaran
Ayat bayangan tak kunjung terkhatamkan
Tapi napas masih mendodoi kasih di rumputan
-----------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
010415, Borneo – Indonesia.
PENUMBRA
Malam lindap di samar gerhana bulan
Tatkala semesta pandang terguyur bayangan
Rinduku mulai merayap dalam kenangan
Tapi penyair adalah mahluk yang sopan
Tak pernah tewas dalam kesementaraan
Sekali pun mabuk dalam bayang ciuman
Tak terbatas bernama kita berkawan
Dan memaklumi zaman sepanjang karangan
Hingga tubuh memanjang bersama gerakan bulan
Bulan merah darah berpendaran
Ayat bayangan tak kunjung terkhatamkan
Tapi napas masih mendodoi kasih di rumputan
-----------------------------------
Topan Wahyudi Asri,
010415, Borneo – Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Terima kasih Boss Memed... :)
BalasHapus