Senin, 07 Maret 2016
Kumpulan Puisi Urs Meliala EMBUN
Sudah, Dia
Kembali kuukir malam
Agar hening senada pola
Agar lengang bingarkan rasa
Agar kelam dibakar asa
Bukan tak ingin mengukir siang
Justru pola pakem laksana
Warna merona kuharus purna
Wariskan pahat dikala senja
Apapun akibat tinta
Salah benar menuang karya
Cuma pertegas sang Empunya
Sudahlah sudah,sudah ya sudah
Kanvas,kuas,pahat,batu dan semua
Ayo kemas,kenalkan pada tunas
Tinta dan pola isi semua
Kita adalah kita dan Dia,dialah Dia
#FanaNyata-NyataFana
Embun
Aku kenyang
Setelah menyantap semua malam
Yang terhidang dibilik gumam
Tak satupun yang tertelan
Hanya menyatu pada gigil sepiku
Bahkan kopi yang terseduh esok
Adalah bekalku berburu embun
FnNf
Sungai
Mari menyapa si air sungai
Beriring bersama di derasnya
Terhempas berbeda di batuannya
Menyanyikan riak di permukaannya
Berkejar meliuk di tepian
Meluap membuncah menyeret sampah
Menindih gemuruh di kecuraman
Saling peluk di muara
Berbedakah mereka?
Berkompetisikah?
Atau mereka saling menyakiti?
Lalu,siapa hakim nya
Naif memang kukatakan bila
Arus takdir,sungai suratan
Semua yang tadi skenario alam
Padahal air cuma umpama
Barangkali kita cuma tetesan
Yang berebut tempat di rongga tepian
Sedang samudera rumah berpulang
Maklumkan semua keharusan
#FanaNyata-NyataFana
Naskah dan Embun
coret moret kemarin
sepintas dan samar ditepian
cuma cukupkan baris untuk kalimat logis
agar kelak terbaca sinopsis
tak ada spasi lagi
huruf sudah cukup
bait-bait telah jadi
alur tertib tercakup
sampul saja dengan diam
sesekali seka debu
karena naskah adalah pakem
agar terbaca tulisan itu
menyegera saja memujuk pena
karena tintanya banyak warna
atau tumpahkan dilembar malam
tersemoga esok disapu embun
#FanaNyata-NyataFana
Memujuk pikun
Sejak ufuk hingga mengantuk
lembaran ini tak jua lapuk
ia abadi pada nafas berpeluk
bersikukuh manja dipundak tajuk
dihasut ego, malu merajuk
mengemis embun diluar taman
sedemikian lena memujuk
ia siuman membantah pikun
bahkan karma diurai masa, tegas katakan tersuratkan
terbakar dipelukan ombak
Menggigil dipanggang terik
Aduhai apalah mengapa
Hanya takdirlah empunya
#FanaNyata-Nyatafana
Embun Lusa
Sepertinya jemariku kian usil
kala lelah sesali labil
Memang tak semusti,tapi kalut memprovokasi
Ribuan pekik seolah rintik
penuhi kerongkongan hiba yang terlanjur menengadah
Cuil-cuil yang tersentil
seolah tercetak pada stensil
Hingga bodoh
walau ku hapus dengan ujung jari pun
Biarlah
Hingga embun lusa saja
sebab mendung ingkar malam ini
Padahal gurat kian kesumat
FnNf
15/03/2016
Kopi rasa
Kopiku kian berasa
Setelah sendok patah di meja
Dan nampan dibasuh sketsa
Pada ronde akal melaga
Cangkirku mengandung warna
Dipersunting tanya-tanya
Pada lembar lukisan kaki
Dan gurat tangan berkutat
Meski aroma kopiku asing
Atau pekatnya menghunus pusing
Ia sadarku dilelap insting
Ia kuatku mengoyak jaring
Biarlah manisnya menggelinding
Dibibir semut beriring
Atau dilambung para trenggiling
Dan peminum cucian piring
Kopi ini kopi rasa
Beraroma anak tangga
Biasa-biasa warnanya
Mereknya pun lupa-lupa
Diperut malam adanya
Dibenderang sembunyinya
Di awang-awang tungkunya
Dan ditetes embun mendidihnya
#FanaNyata-NyataFana
13/03/2016
Cangkir Kopi berembun
Sungguh,bukan tanganku menaruhnya disitu
Walau memang itu cangkir kopiku
Apakah sisa aromanya menusukmu
Atau lekat pekatnya mengusikmu
Hujan kemarin pernah mengguyurnya
Tapi terik tadi mengeringkannya
Tepikan saja disudut itu
Kiranya menampung titikan embun
FnNf
Embun nurani
Kulit-kulit kering terkelupas
Sisa pro-kontra aksara lepas
Begitu pula ujung-ujung kuku waktu
Terpenggal belati ikhlas
Kini rona bilur,dan anyir kesumat
Kuyup dibasuh embun nurani
Bumi seakan kian meluas
Langit membiru bebas
FnNf
Tepian Taman
Teman, meski tak sepantaran
Ijinkan nyaman memuliakan ketulusan
Ini bukan bagaimana kita bermain layang-layang
Atau ketika kita sama bermandi hujan
Antara pekarangan kita hanya setinggi bayang-bayang
Tapi pagar ber alarm bukan jembatan
Bahkan disana ada selokan
Meski dahan rindang naungi tepi jalan
Gerutuku pada deduri di tamanku, pun kelumrahan
Serangga dan rerumput liar juga niscaya
Bukankah tetangga kita pernah iri dan memuji
Karena asri adalah kearifan pandangan hati
Aku disini teman, ditepian pekarangan
Katakan saja hal sedemikian
Tentang anggrek yang layu atau apapun
Agar kita nyaman didalam taman
FanaNyata-NyataFana
Untuk.25-Maret
Ditahun2016
Logika Fakir
Lalu apa kata takdir
Atau,apalah
Yang membuat matahari bergulir
Ketika akal terkilir lantas kau usir dengan petir
Akankah rembulan selimuti malam
ketika pada pantai kau duduki bibir
beralas sendalmu yang kau beli sendiri
mengapa tak mengajakku?
atau temanku yang akupun baru bertemu
kupastikan tawamu anyir,ketika aku seolah lupa
yang bersengaja memotret sejengkal bumi,
dan membingkai dengan sejuta kristal
hanya untuk bekas tapak kakimu
bahkan lukisan itu kini berulir,mencibir pada logika ku yang fakir
#FanaNyata-NyataFana
21/03/2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar