Senin, 02 Mei 2016
Kumpulan Puisi Urs Meliala - BIAR
Biar
Biarkan saja arak-arakan awan, yang sesekali usil halangi hangat mentari untuk mengeringkan 'syal' ungu yang kau jemur pagi tadi
Bukankah bayu setulus hati memeras 'basahnya' sembari menyapa pucuk perdu
Atau.....
Cukupkan saja reranting kering, untuk panaskan malammu ketika bisikan bintang terlalu dingin
FnNf.30-04-2016
Aihh
Se(mata) kayu dimakan kutu
Belalak tersayu kepul ragu-ragu
Bersapa lucu senasip memilu
Mengira majas tak tentu tuju
Katamu puisi, kok mati pikir
Katamu diksi, kok makna diusir
Padahal guyon,
Dan kelakar angan
Jubahmu kebesaran, kawan
NtahLah
#ngacoajalah
Cawan imagi presisi
Ego berbaju ungu
Harap berkilau dirajut rutuk asa
Gapai yang tersisih, diladeni topeng-topeng syair
Merangkai apalah, diserpihan sudah-sudah
Warna saja berapa? Jangan mengapa
Netra, aksara dan basinya kata
Boleh diadon dibilik maya
Atau abaikan, tak mengapa
Maaf harus erat didekap
Bukan musuh yang membakar sampah
Barangkali rumbai membelukar dada
Titah imagi rindu presisi
FnNf.26-04-2016
Bercak
Gigil sebab embun pagi lalu masih hadirkan gemetar pada jemariku, hingga tumpahkan sebagian kopiku
Meskipun segera berpindah keselembar tisu, bercaknya masih berpola sesal disudut altarku
FnNf.04-05-2016
Lima Menit
Ingin merampas rimah-rimah, dari detik tak terbatas
Isi kepala dan pompa dada, melintang dibatas terang
Jeda tertimang berlarut, rekatkan kalut diarloji sahut
Pada malu kuturut, hingga waktu sisa lutut
FnNf.12-05-2016
Sekarat
Bocah tak berbaju, menyandang syal usang
Adalah secarik titipan mencari jalan
Pada ketika datang, mengabarkan terang
Telah tertinggal siklus putaran
Bukan bermaksud memulangkan
Terlebih turut kemelut impian
Tak lebih harap rinai pengertian
Untuk membasuh debu perjalanan
Syal itu syukur sahaja, selimutnya diganas alam
Bagimu adalah tak seberapa, beludru jingga diatas pualam
Diterik ini ia kedinginan
Hukum wajib kau pertanyakan
Mengusirmu dari sini, kematiannya
Sekaratnya kini, bukan menyo'al takdir
FnNf.15-05-2016
Hahh
Aku tak pernah memanggil-manggil petisi itu
Atau sebenarnya iapun tak pernah sembunyi, hanya sedikit menepi
Kau pun pasti tau dimana ia kini
Ya, pastilah dalam hati
Lalu, bisakah kau bayangkan, bagaimana ia kini
Tidak, pastinya cuma seperti standart hayal pikirmu
Kemudian, masihkah cibir jadi toga mu
Hingga angkuh adalah ketokan palu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar