Kamis, 07 April 2016
Kumpulan Puisi Topan Kejora - BUNGA KARANG
BUNGA KARANG
(untuk Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan RI)
Tahukah kau, Sus, camar-camar di selatan
dan bahkan hingga ke pulaupulau terluar sana
riuh menyebut namamu "dewi fortuna kau,"
katanya. Sedang letusan buih gelombangpun
tak alang-kepalang nyatakan "ketegasanmu
mestilah setangguh karang!"
Sungguh bagiku, nun di kedalaman arus
lautan, pesonamu bermekaran. Terpancing
naluri ikan-ikan hingga mabuk kepayang.
Bahkan, turut mengundang hendak perompak
menemplak. Tapi, selagi nyanyian "padamu
negeri jiwa raga kami," sahut-bersahutan
menggarami lautan: tak sudi kita tertawan,
harus dilawan, sama-sama kita patahkan!
Sus, izinkan kukecup nyalimu itu.
Selebihnya, biar merimbun seumur waktu
di bebatu karang. Kalau kau lautan maka aku
ikan atau udang. Tempat dimana nawacita
riang berkejaran.
---------------------------------------
Singkawang, Maret 2016.
BAPER PENYAIR
Disamannya gelap khayalmu
sebelum bulan biru berlalu,
jadi arang jadi debu.
"Memangnya kau siapa!" Katamu,
sambil memasang kuda-kuda.
"Amboi, pucuk dicinta
ulam pun tiba!"
Merasa dirinya nabi kau
sendiri melenguh bagai kerbau
(amboi, tangguhnya hatimu!)
awas pecah biji mata itu.
Makin leluasa dia membidikmu.
Disamunnya anasir perangkai kata
sebelum alay melumpuhkannya,
jadi galau jadi jenaka.
-----------------------------------
Singkawang, Maret 2016.
MAHAR POLITIK
dengan saldo maksimum
dan bunga minimum
janji pun terkulum
mesti saling melengkapi
untuk melipatgandakan lagi
yang tersebut, tunai!
----------------------------------
Singkawang, April 2016.
BAKAL CALON KEPALA DAERAH
berebut perahu
berebut suku
berebut tipu
berebut melulu
----------------------------------
Singkawang, April 2016.
TABAH
tak mungkin menyerah
hingga letih lungkah
tumpas di tanah
hinayanalah.
-------------------------
Singkawang, April 2016
PERMENUNGAN
Baru saja, aku usai ngoceh dengan setan
yang bijak. Ketika malam hampir di kemurnian
kami pun bersurai. Aku ringkas demikian,
selebihnya aku sekarat. Sebagaimana pikiran
atau bahkan pakaian yang kita kenakan,
kemurnian tidak butuh pengakuan.
Mari kutegaskan, apa mungkin terpikirkan
jika kau tidak pernah merasakan. Kebencian,
kebahagiaan, penderitaan, kemalangan,
apa mungkin dia singgah di permenungan.
Demikian pokok permasalahan, sedikit ucapan
dan banyak gambaran. Selami kedalaman
sendiri, meditasi adalah alusi menakjubkan.
Baru saja, aku usai ngobrol dengan setan
yang baik. Ketika bayiku merengek kegerahan,
kami pun berpamitan. Ah, bayi yang menawan
selalu saja minta disuguhkan kedamaian,
dari puting kehidupan. Kemurnian rupawan
sejatinya memang tidak butuh pujian
bahkan kemuliaan.
-----------------------------------------
Singkawang, April 2016.
MARKETING POLITIK
berseliweran iklan
minta dukungan
ayo manfaatkan
kemiskinan
keluguan
curi perhatian!
beragam intrik
penguatan opini publik
hingga survei menggelitik
semua bisa dimistik!
demi ambisi
jalin silaturahmi
supaya itu visi-misi
luluhkan hati pembeli!
sebab persaingan keras
tak cukup sekedar popularitas
mesin pun mesti beringas
analisis terus swot
jangan sewot!
jika demikian adanya
saat bilik suara di buka
mari berdo'a:
hujan petir semoga
seharian tanpa jeda!
--------------------------------
Singkawang, April 2016.
NEGARA KEPULAUAN
Ada sebuah negara kepulauan, konon
gemah ripah kata moyangnya. Tak mempan
cemohan, bangsa tempatku di besarkan.
Kalau kau amati di kejauhan, letaknya
terhimpit antara dua peradaban menawan:
Asia dan Australia yang rupawan.
Indonesia, begitulah Tuhan memanggilnya.
Ada sebuah nusa dan bangsa, kesetiaan
cuma omongan. Katanya laut dan hutan
mesti perawan, itu pun konon katanya.
Nyatanya di sana peluh kuteteskan, dan
kini tengah semarak parodi penggusuran
juga reklamasi perairan: Demonstrasi
tak mengenal cuti. Negara yang kucintai
ini kuberikan secuil puisi, juga kecupan
setulus matahari.
Ada sebuah negara kesatuan, konon
di besarkan dari ragam perbedaan. Ketuhanan
jadi simbol utama kenyataan. Tapi aku heran,
kok kaum buruh, petani dan nelayan pilunya
hingga kini berkepanjangan. Angka kegetiran
lari kencang meninggalkan kemakmuran.
Aduhai ibu pertiwi, ngeri aku bermimpi.
Kalau sampai kumati berdiri, cukuplah berkahi
saudara, anak-cucu kami!
----------------------------------------
Singkawang, April 2016.
Hati melenting
ketika jiwa itu kering.
Mata pun mengering.
Habis bening.
Kegetiran ingin
cuma alasan pilu lain.
Seperti debu dingin
tertiup angin.
Telah bangkaikah
kasih berlimpah?
Oi, jangan patah.
Puah. Sudahlah!
-------------------
Singkawang, April 2016.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar