Sabtu, 01 September 2018
Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - DUKA YANG MENCENGKERAM
Duka Yang Mencengkeram
Lagi-lagi aku tafakur sendirian
Air mata,desah sesak nafas
Pada bulanku purnama
Menebarkan ingatan
:Padangbai-Lembar
Masihkah jejakku terukir di pasir dan laut
Yang tergerus goncangan liar bumi
Dan gunung-gunung ?
Di suatu petang
Di Lembar aku betangkan tangan
Menangkap uap garam yang hilir mudik
Pada senja dan bulan purnama
Dari kejauhan , diatas laut yang mengabut
Padangbai melambai-lambai
Kawanan lumba-lumba menyibak lautan
Menyebarkan percikan air menari-nari
:menancapkan kerinduan
Untuk selalu mengenangnya
Kini aku benar-benar tertegun
Pada purnama ku yang temaram
Percikan air laut selat Lombok
Pada angin menjelma sembab air mata
dan kenanganpun terhapus
bumi yang bergoncang-goncang
dan kenanganpun terkelupas
dari wajahku
menghitam
jadi tanah
:inilah duka kita
Duka yang mencengkeram
Temanggung 2018
Tak Putus Rinduku
Terlentang aku disini
Di altar gunung gemunung
Terbentang luas cakrawala
Tapi tak kujumpa jua
Altar seluas Arafah
Ruang tanpa batas
Dalam rentangan jiwa terlentang
Di pelukan bukit-bukit batu dan pasir
Menggenggam nikmat
Rindu menyapu
Air mata mengadu
Terlentang aku disini
Tak kuasa menepis rindu
-ah suaramu
Wirid semiliar butir pasir
Membuat aku terapung
Dalam tanya dan harap
Adakah aku ?
Dimanakah segenap kelu dan keluh kesahku ?
Rindu, menangislah
Dalam kesempurnaan munajat
Pada kelahiranku dan kehadiran yang semu
Dalam rindu
Dalam rindu
Menangisi jiwa yang mendaki dosa
Hanyut
Hanyut aku
Dalam petualangan waktu
Tak henti pada persinggahan
Rindu,kenapa tak bosan
Merayapi gelisah ?
Temanggung 2018
Sajak buat Putriku
Aku bertanya-tanya, sampai dimanakah cinta kami padamu ?
Stasiun kecil dan lambaian tangan mengapai-gapai
Kami berpijak pada bumi dan harapan tersedu
Kau terbawa angin mimpimu
Sembari menunggu waktu
Secahaya rindu menebar-nebar
Di langit kami tersunyi
:kau tergenggam bumi dan langitmu
Yang hanya kami pijak dan tengadahi
Kepak sayapmu
Sepanjang waktu
Seperti dawai tergesek-gesek
Di langit menebar pelangi
Aku terus bertanya-tanya sampai dimanakah cinta kami ?
Pijaklah bahu dan kepala kami
Sampai kami mengerti kau tidak di pulau terpencil
Temanggung 2018
Pidato Politik untuk Indonesia
Negriku
Tak lagi setegar burung garuda
Mencakar gunung gemunung
Kibaran merah putih
Lunglai diselangkangan para koruptor
Terinjak kaki para biadab negeri
Yang memecah-mecah anak negeri
Dengan pidato-pidato sakit jiwanya
Dengan tulisan-tulisan sampahnya
yang makin menghamili keangkaraan
Dan akupun marah
:Dengan kubusungkan dada
Kuteriakkan kata
‘’ Diamlah dan berhenti bicara
Atau seribu badik laknat bakal menusuk-nusuk dada kalian ?
Diamlah dan dengarkan
Sabda langit yang mulai lelehkan matahari
Dan ingin melumat rahang dan mulut kalian ‘’
Inilah negeriku
Indonesia tumpah darahku
Yang makin terjajah dalam kegelapan
Yang menyesatkan pada kebohongan-kebohongan
yang kalian bilang sebagai kebenaran
Dan karena kebebalan
tak lagi merasa getaran sebuah kutukan
: Kalian berhentilah bersenggama dengan bumi ini
kalau hanya ingin melahirkan
bayi-bayi biadab dan laknat seperti kalian
Temanggung 2018
Sajak
1
Nafas tak terpisah dari waktu, seorang perempuan bercerita:
tentang sajak lelaki terbuang
tentu aku tak tahu karena akulah sajak itu
seperti ketidaktahuanku tentang kapan sajak disusupkan
pada angin dan hujan, pada malam dan sepi atau pada kemarau yang dingin
Seperti daun berserak, sajak terbuang di selokan lalu hanyut dimusim berikutnya, tapi aku masih saja menuliskannya dan memungut setiap katanya, merangkai dan melemparkan keluasan cakrawala sunyi
Kadang berderak seperti patahnya reranting terhempas angin
2
Sajak adalah cinta
Bergemuruh, sunyi
Menyatukan rindu dan cemas
Cinta adalah sajak
Huruf-hurufnya darah dan luka
Senggama dan menjelmakan serpihan
Rasa
Jiwa
:Kehidupan sungguh memikat
Kehidupan sungguh mendebarkan
Hanya karena cinta
Membuatnya kita tak bersedih
-Seperti ketika kita memandangi
Bunga-bunga bermekaran
Pada kemarau yang dingin
Menikmati angin sabana kering
Yang tak pernah tidur
Dan ilalang yang terus bernyanyi-
Aku selalu bilang pada sajakku
: jangan bersedih wahai
bukankah musim kering
tak selalu membawa bencana?
Temanggung 2018
Di Senja Kita
Di senja kita
Bersama mulai habisnya waktu
Kita menimbangnya dalam kenangan gemilang
Masa remaja yang telah binasa
Dan masa depan kita
Yang hampir terlunaskan
Senja, dan padang rumput yang terbakar
Dipuncak gunung sana, membuat aku sering ketakutan
“Kau menyeret senandung rindumu
Dalam sepi, atau aku menggantungkan sunyi
Di langit yang bertebaran bintang
Tanpa kau, atau kau tanpa aku’’
Aku menghiburmu hanya dengan sajak
Tak berani aku menantang usia kita
Yang makin reot dan kusud
Tapi kita adalah jiwa, tak terpatahkan
Kenangan yang mestinya telah terbuang
Bolehlah kita tengok:
Disana tertata rapi episode demi episode
Kehidupan yang tertatih-tatih
Lalu menandai kebangkitan kita
Untuk tetap bertahan dalam amuk samodra
Dan angin gunung semerbak bunga
Berganti-ganti musim menghempaskannya
Setiap senja
Tak terasa , senyum kita adalah langit makin temaram
-ah tapi matahari masih bersinar terang
Dan dengan nafas kerentaan hidup kita
Kita masih ada, melautkan kehormatan kita sebagai manusia
Karena kita adalah senandung langit
Dalam ketegaran
Yang tak terkalahkan-
Temanggung 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar