Malam yang semakin larut terasa dingin menusuk tulang karena hujan sejak kemarin baru saja reda sore tadi. Zul seorang diri, sementara Nadia sang kakak bersama suami dan anaknya tengah berada di luar daerah. Ada undangan pertemuan dengan keluarga besar suaminya.
"Hemh... dingin banget," kata Zul sambil mengusap lengan atasnya. Pemuda itu tengah meringkuk di atas dipan kamarnya bersama selembar selimut usang yang menutup hampir seluruh tubuh.
"Kok ada bau orang bikin kolak, ya? Enak sekali malam-malam dingin gini makan kolak panas." Zul bergumam sendiri. Dalam benaknya terbayang sepiring kolak pisang atau ubi masih berasap. Teman dingin yang menyenangkan dan mengenyangkan, pikir Zul.
Tak lama kemudian tangannya terasa ada yang menyentuh. Siapa? Aku 'kan sendirian, gumamnya dalam hati.
Tap! Zul mencengkeram erat tangan yang menyentuhnya itu. Dia tidak ingin kecolongan, bisa saja itu adalah seorang maling yang mencoba mengetahui apakah dia sudah tidur atau belum.
Tapi kemudian Zul menyadari ada yang aneh. Tangan itu terlalu besar dan berbulu sangat lebat. Dia yakin tidak ada seorang pun yang dikenalnya memiliki tangan seperti itu.
"Astaghfirullahal adzim!"
Zul segera melepaskan cengkeramannya, melompat dari dipan, lalu berjalan sangat cepat melewati jalan yang berada di atas tanggul ke arah timur. Setibanya di tempat tujuan, pria itu segera menggedor rumah Irfan sahabatnya. Dengan secepat kilat Zul masuk ke dalam kamar milik Irfan, lalu duduk dengan napas yang masih naik turun.
"Ada gendruwo pegang tanganku!" Zul bercerita tanpa diminta dengan lengkap dari a sampai z.
"Kamu jalan sendirian ke sini tidak menabrak apapun?" tanya Irfan tak percaya.
Zul mengangguk. Sementara Irfan menatap sahabatnya dalam keterpukauan. Zul seorang pria yang kehilangan pengelihatan permanen karena glukoma.
*****
Cermat (cerita malam Jumat)
SEBUAH TANGAN
Penulis : Ririn Riyanti