Minggu, 10 Desember 2017
Kumpulan Puisi Mohammad As'adi - BERHEMBUS ANGIN
Berhembus angin
Berhembusan angin, gunungku melepaskan dingin
Kau datang seperti berintik-rintik hujan
Ingin aku menyelimutimu dalam gigil
Sajakmu seperti gemuruh sunyi
Menapaki nafasnya sendiri
:perempuan gunung menegur sapa
Dengan rambut ilalang dan mata embun
-bagiku adalah rahasia, seperti semesta cinta
Kutulis namamu dalam jarak yang menikam –
Temanggung 2017
Seberkas Cahaya
Seberkas cahaya selembut kata penyair merindu
Memantul dari genangan sisa hujan tadi sore
Menyusupi dedaunan dan bunga-bunga
Kaulah penyeka butiran-butiran resahku
Senyap berlalu lalang selalu
Berkerudung senja
:Kita tak pernah lupa
Pada merah jingga diatas lautan pasir
Di antara menara-menara tinggi
Kita saling merindu setiap senja
Mereguk wewangian yang menjalari pintu-pintu Nabawi
Sambil kita mengeja kembali cinta kita
Dengan terbata melafalkan Alif
Temanggung 2017
Secangkir Kopi
Pahit, manis dan aromatik
Tersaji pagi ini
Bersama aroma kemenyan dan daun tembakau
Langit yang tenang
Mengayuh sunyi yang rindu
Menyeduh secangkir kopi
Menyeduh waktu sebelum beku
Seberkas kenangan
Membangkikan kelembutan embun
Kubiarkan kepekatan mengendap
-Aku berdzikir di dalamnya
Memaknai secangkir kopi
Yang tak bosan-bosan menghangatkan
waktu dalam gigil
membuat rinduku
menjelma jadi hujan-
Temanggung 2017
Menjelang Tahun Politik
Menjelang tahun politik
Pengemis
Gelandangan
Pedagan kaki lima
Tukang becak
Petani
Seniman
Dan kita semua
Adalah Raja !
:Bersiap tangan diatas
Mengucurkan
Kertas bernama suara
Pada peminta-minta
Bagaimana aku bisa melupakan
Ketika tebaran kata wangi bunga
Ketika mereka minta-minta
Sambil berdiri diatas panggung
Memainkan sandiwara
Dan bagaimana bisa aku melupakannya
Ketika akhirnya kita ditikam berkali-kali
Dengan perut tak pernah bisa kenyang
Hati teriris pilu oleh negeri yang kalut
Temanggung 2017
Selepas Badai
Langit masih menyisakan gundahnya dan gigil yang tersembunyi. Sunyi kata menggelamkan kecemasan daun-daun dan rerumputan yang kelelahan selepas badai.-Aku jadi teringat antara Padangbai-Lembar, saat badai di tengah lautan, gelombang pasang menerjang perahu kami. Birunya samodra dan gugusan pulau-pulau batu karang hilang harmoni, camar-camar pun bersembunyi dikejar ketakutan. Hanya kecemasan dalam gigil, tersisa setelah badai-
Semesta tak pernah menjanjikan langit selalu biru, dan angin selalu selembut sutra, dan mawar yang mekar sepanjang masa.Bagaimana bisa kita terpesona angin yang menghantam dan senja yang menakutkan, kemudian berlari-lari menerobos hujan yang gemuruh ?
: Jiwa ketika kembali pada jiwa, takzim pada semesta, badai menjelma musik dalam kersyahduan menebarkan sajak-sajak cinta dan mengelebatkan wajah perempuan pujaan.
Aku disini, selepas badai, ingin mendekapmu dalam hangat rindu dan nyanyian sajak-sajakku. Menari dalam tarian sufi sambil mengenang
bagaimana kita berdekapan jiwa di Arafah , merenda cinta dan rindu yang kerdil, menepikan diri dalam percintaan agung bersama Nya.
Temanggung 2017
Kau Bilang
Langit hendak runtuh
Dan angin menebarkan kegetiran-kegetiran
Disini, di dada ini ada gemuruh
Mampukan aku membusungkan dada
Sambil merajut impianku kembali ?
Di perbukitan-perbukitan gundul
kutebarkan cintaku
Di sungai-sungai keruh
ku hanyutkan segala rindu
dan dibebatuan-bebatuan besar
aku rebahkan jiwaku
Langit pun gemertak
Badai gunung sebentar lagi datang
Dedaunan dan reranting mulai gelisah
: kemana kita bersembunyi ? katamu
-berdiamlah pada sajak-sajakku
tak ada tempat lebih aman –
Aku rebah
Aku rebah dipelukan kegelapan
Gunung yang pernah kusebut rumah kedamaian
Berulang-ulang menghunus parang kemarahan
Dan bilang padaku :
Aku makin terjajah !
Temanggung 2017
Hanyut aku
Hujan yang gemuruh
Menjebakku dalam rindu
Bagai cinta remaja
kegelisahan menebar jaring
Dan hanyut aku
Dalam bencana
Jiwaku yang luruh
Pada kau yang bersajak
Temanggung 2017
Musim yang kalut
-Bencana meluapkan bahnya
Berulang-ulang
Pada kita yang selalu menantang malam
Kita tak punya perahu Nuh
atau tongkat Musa
lalu hanyut….hanyut kita
pada sungai-sungai air mata-
Musim menggigil
Berjuta panah dari langit
Menghujam dada busung kita
Dendam kelamnya dari gunung
Meliarkan mata air
Dan bukit-bukitnya
Mengalirkan kesumat
Ke kota-kota
Tak berampun
Dan setelah lelah
Menyemaikan amarah liarnya
Langit bertambah sunyi
Dan menggigilkan
Temanggung 2017
Yerusalem adalah Palestina
Langit mengguyur bumi nan merah, darah Palestina
Adalah anggur surga , mengalir wewangian syuhada
Baitulmuqaddis, Bandaraya Palestina
Dibawah sepatu lars Israel dan seringai Amerika raya
Para perempuannya melahirkan martir-martir syuhada
Wahai Wafa Idris, Darin Abu Aisyah, Ayat Akhras
Andalib Takafka, Hiba Daraghmih, Hamadi Tasyir Jaradat
Reem Salih Riyashi, Zainab Abu Salim , Mirvat Massud
Dan Fatimah Umar Mahmud Najar
:leburkan jiwa dan darah kalian pada bunga-bunga yang mekar
Di padang pasir berdarah. Dari langit surgamu kalian tiupkan
Ruh pejuang, ruh penjaga Al aqsa
Jiwa berkobar kalian para perempuan Palestina wahai
Adalah ruh langit yang menggelegakkan jihad semesta
Kalian memang tinggal nama
Tapi menjelma jadi sang penyulut
Api yang tak pernah padam
Palestina wahai, aku mendengar sayatan jiwa anak-anak terluka
: pedih semesta seperti angin yang tak berhenti bertiup
Palestina wahai, aku mendengar rintih pedih perempuan-perempuanmu
: zionis serta mata elang Amerika adalah derap iblis, yang pasti terbakar
Didasar gurun pasir Gaza, karena air mata dan rintih pilu serta
hembusan nafas terakhir para syuhada adalah Palestina. Yerusalem adalah
Palestina. Tak boleh !...tak boleh ada yang mengeratnya. Yerusalem
adalah Palestina.
Temanggung 2017
Balada Tempe Bongkrek
Setiap pagi lelaki tujuh puluh tahun usianya
Di sebuah sudut Pasar Kliwon mangkalnya
-sudah dua puluh tahun disini- katanya
Isterinya sudah lama lumpuh
Kedua anak lelakinya entah dimana
Katanya jadi kuli kasar di Jakarta
Tapi tak pernah pulang
Tempe bongkrek, jadi nafasnya
Tempe bongkrek pengemas jiwanya
Dan tempe bongkrek adalah darah mengalir
Yang mendorongnya menjelajah kota
-rematik dan encok menggerogoti tubuhku
Tak kuat lagi kaki bergerak menelusuri jalanan kota-
katanya lagi
Duapuluh tahun
di bawah tiang listrik sudut Pasar Kliwon
ia menjemput waktu yang makin sempit
dengan setampah tempe bongkrek
Setiap pagi ketika lewat, aku menghitungnya
Hanya sepuluh potong
Siang hari kuhitung lagi
Masih sepuluh potong
Sore hari kuhitung lagi
Tinggal Sembilan potong
Dua ribu lima ratus untuk makan dan kulakan
-Sepuluh ribu rupiah kotor rata-rata sehari kudapat-
Sudut Pasar Kliwon, di bawah tiang listrik
Kini setiap pagi bertanya-tanya kemana gerangan
Pejuang sejati itu ?
: Aku bilang terusir dari ladangnya
Ia terusir dari kehidupannya
Ia terusir dari jiwanya sendiri
Ia terus oleh spanduk dan papan-papan nama
Larangan berjualan di trotoar
Bersama ratusan jiwa terdera lainnya
Aku jadi seperti orang gila
Berpidato menyanyikan lagu sakit jiwa
: Ayo kenang mereka wahai para wakil rakyat
Ayo kenang mereka wahai penguasa negeri
Ayo kenang mereka
Kenang ……
Kenang dengan air mata
Dan kibarkan bendera setengah tiang
Temanggung 2017
Balada Tempe Bongkrek
Setiap pagi lelaki tujuh puluh tahun usianya
Di sebuah sudut Pasar Kliwon mangkalnya
-sudah dua puluh tahun disini- katanya
Isterinya sudah lama lumpuh
Kedua anak lelakinya entah dimana
Katanya jadi kuli kasar di Jakarta
Tapi tak pernah pulang
Tempe bongkrek, jadi nafasnya
Tempe bongkrek pengemas jiwanya
Dan tempe bongkrek adalah darah mengalir
Yang mendorongnya menjelajah kota
-rematik dan encok menggerogoti tubuhku
Tak kuat lagi kaki bergerak menelusuri jalanan kota-
katanya lagi
Duapuluh tahun
di bawah tiang listrik sudut Pasar Kliwon
ia menjemput waktu yang makin sempit
dengan setampah tempe bongkrek
Setiap pagi ketika lewat, aku menghitungnya
Hanya sepuluh potong
Siang hari kuhitung lagi
Masih sepuluh potong
Sore hari kuhitung lagi
Tinggal Sembilan potong
Dua ribu lima ratus untuk makan dan kulakan
-Sepuluh ribu rupiah kotor rata-rata sehari kudapat-
Sudut Pasar Kliwon, di bawah tiang listrik
Kini setiap pagi bertanya-tanya kemana gerangan
Pejuang sejati itu ?
: Aku bilang terusir dari ladangnya
Ia terusir dari kehidupannya
Ia terusir dari jiwanya sendiri
Ia terus oleh spanduk dan papan-papan nama
Larangan berjualan di trotoar
Bersama ratusan jiwa terdera lainnya
Aku jadi seperti orang gila
Berpidato menyanyikan lagu sakit jiwa
: Ayo kenang mereka wahai para wakil rakyat
Ayo kenang mereka wahai penguasa negeri
Ayo kenang mereka
Kenang ……
Kenang dengan air mata
Dan kibarkan bendera setengah tiang
Temanggung 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar