Sabtu, 08 Februari 2014
Kumpulan Syair Dion-MAWAR CINTA
DALAM SEBUAH LAKON TERTAWANYA
Karya : dion syaif saen
tentang kita, selain menertawakan orang orang
selaput duka duka nanar dan nyinyir sekalipun
saban hari kita mulai dihadapkan dengan kepanikan
tipu daya terhadap diri sendiri, membagi mentari saat beranjak fajar
sebelum sejarah diambil alih, dan disobek,
kenanglah, sekecubung warna, tanpa alas kaki, dan rentangnya resistensi
sepilah jalan, saat malam menerkam anak anak buih sudut perkampungan
hanya karena salah menambat hati. lalu dipisahkan dengan alam, ingin menjungkir balikkan sejarah, lantas kalian dimana?
kemungkinan, bagai alasan menggusur kebenaran
segerai air tadahan hujan diantara pelipis, pemuja Cinta palsu mulai berdatangan, bagai anak anak jalangkung menghibur manusia mencari pelaku, dan wangsit yang akan membereskan persoalan sesamanya manusia. tertawalah"!
ada sejuta mimpi, menghardikku
menghilangkan jemari jemariku, serta merusak otakku
yang mengelilingiku adalah bagai anai anai menipuku
aku lebih malam bersama kunang kunang, meski sebatas cahaya kedip
lebih ingin menemuiku, dengan kepolosan, sejujur bulan mengakui
bahwa hanya meminjam cahaya dari Matahari.
berakhirlah duka,
berangkatlah dengan pedang pedang tawanan jiwa
seranglah dengan kata, menghujat jangan, namun jika masih meletakkan kisah yang bernanah, maka jadikanlah darah.
berangkatlah menuju anak anak sungai, sampai kehilir
namun hati hati dengan batu licin. jangan berlebihan melangkah
membuat kaki kakimu hilang, dan tenggelam dalam bangkai bangkai, dan tinja yang mereka beraki semaunya.
tertawalah dalam apapun, tuturkan kisah kisah sebagaimana kejadian awal
sampai akhir dia menangis sekalipun. hemmmm,,,saudaraku, jangan membiasakan kecubung kau asapi diantara kerumunan, sebab mereka telah lama membagi candu,
jika tertawapun itu sekali susah
maka tuan telah menambah sepotong duka nanar dan nyinyir.
------------------000-----------------
MAWAR CINTA
(dihiasi nama gagak" yang disakralkan )
Karya : dion syaif saen
semekar mawar menipuku sudah! lain disuatu malam aku meniduri lengan
sebenarnya aku tanpa memejamkan, kutidurkan gejolak dendamku. mataku berlarian ditemaran cahay girang yang menundukkanku. aku kena, kena sindrom ketakutan yang berlebihan. segi tiga bentuknya, nampak ku jajali, dan kutumpuki dengan buku buku cadas dan segunung pengetahuan" judulnya aku lupa,!
lukisan basah, terpercik air semi. dan luka penari usia yang abru bergerak lentik
mencari pita pita gerak, suarakupun sesak, sekarat bagai melati ditumbuhi kerikil.
kala mansuia gagap bertingkah gagak. Tuhan disepelekan, bunyinya dimuslihatkan, akan meradang nyawa, mencabuti ruh ruh ditubuh manusia ketika malam mendekam, gagak bergairah menegepak pindah kepohon lebih keramat lainnnya. mereka menutup pintu dan jendela, "lebih percaya gagak" dari TuhanNya sendiri.
mawar beranjak rekah merekah, merias taman sunyi yang tanpa bunyi semilir angin
hanya gesekan daun dan retak retak ranting, memamerkan telanjangnya musim,
antara ada dan tidak bisa meyakini, selembut angin seputih kisah sepasang Cinta yang tak di restui. duduk sambil mendekap tubuh kekasihnya, menghiasi bunga bunga mimpi, berbakti pada kehendak jiwa atau untuk Cinta yang telah dilarang bersemai sudah!?. tanda mawar tak berarti setia, dan bukan mewakili sesuatu yang lebih indah dan sakral. sebutir air matanya, sejauh matanya terpisah oleh air mata Ibu dan kekasih, dia dalam pilihan yang tanpa memiliki. Mawar telah menipunya.
gagak membujuk angin, melepaskan cengkramannya, lalu terbang ke arah ujung lorong, diatas Gedung tua dia lebih suka, desau angin, dilepasnya,"gagak terjaga, matanya mencuri alis perawan, anak yang dipercayainya bisa menumpahkan Cinta dan menjegal awan dan badai. semua jiwa percaya, lantaran gagak berani bertengger dan menghabiskan malam di gedung tua yang bertembok kusam, berwarna sepi. dan searah lurus kebagian utara, sudut taman bergairah dengan mawar yang di tumbuhi rumput kepemujaan. yang berharga lebih dari ratusan ribu perjengkal. Mawar malu, dan sedih" karena telah gagal mencegah kematian cinta seorang anak Cinta ayang luhur dan tulus, daunnya direbahkan, bentuknya mulai berubah ke unguan, mawar mulai merasakan ketakutan, dingin, berhenti sarinya dan keharumannya sejenak, angin membiasakannya biar bangkit dengan rekah merekah kembali. embun mendekapnya penuh kasih. gagak hanya mematai matai tajam, dihitam sampai kedubur duburnya. patuknya diam, tengadah kelangit, gagak bangga dijadikan Dewa. mawar pedih perih, bersedih pilu.
Cinta dan sisirnya jatuh dan tak mampu diraihnya kembali. lantaran Manusia mulai mncaci dan meninggalkannya, lebih percaya kepak dan suara gagak yang justru sebenarnya membawa kesengsaraan. "dia mencoba tegar, dipandanginya dari bawah tangkainya, diperbaiki daunnya yang satu baru kuncup, dan sebatang tulip dengan indah menambatnya, bertanda masiha da harapan, untuk sebatang senyum, dan selembut persemaian, dia menakasir naksir musim, sudah berapa lama ditaman? sebulan? atau seperempat hari? atau juga mungkin lebihd ari seribu menit lebih.? namun" mawar tetap sudi menerima perlakuan dari mereka yang kecewa, dengan dimekarkannya kembali gerai daun tubuhnya, serta di lepaskaan dimekarkan, wanginya begitu setia dan masih penuh kisah kisah Cinta yang takjup dan lebih setia. sang gagak terbang rendah di anatara pagar besi taman. mau melihat lebih dekat penderitaan secara sengaja dan lebih tajam. suaranya menakutkan, memanggil ruh ruh manusia, yang telah mati keyakinannya. berjejer di pagar besi ujungnya yang tajam bagai busur panah ditancapkan di kaki kai tanah yang bersengketa sejak sepuluh tahun lalu. hingga kesepakatan untuk menanam mawar, dan jangan biarkan gagak meletakkan berak dan kencingnya, apatah lagi mengguras daun mawar sehelaipun. aku Dejavu dengan sendirinya. segera aku pergi, lalu membawa Mawar, mengkhianatiku, lalu segerai Hujan tiba tiba hadir ditengah Dosa pemuja.
sementara beranjak, aku lupa melewati batas hilir mudik si gagak" aku tidak tahu kakiku kaku, secara tiba tiba gagak menegurku, kotoronnya tanpa sengaja aku menginjaknya. gagak terbang mengelilingiku. matanya makin tajam, amarahnya menjulas, mengunci kaki sebelahku. mawar ketakutan digemgamanku. aku mencoba melawan. aku lemah, aku masih bersama kekuatan yang aku ketahui dari ilmu Tuhan yang pernah aku yakini bisa melawan kekuatan gagak yang makin mempengaruhi alam bawa sadarku. nafasku mulai tak beraturan, darahku seakan berhenti, jantungku berdetak kencang, memburu dan mencari ketakutanku, imajinasiku hilang tak liar lagi, untuk mencoba membujuk berdamai.Mawar memisahkan dari gemgamanku, dan terhempas terbawa cengkraman gagak, terpisah oleh angin, dan tulip indah yang duduk diseberang rumputnya yang setia menemani, dan meninggalkanku semata warna dari bisunya malam. terdiamnya air sungai, tertahannya purnama oleh awan. kilat memetik daun dan ranting, mawar pergi.
seperti Cinta sepasang kisah dalam Cinta yang digugurkan oleh simbol simbol. segunting larik larik kertas terpotong oleh kepemahaman yang belum tuntas menguji kesetiaan. Cinta mengurai perih dan luka. meggores sisa sisa masa lalu. menggusur taman taman Cinta yang abadi. menggugurkan bunga bunga mimpi yang terlemah. dengan alam yang tak mengzinkan, jagad merelakan kepergiannya. kita disasakan kesimpulan. kemana simbol dan makna yang sebanrnya hakiki? atau kebetulan saja kita ada, dan mulai meniru nirukan juga, bagai mada, bagai syair, bagai pemuja Rahasia, atau bagai pecinta yang agung. sementara kita hanya bagian dai sisa sisa simbol yang telah diraibkan, di tebas, dan ti kuburkan kedalam lubang lubang kemunafikan, cerita yang hampa, dari negeri Cinta berdongeng. lalu kita ingin mau menjadi Pecinta dalam cerita yang terlalu berlebihan. dan menyederhanakan sebenarnya Cinta, dimana adlaah pemaksaan, pemujaan sesaat, atau menyimbolkan mawar yang telah mengecewakan seribu cinta yang ada.?
---------------*************---------------
KUDAPATI TUHAN
Karya : dion syaif saen
aku tertunduk bergugur, tirai itu lagi Hitam dan putih"
mutu manikam berubah sangar dan terbakar, jenggot merah berkerak sungai
laut menekanku, belajarlah pada Ombak. Tuhan menakdirkan segumpal jemariNya
ada dedak dipatuk ayamkokok pagi yang beringas, Tata' hanya merias pagi dengan kembali meletakkan rokok dan hamparan jiwanya ingin menyudahi masaku yang diresahkannya. "siapa yang tidak mau?! Tuhan menegurku dengan memperlihatkan mangga yang matang didepah ranting dan daun daun yang bersamaan jatuh oleh angin semalam yang ribut meliuk liukkan pepohonan.
Daeng sano' dan mariati, melebur dengan peluh, sama diantara samarnya manusia
lantaran sungai mengering, dan banjir, lalu membawa pepasir, dan bebatuan, sekedar merekatkan Perut agar tidak lapar. Tuhan menegur kembali" tanpa tersadar
kita berpaling. Alamkah yang merias Bumi? sementara ke nyamanan binatang latah, dan hewan yang membagi peran perannya kepada alam, bagai drama turgi yang memuaskan alur cerita, dari rekaan dan rekayasa alam, yang menggumam dan meletus, serta mengirim bagai bencana dunia yang tertukar tiada bermusim.
Maya kubujuk dan kubaca pada halaman tengah, tengtang ketertarikan seorang peniliti, dalam dunia yang membusuk dan kegunaan kemanusiaan yang begitu sarat dan begitu tak serupa namun sama perwatakannya.
bagai rampai bunga yang tumbuh menjalar liar. dari ujung jemari negeri menuliskan fatamorgana dan seribu anaian, kebukit nirwana yang menyeru, namun mereka tunggang langgang menghiasi keduniaan semata. anai anai terbang kutepuki dengan sarung dan sajadah sehabis kulaksanakan magrib yang berbagi matahari siang tadi. Tujuh jarum menumpuk dilemari pakaian, ada desakan mistik, mereka mencari Tabib, serta dukun yang memainkan baca-baca, mulutnya berkomat kamit. Puihhh,,ditiup, dibasuh, di mantrai. Tuhan dimana?
---------------*************---------------
PENGANTAR SORE YANG BERGAIRAH
Karya : dion saif saen
pada dunia Sophie" engkau ada dalam benang benang simpul
yang kemudian dikisahkan oleh seantero Negeri yang berandai andai, lama kudiamkan saat kulihat mata picis menekuk liar telungkupnya, dengan dagu yang sebaya dengan usianya.
ditempat aku bermukim, diantara delapan manusia, dan binatang mungil yang memanjat pohon pohon yang tergorek pisau tentara perang. kaum wanita yang sarungnya juga diatas dadanya, atau buang air besar di tikungan air sungai dekat jembatan dan batu batu licin berlumut" kelihatan Bokongnya, dan atau nama Pantat yang semestinya ditutupi oleh lapisan lapisan ketaatan, yang padahal dia berbudaya dan pandai mengkaji juga budaya dan etika, namun karena demi hajat, rela pantatnya di cecarkan mata mata lelaki, hingga anak anak yang abru tumbuh birahinya. Bapakku kupapah dengan terjepit uratnya. lalu sibuyung membuat ulah dengan batuk batuk dekat jendela. embuat angin mengundang hujan. atau rambutnya dibasahi saat siang menjelma. Tubuhnya yang kurus, serta mata kuliahnya yang tertinggal.
yang menarik, hari saat semua merasa lebih, lebih panjang rambutnya,, lebih kenyang, lebih seksi bibirnya,,lebih pandai diantara anai dan tepukan yang lain. sebuah tempat, kupandangi sebuah gentong, berisi air minum, untuk air suci bagi mereka yang membutuhkan. terdapatsisi gelap disudut ruangan, pot besar Bunga indah menebarkan pesona keindhannnya, lalu berdamai dengan alam. Diatas tanah merebahkan daunnya yang berbantal.
Kuregus, pagi mendulang sabtu sore menempati butiran butiran kasih dari langit. Menjelang Tina, melahirkan anak kedua. Seharusnya dia memasang tabuh dalam setiap waktu dan langkahnya. agar terjaga dari gangguan Syaitan yang senantiasa berkecubung dibibir malam. Keringatnya kering dan pucat. puluhan Tabib menggendongnya dari arah sakitnya bermula. berdatangan dari negeri negeri anta brantah. lalu berhenti di ujung pedang Seorang Pengikut Raja yang setia. setebas, menghunus, lalu iblis dan jin jin pengganggu lari terpingkal dan tergeliat usik ujung pedang sang Pemburu maut yang jagal. hari bertataih, matahari kembali dilintas garis kening manusia. "nasibnya telah menjadi bubur, Istilah jaman disaat ejaan dan pantun pantunyang suram menenggrlamkan seduhan kisah kisah seorang pengembara dan penyair yang mati disiksa perasaannya oleh Cinta". taruhlah nampan didepan hidung, agar dia bisa menciumnya, sebab memakannya saja sudah tak memapu mengunyah,,sebab ajal dan tasbihnya telah melengkapi Hidup, seorang musafir yang jauh datang mencari titik titik Manusia yang diceritakan Oleh orang orang. dari zaman peradaban batu, hingga sekarang, yang pesawat terbangnya, serta tehnologi mebawanya bisa kemana mana. dunia sophie makin menarik diceritakan oleh para pengembara imajinasi dan lisan lisan yang bertutur halus lewat karaya kraya abadinya yang fenomenal" dan menggairahkan, serta menjadi motivasihidup sesama manusia yang mulai melatah, bagai anak cecak dan tokek, bertemu ular yang berdesis penuh gairah kehidupan.
---------------*************---------------
peluk aku dalam hujan. petir gelisahan, mengusir semak semak keinginanku
sesejuk nestapa. aku dihiasi kecupan berkumis. tanpa ragu makin membuatku merana
sampai petang hujan tak berhenti. aku-pun basah.
selain aku menggugurkan bunga bunga perawan
tumbuhlah bulu bulu disekitarku. nasib dan takdir berganti hilir bergilir, akupun berdandan, bergaya dengan rambut dikucir, sambil menatap lelaki pujaan diatas matanya. memasukkan di nasib duburku yang pasrah dan rapuh. aku memeluknya
segeralah pagi. Bisikku bercampur air mata.
beginikah kau memperlakukan saat hujan? sedesah nafasmu, memburuku
atau sama sama kita menciptakan sensasi?. naluri yang sama, kadang jsutru kita berbeda, aduh" sakit," kau masih menginginkan. pedih melihat matamu! wngkau masih menggilir semua yang melekat ditubuhku. secandu pemabuk, kau melepaskanku saat angin menggedor dan menjumpai rambutku kusut tanpa kuncir dan belahan belaiannya.
kain ini putih bernuansa motif bunga yang gugur. Tahi lalatku yang kusembunyikan sekalipun, kau habisi tanpa peduli gerak tubuh yang seperti meriang. jangan,,jangan kau habiskan Hujan malam dan petang. esok kau akan lupa!. segeralah, alirkan aku kesungai yang kering, agar terasa air mengalir, bagai pecandu mabuk dijalan yang rata, antarkan aku Pulang segera"!.
matanya terkatup rapat kembali. tak dibiarkan kedustaan berdua menikam nikam, membuai, menerpa hujaman. lantas susah untuk melepaskan pelukan dalam Hujan
mengalir bertamasya dihulu dan hilir. berganti awan, memerah pipinya, mereka reka kesunyian, pecah bagai teralas gelas jatuh tanpa bekas. Bukitnya berwarna abadi Cokelat tanpa Helai. dibiarkannya seperti akan meletus. kembali menatap dan mulai bisa membuka kembali matanya. sambil menatap mata diatasnya. kau bagai pembohong ulung, dan pemuja berhala Cinta. seperti kekuatan cengkraman elang,kau aliri darahku dengan sempurna. Jangan biarkan hujan berhenti. peluklah, segeralah melepaskan cengkraman -cengkramanmu. atau jangan hapus tanda tahi lalatku tersembunyi dibalik kain-ku yang lusuh dan berantakan selama hampir mataku tak mampu mengabaikanmu. hingga lama aku meratakan sepreiku, pada gulingan bantal yang tanpa ragu menyaksikanku, aku teringat. disinilah kau melepasku lalu meninggalkanku.
dion syaif saen
adegan cerita baru, pada tahi lalat yang kini hampir berubah warna,,,,,hemmmmm
---------------*************---------------
Ahh" kau
Cerita dong? Atau kita mulai babak baru?!. Seperti semula mengajakku beranjak lebih berani menaiki anak anak tangga".
Hem kau,,
Kuceritakan sudah! Kisah abadi
Kemunculan bulan, dan cerita sore yang ranum, mekar bagai bunga Cinta yang kini tertawan oleh garis pagi dan jatuhnya matahari dibalik punggung bukit" dan tiada gerai semilir kabar seperti biasa. Air mata Ibuku menjadi gerimis" aku tak berani bertanya
---------------*************---------------
PERISTIWA DI UJUNG SENJA YANG PANIK
Karya : dion syaif saen
kulihat matahari sepotong
kujaga tempuh jarak kaki-kakiku yang terbatas
adalah kisah hari ini, bagaimana kukisahkan? seperti pagi menjelang siang
ada wajah wajah yang pucat, dan memerah. berpinang air mata
anaknya masih minta dibelikan somai. Dua ribu rupiah seharian ditangisi.
ada se ekor tikus diselokan geladak rumahku, jinak kelihatan, namun matanya tajam, dan kakinya becek oleh lumpur comberan. tokek mengadu malam, cecak bergerak menuju dekat meja yang dipenuhi lalat. bertambah peritiwa mata yang ku olah oleh satu sampai dua jam, kutapaki perjalanan beberapa ekor semut. Tanda seru! selesai menangkal air yang tumpah dikencing sibocah yang tadi menangis.
hari telah terbit, suasana makin gaduh, ketubuh petani peluh bersiram matahari
menanti padi yang tertanam seumur jam berdetak segerai pagi tadi. pulang dengan catatan pupuk, dan benih yang sehelai berharap menjatah kehidupan sepenggal hari dan minggu. esok kemudian kembali, cerita berlanjut!.........
dua kekasih menagih Tuhan, segera memetik seroja petang duduk diberanda sambil menikmati sisa hari yang terjegal awan. kekasih dipelukannya. diceritakan Cinta peristiwa roamantik yang paling berbahagia, saat Cinta dimuliakan dengan mencintai apa yang telah menjadi kelemahannya, saat Cinta didustakan, antara kematian dan ingin membunuh mawar ditelinga bunga yang terselip. atau Butanya Cinta menangis, membathin, antara kepergian kisah kisah lama, dan hadirnya kekasih yang kini telah menjadimpelipurnya, sambil meneguk secangkir kopi, ditengah gaduhnya Hujan, diatas daun, berbukit diantarai celah sipit matahari yang berbunga sore tertunduk, gerimis menjadikannya lembut memuncratkan dari titik titik air menjadi pelangi, melengkapi sudah kepergian masa silam, menagih Tuhan kembali, apakah hanya sekedar kau menguji? mencoba mencemburui malaikat Cinta, seberapa jarak Bidadari utusan Dewa langit mengusung pahatan pahatan hatinya yang luka sejak Cinta dia pernah ada untuk air mata dan kepedihan. salahkah? jika kutandi hariku sambil menegcup kening kekasihku yang belum pernah terbayang dan diterjemahkan oleh garis keturunan Cinta yang berteori secara acak.? kesaksian itu, ditempuh dengan merambatnya malam, memeluk kembali kekasih yang kini telah melengkapi hidupnya.!
kuseret kakiki, menuju senja, kepalaku terasa pening. peristiwa yang kemudian berlanjut, seorang perempuan, dengan celana ketat, nampak ketapel berbentuk, "mungkin celana dalamnya berwarna lembut biru pasih!. betisnya indah, pahanya kelihatan, celana diatas lutut, tumitnya lembut, menginjak sejulur jari jarinya yang rapi. sepi kiranya harinya? atau baru barub bertengkar dengan kekasihnya, rambutnya dibiarkan dikibas oleh angin, bajunya tipis "ungu bisu, seperti matanya yang menatap diam kearahku. Aku berkelana diantara selaputnya. Butuh kekuatan, dan keberanian untuk mendekatinya. dia menggugurkan seleraku, matanya tajam, disudut binarnya, dia bukan dari sesuatu yang sama dengan Anum" mungkin dia sepi, lantaran kekasihnya main serong, atau dia menunggu pasangannya, kekasih gelapnya, sekelompok lelaki, berjarak dua sampai tiga meter, mengunci matanya, membuat siulan mesra yang menggoda. Perempuan bertumit mungil dan indah itu, tak bergeming, Dia tahu panggilan syahwat laki-laki hidung belang, juga tidak serupa denganku tentunya. sore kutempuh dengan kecepatan arah pandangku, saya bergeser kembali, menderet kuda besi hitamku perlahan, menempuh jarak kecepetan 40 lamban, dan menikmati panoram pohon hujan yang tunduk mmuja sore.
bagai semut ku ikuti rombongan, yang sama arah perjalananku. dan memisahkan diri dengan berbelok sedikit. ku laju kuda besi hitamku, secara perlahan, sesuai kecepatannya yang sudah mulai tak mampu berkutat mengelilingi hari disenja yang berteduh, dan sepi, kembali mengundangku, pada keramaian yang telah lama sepi.
aku terdampar disini,disuatu tempat, menuliskan sehari di ujung senja yang panic
---------------*************---------------
Bagai memetik seroja
Indah warnanya dan bening sesejuk lembayun pagi, tanpa sisir kau abaikan rambutmu di mainkan angin, sekilas rindu membentang, aku berjarak sayang, aku ingin menyudahi keningmu yang tak ingin ku kecup tanpa syarat syah, dan aku menahannya kepada janji cinta sore yang begitu kau nikmati sesepi awan yang mulai mengerti. Dengan keinginanmu menemui senja yang merona, serona merah dan pipimu.
---------------*************---------------
SURAT SENJA UNTUK DIK ANUM
Karya : dion syaif saen
sore yang menakjupkan, seperti biasa kita bergurau tengtang peristiwa bunga yang tumbuh ditebing bersemak sepi. ranting dekat tempatku berteduh bermata lampu pijar panjang, warnanya berubah kuning, mengirtingi musim yang dekil dan sekam, dan tak terarah, antara mata angin dan hujan.
ombak memecah, terkepung disisi cadar batu batu, yang pekat, terserimpung di kaki-kaki senja yang memencar cahayanya berbingkai sepotong mengkilaukan riak gelombang jatuh kedasar.
untukmu Anum, kau masih kunamakan kemuning cinta tergerai indah
bermukim dijiwa dan belahan belahan kuntum yang mewangi. selentik daun bergaun penari penari tutur yang ber mak up tipis, bibirnya tersenyum manis dan bergairah menata formasi dan jemarinya yang lentik, menyejukkan mata.
sepotong cerita dari nur menggoda kerinduankuy kepadamu
saat kuselipkan cerita tengtang mimpi-mimpinya, yang juga rindu dengan ayahnya dirantau negeri jiran. dan kau menawar bunga bunga indah yang terkatup lalu mekar berseri, tanda semesta kau diabdikan sebagai Cinta.
matahri merengkuh jalannya, senja menukik, laju nelayan secepatnya ketepian, malam akan memeluk merambah daun daun bungamu. dan kujaga setiap terpaan angin sepoi namun menikam nikamku bagai pembuluh rindu yang kaku.
anum senja yang tergelatak digulungan ombak yang membisik sendu di tepir angin, aku yang dilanda sepi pada setiap senja yang tertikam luka cemburu dan kebiasaanku, mengajakmu menuai ditepi laut, dan menceritakanmu tengtang hidup dan kemuliaan, yang berawal sejarah manusia dicipta oleh pernak pernik kemuliaan, keanggunan, dan kebadian terhadap sesuatu yang luhur, sambil menegurku yang tidak pandai menjaga ritual malam, dan menyuruhku untuk bergegas pulang.
Anum senja yang terbalik kali ini,,cahayanya begitu pudar dan tidak jatuh di punggung bukit, namun terbenam dibatas samudera yang terpijar rona cahaya yang bergairah membujuknya bersama memuja Ritual dan hari yang telah di lalui, setabdab kisah dan perumpaan , dalam batas batas perasaan yang kian tak mampu kuredam jua.
sepekan kumenunggu, sehari disenja kali ini, tersembunyi lara pedih, dan lembayun Cinta yang kutanam sedalam ketulusanmu saat aku belajar mengurai, dan menceritakan sejarah Kisah sepasang kekasih yang melengkapinya dengan air mata dan kerisauan yang berandai, bermimpi menuju ke pelabuhan akhir Cinta yang setia.
magrib-pun turun menyisir sudut sudut kotaku. dingin menyergap, angin melambat,
segera kukabari burung burung malam, dan tarian tarian dunia yang emngusikku, agar kembali berjarak dengan petikan serunai senja yang kini terbentuk terbalik, tidak sesuai letak baris dan jejak bukit seperti saat pamit dan pergi tiada bertanda.
dik Anum, apa aku melupakan sesuatu hari ini?
Anum, sampai hari ini, batuk ini menyiksaku, setahuku seperti yang kau katakan sebelumnya, saya telah mencoba mengindahkan seperti katamu. namun masih setia menemaniku, membuat keadaan disektiarku tak nyaman,
Anum terima kasih membangunkan kala semalam aku terlambat tertidur
kebetulan acara di televisi begitu menarik, sebuah cerita yang menjelaskan bagaimana Cinta, dan bagaimna berprilaku terhadap sesama, saya tak bisa melewatkannnya. sampai ku tangkap makna, ide, dan sejuta siasat manusia yang banyak berpura pura didepanku. dan kala sembapnya mata dipagi yang cekatan, liarnya busur panah panah muslihat. seorang jatuh ditebing dan di telikung oleh orang yang mengenalnya. kemudian menyimpan sekam dengan kawannya, tiba tiba, dilucuti senjatanya, dan diburu untuk di bunuh, karena segala rahasia telah terekam, saat awal dimana mereka saling membuat kesepekatan, untuk membunuh sebuah pimpinan tertinggi, namun karena kepentingan yang telah lama merasuki sejawatnya, maka, terjadilah selisih perdebatan, dan akhirnya berujung kematian sia sia. kekasihnya di sandra, dijadikan Tumbal, untuk melawan, dan menjadi pelaku utama tuduhan dan fitnahan, hingga suatu waktu, kebenaran terang kembali. disisi lain, cara penyampaian dan lakonnya aku menyukainya dik! karena sama dengan caraku mengaduk aduk kopi, yang diwariskan kepadaku, pemerannya tepat, dan antagonisnya juga cerdas, memainkan peran yang sebenarnya tak begitu nampak, namun caranya begitu halus melahap dan melakonkannya dengan lihai dan cerdik.
dik Anum, perlahan malam mencabuti kantukku, segelas air hangat membantu mengurungku dalam batuk, hinggapnya angin diantara ranting ranting, dan menamparkankan keatas seng bocor setengah abadku. pelindung diantara gerah matahri dan gerai hujan yang datang menjengukku. dan pada akhirnya mataku lelah, tubuhku sedikit merasakan ngilu, dari persendian, dan fluku, sore kemarin kubiarkan angin dan hujan mememluk, dan memanjakanku.
untuk Anum, ceritakan aku tengtang Mimpimu, yang semalam kau janjikan aku untuk mengisahkannya. saat kau bangunkan aku dipagi yang bersejarah, pagi yang dibawah rintik kembali, jalan yang tergerai basah. !kau lupa mungkin, tapi, biarkan menjadi cerita berulang nanti,!
anum kekasih, kusebut kau kemuning, masihs aja kau bertanya? sejarah Bunga yang kumuliakan, tak seperti kelopak mawar dan bunga rampai rampai lainnya. tak setebal dan setipis kelopak dan daun daun bunga yang di puja dan di pagari begitu ketat. sederhana, namun kupilihkan kau nama bunga itu. seperti kejujuran kasih dan perhatianmu yang kau bagi kepadaku. Aku makin mencitaimu ! terasa kuat menggapaiku, walau tak pernah kuceritakan, dan ku artikan Cinta yang menjelmakanku tanpa kusadari sekalipun, aku hanya tahu,Cinta tanpa ku katakan dan artikans ekalipun, aku melebihi itu semua. pada nantinya, kita telah diAnugerahi perasaan yang sama, kekuatan yang datang secara alamiah,
kutatap mega cahaya pagi tadi, kudapati jawabannya diantara awan mengarak.
aku telah bersamamu kini,tanpa dihantui peristiwa cerita difilm itu semalam, yang begitu kusifati, dan kusikapi untuk merubah perlahan, mengalahkan teori Ciri yang membentuk karakter, tak selamanya baik, dan tak selamanya menipu.
kututp jendela kembali sore ini,sementara aku begegas untuk mengantar kebiasaan Nur" ke sekolahnya, namun saya didahului Ashar,
---------------*************---------------
KEBENARAN YANG BUTUH UNTUK DITULISKAN
( kuselipkan kemuning nama Anum )
Karya : dion syaif saen
bagaimana jika sabda sang Bijak tak lagi diperbaharui dan di terjemahkan
sisa perang dan puing puing air mata? adalah sebatas sesaat tidak untuk dilupakan!
sanggahan zaman, dan berbagai kondisi yang di antarai sebatang kemaluan yang tertancap kemana mana, selir dan istri istri cantik, perempuan seksi penari telanjang, menjadi kebijakan lebih menarik. atau seabrek peristiwa, antara malam dan sisa subuh, ada yang terbaring ditelanjangi kemiskinan. dihasut jiwanya untuk beranjak pergi membunuh burung burung yang jujur dan mulia. alam memandangnya dicakrawala tak terbatas."!
demi Tuhan! benang saja bisa aku masukkan pada lubangnya yang kecil, benang kutarik,
darah menjalar kemana mana. ada kidung yang mati, ada dedak nasi sarapan ujung fajar dan siang yang tergagap, menemui Hujan yang tak lazim. mulutku memuncah kata, dimana kehendak sabda Tuan? dan mereka yang mewariskan darah darah iman
selajur Musa yang mencari pengetahuan Tuhan, tak tampak sudah dalam kefanaannya
tak ubahnya perias yang bersolek bermuka dua dihadapan Tuannya. sang Tuan tertipu pasih.
aduhai sang bulan, ajarkan meminjam mata cahayamu, yang sepekan waktu bermimpi dengan hantu. dan memuja Cerita yang tak sahi'! salahkan yang benar, pulihkan mata rabunku, yang bersama sama melihat seorang lelaki telanjang dada ditrotoar, jiwanya mati, matanya bernisan darah, tubuhnya bertapa tanah-tanah dan debu. sepi dalam keramaian dunia, dia hanya tahu dirinya sendiri yang tak mampu di katakan, tafsir bahasa Tubuh terjemahan empati tak lagi dalam bersahabat.
aku melihat gemintang tiada berseri, bagai air mani titiknya tak memujaku lagi sebagai manusia, karena kesalahan bersama, hutan bercemara murung, sayap banagau ditembaki pembidik pemula, tanpa memajang lehernya kembali dipematang, banyak mata bidik dan senapan Bualan tak mengenai sasaran. Bangau juga butuhhidup dan terpelihara oleh jagad, menjadi panorama indah tat kala sayapnya dikepak bersama kawanannnya, melintas di bawa awan, berbaris teratur, membentuk formasi, aku tanpa berkedip tegun dengan sadar, betapa mereka mampu mengatur dirinya sendiri, sampai kecekatan sepakatnya pemandunya bersama sama mengepak sayap melawan dan membiarkan angin sebetntar menerpanya.
kerikil itu pedih, dan picis menusuk kaki kaki dan urat urat darahku, berjalan pada tatih tatih, untuk sebuah harapan saja. mana mungkin aku harus melewati Jalan beraspal dan berbeton dipagari tembok dan batang runcing dihiasi pohon angkuh yang didatangkan dari negeri lain. semantara disana ada pasang mata dan pencuri berdasi berkuda Istana. dengan wajah geram, dan tatapan mengancam ciduk"
aku berlari saja kehulu, agar aku bisa melihat dan menikmati pohon kelapa dan nyiaur melambai, antara aku berada dipulau yang tak bernama, dalam perjalanan panjangku yang buta peta dan kompas waktu, yang dijambaki oleh tali tali kekang yang belum bisa melapaskanku yang tak sadar dalam mimpi dan sudah tak berdaya.
kaki ini letih, mulai merasa nyeri, sampai ke ubun ubun
tanpa seteguk, sekilas terbayang perempuan impianku, menghampiriku, dan mengelus bening bening matanya, seteduh purnama malam, menjumpaiku dalam lelahku, dia mendekap, dia membelaiku, dan menatapku dengan penuh Cinta yang tak berwarna, aku tak mampu berucap dan tak bisa mengingat dari mana aku berjalan dan tertatih, semakin hangat, semakin lembut mengecup keningku. kemuning" kaukah yang bernama itu? dia mengatup bibirku dengan sendirinya aku tidak tahu lagi, sisa waktu yang menggilas dan mau membunuhku. aku terhindar kemudian selembut Cinta menempatkanku disisa kebenaranku yang butuh untuk menuliskannya.
---------------*************---------------
PECAH PERAWANNYA
(sekedar isutrasi)
Karya : dion syaif saen
pecah perawan, pecah ketuban Amma'
menanti cucu yang bersilangkakinya, menempel keperut ibunya, menete' diputing susu ibunya yang lemas tak berair.
segjur tubuhnyaberkeringat. memaksakan mata dan erangannya yang hampir keluar memecah dunia. dan membelah kelenjarnya. anak kepala Batu terlahir lagi
pecah perawannya,celana dalamnya basah
air ketuban ibunya pecah dengan air mata sedih disudut malam
perutnya mulai kempis. anak sibuyung menatap lemah ibunya. Perawannya basah
kemuliaan salahkan siapa?
pecah perawannya. saat setengah hari, dia mencari lelaki yang membujuknya
perlahan tetesan beningnya ajatuh lagi' ahh air mata kecewa, hemm, air mata zi-asat
ibunya membujuk, agar menghilangkan perasaan takut dan penyesalannya
kaukah ibuku? aku bukan menjaga sekelenjar sama denganmu. namun aku telah membuat kejujuran, buluh tipisnya disentuh oleh sesuatu yang tak pernah aku duga!
berpelukan, tangis reda, desah angin dari bibit baru menghelanya.
berbaringlah. dan kembali teteki anakmu, agar kelak dia bisa menjawab pertanyaanmu. dan jangan sekali kali membuatnya terjatuh di sudut sudut kelopakmu yang sendu, karena kau telah tak perawan lagi. bukankah itu hal baik. agar biarlahkita yang merasakan kejujuran air mata dan keperawanan yang dipuja dan dijaga itu pecah, berbujur sesal disaat kenikmatannya susah kita pungkiri. "berbaringlah. dia butuh air susu kemuliaanmu.!
pecah lagi perawannya. Satu hari mencari bibir mungil anaknya yang lucu. Setelah semalam rewel tidak tidur minta nete'. kenapa? panik. dan seribu pertanyaan dipikirannya yang terekam dengan banyak hal yang membebaninya, Apakah dia tahu? aku telah di ziasati kenikmatan? apakah dia tidak mau lagi membujuk puting susuku yang sungguh kubiarkan dia jadikan pelembut dan kasihku?,antara kekuatan jiwa keperempuanannya dia mencoba menempelkan kearah bibir takjup yang mungil. masih" tak berselera. anak sisulung kini mulai marah, ingin kelaminnya dirubah menjadi berbeda dengan di zia-sati!. agar tidak menyesal seumur hidupnya.
pecah lagi perawannya. setahun berlalu. lupa kemudian
---------------*************---------------
MATAHARI ITU
Karya : dion syaif saen
matahari itu tak lazim disore menjelaskan semilir angin.
tiada tanda semesta menghadirkanmu, namun banyak manusia yang berdiri ditepi ombak,dan diatas batu batu, menunggu warnamu yang merah bersisir ditelengkup ombak yang menggulung dan memeluk karang - karang kesudahan waktu.
andai matahri tak lagi setia, semilir mencuri helai rambut yang melati dihias
ada riak yang ketepi, busanya hilang sekejap, hanya bisik hati mengulang perisitiwa masa lalu. andai senja muncul satu kerak bumi pecah dan layar perahu terpecah daun daun layarnya sobek dilanda kekikiran pikir yang diselumuti duniawi.
anak manusia hanya menunggu ingin disuguhi Matahri petang dengan nama senja yang cantik dan indah. tidaklah semudah menungguinya, sebab hukum alam dan peristiwalangit telah tertoreh digaris garis Tuhan yang abadi menentukan.
apalah kata Ibu, saat petang kita pulang dan berbaring mencari mimpi?
sementara dunia makin panik dan riuh dan ricuh.
pulang atau menunggui magrib, berkisah lagi sibuyung dari rantau perisitiwa dinegeri yangs ama, bahwa aku merindukan Amma dan kekasih? walau sejenak melihat helai rambut dan lembut jemarinya membasuh ubun ubun pikiran kita yang rapuh!
begitu anggun anggrek bersemedi di batang pohon mangga yang berlubang
tanpa dia tahu pemuja rahasianya datang ingin memetiknya. selalu menghias permanik manik cerita, yang roman roman dunia, atau kisah sang pangeran yang ditelan Bumi karena telah menculik anak raja yang jelita, yang kemudian melahirkan anak anak zaman yang menandai peradaban ini, lebih jujur dan mulia
seperti bulan yang malu malu, samarnya umur yang belum sepadan dengan prosesi hidup yang labil, manalah aku tahu, bahwa matahari petang kau tunggu di permadani bumi yang asing! tanyalah kepada sekeliling manusia yang menyembah!, setelah bulan januari atau selepas kalian hanya melewati kelahiran Rasul kekasih Allah.
dan kalian lupa sebenarnya. lalu kemudian mencarinya kembali, hanya saja Nabi telah pergi bersama orang orang yang mencintainya, orang orang yang pandai menemukan matahari, yang menuai Cinta yang begitu indah, tidaklah mudah menantikan senja yang mulai diregus awan yang menghitam dan berputar putar dilangit biru yang pekat, dan berzikir.
---------------*************---------------
SATU HURUF NAMAKU DIABAIKAN ?!!!
Karya : dion syaif saen
aku dinamai beribu makna, lautan, dan asmara
sepiku di anugerahi lilin sebatang pengganti kelenjar mataku
dijulukinya aku cengar cengir bibir, dan tawanan sifat!
sembilan butir telur kupecahkan skenario dan rahasia hati
senanundungku kemudian pergi ditengah ngarai, syair mengadu kembali
aku berjalan diatas bumi, setengok kanan lirik mataku pucat rabun.
puisiku hilang di tengah pertikaian anak anak jiwa yang bungsu. selebihnya" aku diam
seperti pelukis abstrak tak bernyawa. mati karena hitamnya kejujuran. lalu tanah hendak pasrah menerima jasadnya. Tuan pelukis tak bernama.!
merindukan purnama, walau terpental waktu yang menggurus, meretas, membeku, membelai, membakar, dan menciumi, sepi, sekedar menghasut atau lebih dalam lagi, menamaimu sebagai apa?. sajak tak berwarna. merasakan tajamnya sisir. kepalaku sobek kena kerikil dari bualan yang bernama"!
sebelah timur taman sufi beralun dan berayun senandung pikir dan tauhid, namaNya disebut suci. sumpah kematian begitu menakutkan, diangkat kedua tangannya" berhadapan Tuhan yang tiada tandinganNya. sapalahalam, antarlah kedalam susunan syair dan sumpah sajak sajak yang telah lama pergi didesir waktu dan kepergian kekasih", yang telah di tunggui diarah timur Matahari dan fajar mentingsing menunggu lelaki tak Bernama untuk satu tujuan yang Hakiki, hidup dan bersama kekasihnya yang menjadi tuntunan bathiniah, suguhan Cinta yang Tulus.
namaku disebut seperti angin
bagai puting puting yang abru berias menata kemolekan, merias wajah yang menempati garis keturunan. Namaku ditakdirkan, bagian pecandu yang ingin meremasku, dan melemparkanku ketepi badai, dan ombak yang bernafsu.
aku-pun dilahirkan kembali, sebagai takdir yang ber-ahlak. satu-satu pergi. sebelah keningku berputar, mataku yang tajam sebelah kananku, kemudian mengecil, tak sama seperti dulu, penuh pesona. dan tiada berbatas hamparan tatapanku. mereka jatuh dipelupuk sambil kurebahkan disisiku. mengecup keningnya yang melengkung, dan menciumi bibirnya, lalu jemariku pandai menukar keinginannya, kesan dan kesini
atau meletakkannya diatas sehelai rambutnya, membelainya, hingga seseduh bulan tak ingin lagi purnama keseringan. biar remang cahayanya menayaksikanku begulir dengan gurasan centil dan katup matanya yang nikmat. aduhai kau rembulan bergeserlah!" andai kau tahu. maka kelak, namaku jangan kau sebut, sebab aku telah lama mengusir sebutan, dan menguburkannya dengan hati, seperti butiran debu, bualan nama nama yang ber-asmara dengan harapan, kejujuran Nama takkan bisa mengubah bentukku seperti ini.
namaku kemudian disebut kembali
bagai anak panah membusur dijantungku, tanpa ragu dan ceplos mereka menamaiku
se-selera mereka. aduhai dikau Amma' engkau apakan namaku? atau tata" yangs alah menyebutkanku hingga satu hurufnya kdang diberkati, kadang mengurai cerita dan protes terhadap nama -nama yang lain yang sematkan. maafkan aku, selama aku menamakanku, aku lupa bahwa kau begitu mengingkanku sejalur dan seindah namaku yang direbut malam, dan siang,serta waktu yang menenggalamkan sebujur Ragamu yang mulai berjangkit sakit-sakitan. aku mulai Panik" keringat dinginku mulai mengucur. sebilah pedang, sejentik kukuku yang tajam, ku rias dengan menggunakan gunting lipatan. bagai kertas, aku tersobek lagi.
untuk pujaan hatiku, kekasihku, calon pengantinku, kau kan tahu dimana nama itu berawal, sementara waktu, kau telah tahu, segerai kembali hujan di subuh kala itu, namaku kau sebut, aku bangkit berbasah- basah, berjalan ditiupan angin dijendela dekat kasur dalam dekap siasat iblis. kehadiranmu mematikan akalnya, lalu terbirit birit pergi ketiang rumah dekat lemari pakaianku yang lumer dan lusuh berbau keringatku setengah abad.
dengan seribu warna, sekian banyak Nama.! sembilan puisiku namamu selalu kuterjemahkan dengan nada nada Biru. meneratmu bagai pengobat, dalam kesepian namaku yang telat mengatakan Cinta kepadamu. dan Tuhan tahu itu!
sekitar Bulan selebihnya dipusaran seribu menit telah kita habiskan. merindukan, meresahkan kala kau tak menghubungiku, atau tat kala malam mencuri senja yang kutemui mengadukan Rindu berjarak Cinta seratus Klio meter lebih. aku tumpahkan pada sajak sajak malamku, dan segesit camar aku terbang melayang jauh diantara pecita dan perindu yang lain. aku lebih ebrbeda dengan mereka, hanya belajar terbang tanpa sayap, aku mengurai sepekan tengtangmu, bahkan setiap hari kuceritakan kepada mereka, bagaimana aku jatuh Cinta kepadamu.
namaku ditegur penyair, disebutkannya lebih memeberikan nasehat. tanpa ada segumpal dusta dan durhaka kepada kedua orang yang hebat melahirkanku. segeralah berias, aku datang dengan pinangan Cinta mahar seribu Bulan, seperangkat kasih atas Nama Tuhan.! aku memilihmu sebagai Cinta yang bathiniah bukan sekapur sirih kunyah mentah, namun ranum bagai Buah kelembutan, manis bagai madu berkumbang ketaman taman bunga meletakkan kisahnya yang rela Mati untuk Ratu kemuliaan, dan pengobat luka luka yang bernanah dan berdarah sekalipun
akulah nama itu sayang, nama yang disebut seribu bentuk dan makna, seribu pengandaian dan maklumat ke-namaan. lalu kau telah melengkapi Nama itu sebagai kekasihmu" yang tiada membandingkan, pada seribu sepasang lelaki yang bernama sekalipun. kau bertanya tanpa jawabku, kau menjawab tanpa tanyaku.
kau mengukirnya dengan nama Cinta bersanding dengan Namamu dari Rumpung terstrata kemudian kaulah kunamai bunga" Kemuning' sebab mawar banyak menipuku, dengan nama nama bunga yang lain."
---------------*************---------------
Aku terkira pada suatu waktu
Ada dua dunia membeda
Kenapa engkau tak menyangkalkan
Andai sumpahmu benar
adakah Tuhan, Menghukummu?
Tidak"! Sebab kau telah berada dua sisi, dan selesih pilihan yang berbeda
Kita punya kesalahan
Kita juga pernah benar.
Dan kita pernah bersalam salaman
Tapi kita tak mampu
menjadi pembeda,
diantara yang berbeda
Seindah bunga, jadilah keluhuran budi
------------------000-----------------
perempuan itu tegar, mudah menangis juga
tapi dia kuat untuk hal kesabaran, saat suaminya menyeleweng
atau berohong, dia hanya marah sesaat, atau menutup pintu kamar
setelah itu dipelukan suaminya lagi.
dia rela, penuh kasih sayang
jujur, mencintai sepenuhnya, walau dimintai untuk poligami dia malah justru tidak lebih sesaat dan langsung marah, begitu sangat toleransi dan bijaknya.
dia punya eksistensi, yang takkan mungkin bisa dimiliki oleh Laki laki
dia mencuci pakaian, sambil memasak makanan kesukaan suaminya, setelahnya memilihara anak anaknya, menyusuinya meski kadang saat pagi bangun subuh hari, membersihkan tempat tidur, memanjakan anaknya dengan selimut cintanya, memasak air, dan menyuguhi kopi suaminya, atau menyediakan pagi dengan senyum yang tanpa sesal, dan sesak, itupun semalam bekerja ekstra, karena saat anaknya rewel minta disusui, yang anak tengahnya lagi, minta ditemani, dan yang satunya lagi ngompol,dan dalam waktu yang bersamaan, perempuan bisa menyelesaikannya, tanpa meminta atau membangunkan suaminya yang pulas.
pagi beranjak, dia menyediakan peraltan dan keperluan suaminya, menyapu halaman, cuci piring, kembali lagi mencuci pakaian yang kotor, tak lupa membuatkan sarapan lagi untuk suaminya dengan anak anaknya,,
memakaikannya dasi suaminya,mengantarkan suaminya sampai dipintu penuh Cinta. melambai begitu penuh pesona kasih. dan menggendong kembali anaknya yang semalam masih saja meminta susu ibunya, mengantar sisulung kesekolah, sementara pakaiann kebiasaannya masihs eputar daster atau pakaian tidur semalam yang belum tergantikan, belum cukup beberapa jam, sekitar wilayah waktu dimana matahari mulai tegak diatas kepala, dia bergegeas segera kedapur, namun sebelumnya dia menjemput dan menunggui anak anaknya pulang, dan tertidur pulas, meninak bobokkannya, menjatah perhatiannya sepenuh kepada anak anaknya tanpa memiliah dan semuanya disamakan, didapur dia kembali berkutat diantara bau bawang, tumis ricah ricah, tidak lupa racikan special untuk suami tercinta. "belum cukup sampai disitu, apakah dia sudah mandi pagi? perempuan yang punya juga aktifitas diluar, berrpikir dirumah dan kantor, serta catatan harian menunggu suami pulang dengan kecupan didahinya.
hingga malam kembali mengelabui hari, perempuan begitu tulus, tak seperti laki laki yang kadang membohonginya. mulai sms dari mana, dan semalam, pura pura lembur, atau keluar kota atas intruksi pimpinan, padahal disana ada rapat lain berbeda disudut Cafe atau hotel sesuai perjanjian dengan yang sama dengan istri Perempuan yang selalu menghiasi hari-harinya dengan setia,"???. perempuan akhirnya terbiasa dibohongi. dan membiarkan semua berjalan, sampai suatu saat nanti pecahlah piring, raiblah cinta, jatuhlah air mata, sakitlah bathinnya, jiwanya ingin memberontak, bathinnya tersiksa, namun dia tetap bijak dalam mengambil keputusan. berbeda dengan laki laki, Ego dipertaruhkan, dia seolah olah benar, dan petunjuknya dan kepututsannya cendrung, begitu menyakitkan dan tergesa gesa, keputusan emosianal.! "perempuan hanya terdiam, sembari memeluk anak-anaknya, dan tidak mau mengeluhkannya kepada anak anaknya, meskipun dia tahu ini tidak adil, ini tidak sesuai dengan apa yang selama ini menjadi kekuatan, dan rasa Cinta, kasih, serta seluruh jiwa dan pengabdiannya untuk Suami serta keutuhan keluarga. apakah perempuan lemah? dan suka mengalah? saya pikir tentu tidak!
bersambung................
---------------*************---------------
SEPERTI MATA IBUKU AKU KATAKAN MIRIP
Karya : dion syaif saen
seperti mata ibuku, katanya aku mirip
namun aku tak sesederhana ayahku, Tata' yang selalu masih berkisah kasih sayangnya
sekedar berbagi pagi. dihari ketiga menjelma menjadi lebih bisa menahan tangis, dan jatuhnya sebutiran air mata ibuku yang katanya lagi-lagi mirip dengan mataku.
segeralah beranjak dari dapur, ada cerita hari ini,darilangit, dan Dewa Dewi, dan pakaikanlah gaun yang kubawa dariNegeri sakura kukunjungi belanjaan, khusus untuk Amma.
semalam kau terbangun," kenapa ma"? apakah kau khawatir apa aku tak mampu memejamkan mata, karena kau meragukan Cinta yang telah kubawah dan kukabarkan padamu? ahh'ma' berlebihan sekaliki. atau risau dengan batuk tata' yang sudah terlanjur bernikotin sebelum tidur? atau ikut menonton kesukaan kamiberdua?
ma" tidurlah, segerai rambutnya disibak, yang begitu berkutat didahin dan pikirannya, kapan subuh memasuki." tidurmaki', saya akan melelapkan mata disisi bantal dan kupingku yang mengadu suara suara binatang jejak malang dan bengal yang jalang.
angin menerpa jendela, suaranya berisik sekali' atau sekalian masuklah penjarakan aku yang gerah dan jenuh disisi baringku yang tertumpuk.
atau hambar cerita suguhan drama yang tidak kuselesaikanmalam ini, meski kisah seperdua malam bersama rembulan dan kekuatan mimpi-mimpinya dan memeiliki kemampuan kecerdasan diatas kepemilikan jiwa dan kepengetahuan seusianya. namun tanpa kujaga mataku, berkedip setelah kutendangi asbak tanpa sengaja didekat ujung kaki kaki meja televisi." Amma' kaget lagi." ahh, malam ini berisik sekali.
------------------000-----------------
DALAM WAKTU YANG TIDAK LAMA AKUPUN PAMIT
Karya : Dion Syaif Saen
tak detak bergetah. lampion putih berbadan kain sutra
samar, namun menyita mataku yang tercekat
salih, sulih dan salah, pendapatmu, aku juga baru tahu
api didalmnya, sekam berubah pekat
hitam, hampa, demikianlah kiranya, asap tanpa api
hujan berderai, lembut bunga malu sangatlah sekesi
aku mencolek, menclah dan mencak mencak
anggaplah gurauan, namun sekutat pikiran mengejarmu.
aduhai dikau mata, kenapa kau tak palingkan kepaha mulus saja,
di dermaga yang baju terusan keatas pahanya. diterbangkan angin laut yang merah.! tersungkurlah mata ini sunyi diam mencekam, aku melihatnya
persis didepan hidungku, anak badik menikam sebuah tangisan menyayat,
dalam debus dianiaya tubuhnya,
hanguslah badannya,
terbakar Pujian dan godaan sisa iblis yang congkak tanpa ampun.
aku lebih memilih jongos, atau memunguti daun daun sisa batang
diselipan matahari yang bederai
berdesis bagai ular, mendesah bagai dirangsang kekasihnya
nikmat sesaat, manjalah jiwa, hiduplah dengan bukit bukit cemara
atau terlentang telanjang dada di Tubuh yang sintal melumatku
aku memilih diam, terhunus jiwa dan hasratku, aku tak bisa menahannya
dan menambat bibirnya disudut tepi malam
antara ingin, atau menyelesaikan dengan romantis?
sumpah" aku masih ingin, melihatmu di dermaga itu, menataati mataku
yang tak lagi juling menatap masa yang keruh, dan penuh laman-laman yang terpikat oleh benang benang tipis di dadamu.
menutup rapat jendela saat angin mendera
mengupil ditepi ranjangku yang berdebu, hidungku bergerai ingus berbusa
sakau akibatnya. atau berhenti melintas di sudut mata dunia yang kecewa
sebelm kuseduh kopi ini. aku pamit dalam waktu yang tidak lama.
---------------*************---------------
Ibu,,,siapa yang menawar bulan?
Dari mana datangnya sifat,?
Anak malam membuyarku
sambil melirik foto anak gadis yang terpecah pikirannya.
Sanak tanpa mengetahuiku sebenarnya aku dekat namun pura pura tak mau segundik kepalsuanku terhadap luka
mentari disuguh pagi yang geliat genit.
Engkau menyusuiku kan saat ku kanak dulu,
,lalu kenapa Tuhan tak memberiku alamat dunia letak harta bumi
dan jagad alam untukmu?
---------------*************---------------
SEBUTIR AIRMATAMU DAHAGA HILANG
Karya : dion syaif saen
kepada Tuhan kekasih Dalalu
kepada perias kelopak yang molek kemayu
terhadap penyair yang kalap dengan meremas kata-kata
untukmu yang tahu peristiwa malamku yang peka
aku menawarkan bulan, kau menolak
aku juga tahu kau takkan membalasnya tanpa sebutan
aku juga mengenal aksaramu yang kubaca sepintas purnama yang anggun
dari balik tirai penutup ragamu yang bersemayam msiteri kemulusanmu
ataukah kulitmu yang sensitif terhadap mata lelakiku
aku menyapamu, dan meminta seteguk teh hangat dinginku yang mendera
dan kau lkirih mengucap,
"Maaf sudah malam tanpa dan tak ada segelas teh untukmu
seteguk saja, biar gersang tempurung duniaku bisa bergeming
kearah toleh mataku yan g menagkap kelopak malam yang sepi
Di malamku tak da setetes pun air
tidaklah mengapa, toh jika tak ada teh hangat seduhanmu,,
dan setetspun air di bejanahmu,,aku ingin air matamu
Air mataku pun juga sudah kering karena kemarin panjang yg melanda
tapi aku tak melihat kelopakmu sembab
dan justru aku ingin meminangnya sebutir saja
Kering sudah tak sedikitpun tersisa!
tapi kenapa juga kau kunjungi telaga?
kaupun tak mengerti jwabmu seadanya? ataukah ditempat semi dingin mencurimu?
salih, dan sangat memuja takjup dimusim sulih seperti ini!
aku mengabari bulan di kotak warna putih berkemas pita merah
sama dengan gaunmu yang berjubah, bagai pesiar tangguh dalam badai pasir
seperti Perempuan bergairah dengan darah dan kesepian
jalan ini masih panjang, sekali lagi kuminta adakah seteguk teh hangat malam ini?
atau kipinta kembali air matamu yang menuruni bukit di dagumu?
mataku hilang didalam badai, aku tak melihat apa apa
aku disalahkan jatuh dipelupuk Cinta yang berdebu kunyit
sepekat awan yang manja, segempal kepalang palung menghantamkan
aku telah lama terluka
tercecar, lekas lepas gaunmu, agar kuketahui alismu yang melengkung
atau dahimu yang pernah kukecup?
aku dingin, aku tergapai malam yang tertusuk
bintang tak juga berpihak, alamat langit yang mencekam
aku hanya minta sebutir air matamu...........
---------------*************---------------
KEMUNING CINTA
Karya : dion syaif saen
selembut sepi, aku mencintaimu begitu santun
lantas kalapku dengan kecemburuan yang palung
bualanku mengunci rapat, dan mengajakmu bertunangan
agar aku terjaga dari goda goda dan betis seksi
dari ujung rambutnya yang berkepang
pagiku yang berarti, sebab kau telah ada bersemayam cahaya
dan mumpung hujan tak lagi peka, dan murung
aku memisahkan dahan-dahan pagi terpikat
bantulah aku mencintai
telaga yang bercucuran dikelopak
sementara kita jauh menjamah rias rindu yang berbaring
kita simak sajak-sajak benci, dari kepergian kekasih
kita bacakan dalam cermin, puisi Cinta yang dirundung
benarkan selagi laut belum merah.
sengaunya burung nuri sepi sayapnya
kita adalah butir yang berkilau
semi di taman mekar seribu bunga
padajumlahnya yang keseribu kata Cinta
berkelana diantara jagad ini
aku diartikan bagian pemantik asmara
terkisah tanpa ending
antara lemahnya keraguan,
dan beratnya perpisahan, yah aku dan kau
tak akan dipisah, sebab kita bagai fajar
dari puntung puntung malam yang berkiat
bagai degup kita sama
belaian, dawai memainkan jiwa yang bersemedi sudah!"
bahwa kita adalah mantra-mantra
dari cawan kemenyang yang mewangi
menjadi ritual menghalau badai-badai
yang menerbangkan layar layar kita
dilandai pantai seteduh pohon patih sang raja bersahaja.
kita disuguhi ranum buah cinta kemuning
yang berada diatas kepala mahkotamu yang beradu
terjamah aku dengan ragu dari jauh
namun kau dan aku seperti pagi dan fajar
memberi secercah cahaya jujur yang lembut
mengasihi semesta,
dari dekapan awan menggulung berbagi hujan yang bergerai
yah kau dan aku
kemuning cinta"......................................................
---------------*************---------------
Kelopak matanya menjaga jarakku
Selemah bayur kuterka dia ragu
Aduhai, usahlah membagi pandang
Aku disini tak jauh dilentik bulu matamu.
Asalkan dikau tahu, warna rindu
Yang tak mampu menyamar
sepi disini dik, apa hendak kukatakan
---------------*************---------------
akulah dinasty dari Negeri angan
menembus warna, menunjuk dengan mata, melebur dengan hitam, putih
masihkah tertuduh mistik?, dan lenggang kangkung penyair tersohor?
sadar aku bukan siapa-siapa
seperih kelenjar, dahiku mengerut, mataku masih dengan kisanak
tahukah dikau? Ahh"aku rasa kamu masih bertanya tanya.
---------------*************---------------
MATAKU DAN SEKSUALITAS
Karya : dion syaif saen
demi atas nama selembar duka
atas tumpukan tumpukan kertas yang bertuliskan kisah kemuning dan kemanusiaan
yang sumir, yang berbuntut kecewa, atau sepanah asmara yang tak lengkap
benakku berdiri, ujung lidahku menangkup sisa liurku yang bertahan
seduhlah, biar kuteguk secongkak cengir mamalia yang menatapku hampa tak berarti
laut membagi buih, sanur menunggu ditepi tahun
sangar, membentang, seram membubung, kucing melawan sesamanya, ingin kawin"
mengepaklah sayap, berbagilah dengan angin,
berbukit cemara, dan masih kemuning menghiasi,
aku tak ingin bunga lain, sementara kertas melipat ujungnya menuduhku menyuguhi batasan tabu, dan terlalu lama menunda,
ataukah kekuatan jiwa dan sikap menanggapi laman laman berikutnya?
aku tak jujur mengakuinya.
sebab mataku masih disebatang paha, dan bibir seksi,
bermata sama dengan sepertiku
sama dengan keinginanku, untuk kembali seperti lukisan kataku
tentang sebuah peristiwa Panen seksualitas,
menggusur bibir bibir lain, serta kelenjat selaput tipis perawan anak gadis
yang terbunuh semalam?
berhitam durja dengan sepertiku?
antara hitam putihnya kemuslihatan, dan tipu daya terhadap diri sendiri
aku dan lukisanku yang kemudian pamit kembali
---------------*************---------------
Bus berkarat
Realita yang brukat
Makin passif dan pucat
Melihat rakyat melarat
Kemenangan untukmu konglomerat
Awan panas dari sinabung dan kelud makin pekat, mata pencaharian tercekat, kalau sudah begini kenapa tak dipejabat bagi pejabat yang bejat?
trutut kuberduka cita bagi aparat yang keparat.'"Aku diam hanya bisa bermunajat"
---------------*************---------------
SEMILIR ANGIN KITA SAMA – SAMA NEGINGINKANNYA
Karya : dion syaif saen
berlesung, pucat, wajahnya mengerti ajakan mata lelaki
sintal, bagai penari awang awang, yang berbalet, dijinjing ujung jemarinya
lalu celananya menempel ketat, persis buah ranum yang mencekat nalar dan kelenjar syarafku. aku membagi keinginan, antara sebatas meremas, dan meremukkan kejiwaan ini sampai setengah,
dan tersanggah nafasku yang sesak nikmat
kain kain penutupnya, menjaga jarak mata dan keperluanku seadanya
melewati ubun ubunnya, aku menambah gairahnya. dalam cekatan tangan meraih tubuhnya, merebahkannya"
andai bisa kutebasi malam, agar tetap remang, dan melepas gaunnya
ditepi sumir matanya menatapku, perlahan matanya dipejam.
geliat tubuhnya merasa jauh membusungku, demi menjaga ritme, biarlah kugigit bibirnya. sampai lebih tertentu arah dan keinginannya.
sama bagai bulan cemburu, mereka mengesek tuduhannya sendiri
dalam perpisahan dibatas kelenjar dan kejiwaannya, terapi hidup yang belum diselewengkan, sebab terbasannya tiadalah bernilai, dibanding jiwa yang melarat, sepalung kemustahilan, yang mulai mengandaikan, perempuan sepi yang bermata biru, jatuh dilereng kecamba malam dan cumbuan. antara masih meminang malam, atau ingin berhenti diantara rembulan. semilirpun menyusup dingin",
terapikah,atau pengobat luka yang merasakan sepinya waktu
dan penantian yang meradang? sebelum pembaca menduga duga
bahwa ini hanya siasat kaum hawa yang memilih diam disudut remang
sembari tubuhnya merasakan keletihan,
dan menuduh air matanya berzinah. kalian tiadalah mengapa menganggap ini adalah meresap, masuk kelubang lubang syahwat kalian, yang juga ingin merasakannya beberapa saat, bahkan beberapa kali.!
tapi aku sangsi kalian sanggup menahannya. membacakannya saja, kalian pasrah, dan meleawan kodrat takdirku, dan memindahkan kursor keberanda lain? sambil menggusurku kelembah, kejiawaan,! sangatlah berbeda kawan, kau belum tahu, semilir angin yang merusuk, merusak kertas kertas peringaimu,maka bacalah dalam lipatannya, kau pernah kulukis telanjang separuh kemaluanmu yang basah dan berlendir juga.
sewindu, semisal waktu mengabdi
siapa yang kau pilih?
mencabuti bulu bulunya atau menindihnya dengan tergesa gesa
sama seperti mamalia yang bebas berpesta seksualitas dipadang runput, dan gersangnya hujan, lantas kau memilih apa untuk membathins aja kau enggan, sebab jujurmu melebihi bunga malu yang pengecut, melambai, didasar bumi, bersama lumpur dan rumput berpasir, luluh juga.!
sampaikan salamku kepada jiwa jiwa yang merana sama sepertiku
sebab kita sama sama menginginkannya
bukan pengecut!
---------------*************---------------
BIOLAKU BERUBAH WARNA DAN SIFATNYA
dion syaif saen
tanpa kusadarai hanya menatap secara sepi,,pada mataku yang berkaca
selebihnya,,entah apakah pemilikmu kelak, dalam maharku kepadanya,,hanya dengan ini, seperti goresan sembab kebeninganku, aku tertawan oleh satu kecintaan yang salah dimenegerti.
teduhlah jiwa, ajarkan Cinta memasang rindu. walau harapan yang rapuh
dalam tragedi senja kemarin, dan saat pagi tiada lagi senandung picis yang romantis.
gejolak ini, gelisah ini, takut sebuah perpisahan, andaikan aku bisa meyakini, namun Kelemahanku, semisal daun yang tergorek, terkulai sebelum matahari menanam budinya
aku telah pernah menjanjikan surga, dan Cerita roman yang bertepuh dihilir hilir hati, menuang secawan, biar kandas diantara belaian yang manja, dan kutadah air matamu, menjaga untuk tidak mengkhianati. lalu, aku meski kenapa hanya menatap lesuh, dan berada warna yang tidak lagi lazim dan alamiah. dia ditumpukan bunga yang kusam, raba, dan melepuh dengan kedalaman warna yang jujur' dia tragedi, dia menyadari, untuk apa aku dilebih-lebihkan,,sementara aku tak lagi bersenandung dawai dawai sendu dan menyayatmu kini. apakah kau jadikan aku Mahar perias pengantin yang justru tak mampu terbelikan, karena mahalnya keRuhanian, dan Cinta yang terkasih sekalipun?.
bawalah aku kembali dipundakmu, dan ajaklah semua orang menagisimu disini.
perbaiki gesekannya, perhalus sehalus budimu yang mencintai secara sederhana, dan betahkan rindu disetiap kesaktian cerita yang belum tentu benar!. aku tidak mau dipisah oleh hanya akrena damar damarku pecah, dan kehilngan not barisku yang tergaris oleh jemari jemarimu yang kemarin emnggiring menentukan nada yang kau cari?. melodis yang mana menyakitkan? kau mulai tak seperti dulu, yangs etia menempatkanku dipundak, dan diantara pentas pentas karya kemuliaan hatimu?. sebilah pedang menebasku, bagai remuk rusukku, Biola berwarna menikam, menghujam cecar asmara Cinta yang berselesih waktu, dan jarak tertumpah ratusan, lalu diam diam, membunuhku perlahan.
maukah kau mengundangku dibatas senja?
sambil membuatku terseduh ikut mengakui kegundahanmu
atau kau telah bernisan palsu, dan mencuri senja tanpa aku, diantara lembayun dan kesengsaraanmu yang lengkap sudah?
maafkan daku yang belum bisa mengubah cerita ini.
aku butuh damar pesanan luar negeri, agar bunyimu lebih apik, dan membuat mereka terdiam, terpaku, ada sengsara kejujuran disini.
dion syaif saen
Bantaeng, Sulawesi Selatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar