RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Minggu, 08 Mei 2022

TEMPE GORENG TEPUNG YANG MERDEKA Penulis : Emmelia M


 
   Aku menahan laparku di warteg mungil ini. Tersisa uang sepuluh ribu satu-satunya di saku blazerku. Blazer hitam berkancing emas menghiasi penampilanku siang ini.

Di sudut meja dekat dinding, kupesan menu enam ribu rupiah dan satu gelas teh manis panas. Penampilan mewah terasa asing di warung ini. Tak ada yang peduli. Riuh obrolan dan asap rokok dari para pekerja yang sedang makan.

Pelan-pelan kuminum teh manis panas. Merasakannya mengalir di kerongkongan. Hangat, seperti air mataku tertahan di pelupuk. Pelan dan pelan kehangatan teh meredam kecamuk dalam perutku. Aku meminta ibu penjaga warteg membungkus nasiku yang mulai dingin. Aku memakannya nanti bersama anakku, Srintil. Rejeki hari ini. Sang ibu menyelipkan dua potong tempe goreng tepung dalam bungkusan nasiku. Ia memberiku juga dua bungkus teh tawar panas.

Jalan sempit depan Stasiun Duri, penuh sesak segala motor, angkot, bajaj, mikrolet, dan mobil. Aku menjinjing sepatu tinggiku, bersandal jepit, pulang ke rumah kontrakan. Kubuka pintu rumah, dan Srintil meringkuk di kasur, tidur pulas, masih berseragam. Airmataku lirih menggenangi pelupuk mataku. Kupindahkan kepala Srintil ke pangkuanku. "Ibu, sudah pulang? Nanti malam ibu ke Bar Rose atau libur? Srintil bertanya dengan mata masih tertutup. Kubelai rambutnya yang ikal.
"Ibu menemanimu mulai malam ini. Ibu hanya kerja di restoran Babah Ong," kuciumi pipi Srintil. Babah Ong akan membiayai hidup kami berdua, asal aku bekerja sebagai kasir di restorannya. Dia pelanggan lamaku di Bar Rose.

Aku kembali meniti jalan sempit di depan Stasiun Duri, sepulang dari restoran Babah Ong. Lauk dan nasi goreng seafood dari restoran kubawa untuk lauk kami berdua malam ini dan besok pagi. Aku melewati warteg mungil langgananku. Sang ibu pemilik warteg, mantan induk semangku di Bar Rose, sedang beres-beres. Ia melihatku dan segera menghampiriku, memberikan sebungkus tempe goreng tepung yang masih hangat serta selembar seratus ribu ke tanganku. "Kita sudah jadi manusia merdeka," ia memelukku.

*****

TEMPE GORENG TEPUNG YANG MERDEKA
Penulis : Emmelia M
Bogor, 16 Agustus 2019

EMMELIA M


Tidak ada komentar:

Posting Komentar