Senin, 24 Maret 2014
Kumpulan Puisi Tiada - MONOLOG KEDAMAIAN BISIKAN ANGIN MALAM
DIRI
hujan telah reda
hujan yang kehilangan nyanyian katak
engkau pun membungkuk dan melihat
sekeping bulan mengambang di atas baskom itu
bulan itu, sebongkah batu yang melayari malam-malammu
bulan yang kini mengambang di hadapanmu
apakah tanganmu sampai menyentuhnya?
tampias jatuh memburaikan bayangan bulan
engkau beringsut dan tak sanggup menyusun kepingan ilusi
dan di tubir itu, apa lagi yang kau tunggu?
detak-detik jam terus memburu
sebuah bangku lapuk terperi di sudut matamu
kemana ia melangkah,
selain menuju kebinasaan lain yang tak kau mengerti?
hitam yang tak serupa bayangan, atau
putih yang tak sejernih harapan?
sampai kau benar-benar merasa tersesat dalam lipatan mimpi-mimpimu;
dan tak sanggup lagi bertanya senyata apa hidup yang kau jalani
Desember, 2011
MONOLOG KEDAMAIAN BISIKAN ANGIN MALAM
Seorang durjana menikmati tiada
dari titian semesta yang memenjarakan asa
Airmatanya berbait doa, bersenandung
mengandung syair cinta — sirna.
Lalu harapnya berserah pada doa segala
Sendiri, damainya mengarungi mimpi
indah tentang kegelapan yang takkan dimengerti
oleh anda semua, tuan-puan
Megahnya nyata hanya fatamorgana, baginya
dalam gelap ia berimajinasi, bebicara pada Tuhannya sendiri
Kita ini berasal dari tiada, umpatnya
tak perlu kiranya berambisi
seolah dirimu tuhan yang bebas menghakimi
Keadilan hanya wacana orang-orang munafik
yang mendustakan diri atas nama Tuhan dan politik
Dan cinta yang suci telah berevolusi
menjadi ceceran mani yang dibuang sana-sini
Malam makin sunyi, damainya
makin hidup bersama cumbuan secangkir kopi
Mataram, 4 januari 2014
-------------------------------
suara-suara itu terus bersahutan
memenuhi seluruh ruang opini
di meja-meja birokrat
di ruang-ruang rapat wakil rakyat
bahkan tersebar di koran koran
tentang siapa yang mau berurusan dengan mereka
pun ditenderkan. disupport dana besar besaran
diseminarkan di hotel dan restoran
dibuat lokakarya, workshop
tentang bagaimana menghadapi situasi demikian
kelas-kelas motivasi bertebaran
tapi nasib para nelayan, dan
buruh-kulinya tak pernah berubah
Oleh : Tiada
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar