Senin, 11 Juni 2012
BUNGA EDELWEIS
Terpajang diam disudut meja,
dua rangkaian kembang satu rupa,
edelweis...
lambang cinta abadi....
ditata seadanya ,
dalam pot pohon pakis,
sederhana saja semuanya,
tapi edelweis itu pemegang kunci
perjalanan akhir catatan kebersamaan,
begitu melelahkan perjalanan bathin,
untuk memilikinya,
padahal tak ada tanda baca,
tapi kalimat henti seketika,
sungguh tak dinyana jika tega memotong nadi kebersamaan,
masih juga belum mampu kucerna , mengapa
bukankah pedang lidahmu lebih tajam,
apalagi jika dibarengi perbuatan,
kiamat rasanya seluruh dunia,
andai aku ikut terbakar,
jelaga nian pada akhirnya,
kecuali jika sungguh buku hidup ditutup sejujurnya,
lalu memulainya dari awal lagi,
akupun rela serela relanya,
tapi jika hanya temukan malapetaka,
tidakkah ada pintu maaf atas kesamaan tingkah polah,
atas semua silang sengketa,
dimana kita bergantian sebagai penyebabnya,
bukankah kita bisa saling membaca,
meski cermin retak sejuta,
maka abadinya edelweis cuma cerita,
beku dipojok meja.....
-----oleh Drs Mustahari Sembiring-------------------------------------------
-----Pojok Peraduan, Senin hujan, 11 Juni 2012. Catatan harian p. Fajar.-
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
subhanallah, puisinya kereenn!
BalasHapus