Betapa sibuknya kita melayani urusan orang lain, cobalah sesekali kita melayani orang-orang berharga yang dikirim Allah kepada kita, anak kita, istri kita, suami kita, ibu dan ayah kita, pandanglah mereka dengan cinta, belai dan cium mereka penuh ketulusan, maka rasakanlah kebahagiaan yang amat sangat, dan Subahaanallah…..Alangkah lebih bahagia lagi kalo sekiranya mereka bisa kita kumpulkan di Istana Sorga Kita kelak. Yuk, segera kita berinvestasi untuk kita dan mereka…….
====================================================
Pagi itu tepat jam 7 kami berencana untuk melakukan ziyarah ke tempat-tempat bersejarah di kota Mekah. Donny, seorang pegawai di perusahaan minyak baru saja kembali dari Masjidil Haram bersama istrinya. Sarapan pagi di restoran hotel baru saja disantap. Maka datanglah Hasanudin, ayah Donny dengan tergopoh-gopoh sambil berkata, “Don, kamu lihat ibu tidak?!”
Yang ditanya langsung merasa terkejut, “Memangnya ibu kemana, Pak?”
Sontak langsung ayahnya berkata sambil memukulkan genggaman tangan kanannya ke telapak kiri, “Waduhhh!!!” maka semua anggota rombongan pun menjadi geger mendengar kisah selanjutnya.
Donny saat itu berumrah dengan ketujuh anggota keluarganya. Ia mengajak istrinya, seorang putri, dua orang putra, ayah dan ibu serta bapak mertua. Mereka berdelapan mengambil paket 2 kamar Quard. 1 kamar diisi oleh Donny, ayahnya, putranya yang pertama dan bapak mertua. Kamar kedua diisi oleh istrinya, ibunya, putrinya dan putranya yang kedua.
Saat itu adalah hari ketiga kami berada di kota Mekah. Dua hari sebelumnya kami mengunjungi kota Madinah. Mungkin karena ingin bermesraan dengan istri yang selalu tidur terpisah di sebelah kamar, malam sebelumnya Donny janjian dengan istrinya untuk bangun jam 2 malam untuk melakukan thawaf sunnah sambil bergandengan tangan dan berpelukan. Bagai sepasang muda-mudi yang sedang dimabuk cinta, pada jam yang disepakati keduanya bangun dan bertemu di lobby hotel. Seterusnya, keduanya pergi menuju masjid sambil bergandeng tangan.
Kesyahduan malam membuat mereka begitu mesra. Ditambah dengan lantunan tasbih dan dzikir yang mereka ucapkan saat mengelilingi
Baituliah.
Di tengah kesyahduan dan kekhusyukan thawaf sunnah yang mereka lakukan. Pada saat bersamaan ibunya Donny (60 tahun lebih) bangun dari tidurnya. Ia dapati bahwa menantunya tidak ada di kamar. Penasaran ingin mengetahui kabarnya, maka si nenek menghubungi kamar sebelah via pesawat telepon.
“Pak, Donny ada di kamar tidak?” tanya Bu Sulitiawati kepada Hasanudin, suaminya, di kamar sebelah.
“Tidak ada Bu!” jawab sang suami dengan enteng.
“Wah, kalau begitu pasti Donny sedang keluar bersama istrinya. Aku ngendusi barusan memang Ani gak ada di ranjangnya. Mungkin mereka sedang tawaf kali ya?!” Kalimat terakhir yang diucapkan Sulistiawati mengisyaratkan tanya.
Sesaat kemudian, Sulistiawati mengusulkan, “Pak, ayo kita thawaf sunnah berdua kaya Donny dan istrinya?!” Suara tua istrinya di seberang sana terdengar bersemangat di telinga Hasanudin. Ia pun mengiyakan ajakan istrinya untuk melakukan thawaf sunnah di tengah malam.
Keduanya bersiap, dan tak lama kemudian mereka sudah bertemu di lobby hotel dan keduanya melakukan ibadah yang mereka niatkan.
Lingkaran thawaf penuh sesak malam itu. Apalagi bagi kedua tubuh tua ringkih milik Hasanudin dan istrinya. Baru saja melewati garis lurus sejajar dengan Hajar Aswad tanda bahwa mereka telah menyelesaikan putaran pertama thawaf. Namun, karena desakan manusia di lokasi itu yang berebut untuk ber-istilam kemudian mencium kedua tangan mereka. Maka pegangan tangan kedua kakek-nenek itu pun terlepas!
Hasanudin mencoba untuk tidak panik. Sisa putaran thawaf pun ia tuntaskan. Meski sambil celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri untuk mencari istrinya.
Namun harapannya untuk menemui istrinya lagi belum ia dapatkan. Bahkan, hingga ia berdoa di Multazam, dan hingga ia melakukan dua rakaat shalat sunnah di belakang Makam Ibrahmim!!!
Azan Subuh kedua berkumandang, disusul dengan iqamat dan pelaksanaan shalat Subuh berjamaah. Hasanudin masih terus mengintai ke kiri dan ke kanan. Pandangannya ia coba perluas, berharap ia bisa menjumpai Sulitiawati, perempuan yang selama ini telah mendampingi hidupnya.
Namun sayang, langit sudah herubah warna. Dari gelap malam ke terangnya pagi. Hingga pukul 06.30, ia masih belum menemukan istninya. Kini ia mulai panik. Tubuh tuanya tak mungkin menyisir barisan manusia yang berthawaf demi mencari istri. Maka tak kuasa untuk mencari lagi, ia pun memutuskan untuk kembali ke hotel berharap istri yang sedang dicari sudah ada di sana.
Sesampainya Hasan di hotel, ia pun sigap menuju restoran. Disanalah ia bertemu dengan Donny, anaknya, hingga kalimat itupun meluncur dari mulutnya, “Wadduuhhhh……!!!!!!!”
Semua jemaah rombongan kami menjadi panik. Terutama Donny yang mendengar berita itu. Setiap orang dari kami berdoa agar Allah Swt. memberi kemudahan kepada kami untuk menemukan kembali Ibu Sulis.
Donny pun mohon izin kepada ustaz pembimbing, sekaligus ia mohon didoakan agar dapat menemui kembali ibunya. Maka berangkatlah Donny menuju Masjidil Haram.
Saat langkah pertama dari pintu hotel diayunkan Donny, tiba-tiba merasuk beberapa pikiran ke dalam benaknya. “Ibu dalam kondisi apa ya sekarang?” Gumamnya. “Apakah ibu jatuh pingsan sebab keletihan thawaf kemudian dibawa orang ke rumah sakit terdekat. Kalau itu yang terjadi, darimana aku mendapatkan informasi di mana ibuku berada?” Bayangan kondisi seperti ini membuat Donny khawatir.
Lalu muncul lagi pikiran kedua, “Atau, ibuku keluar dari pintu masjid yang berbeda hingga ibu tersasar dan tak mengerti jalan pulang?!” Pikiran ini pun membuatnya bertambah khawatir. Tak tahu harus memulai dari mana, Donny meneruskan langkahnya.
Langkahnya seolah tertambat. Berat terasa menggayuti kaki. Kelambanan itu menarik pandangnya untuk menyusuri jalan. Donny kini tengah berjalan sambil merunduk. Dalam ayunan langkahnya yang berat, ia pun merenung, “Ya Allah, hanya pertolongan-Mu kini yang aku harap!” Ia membatin dalam hati.
Ia belum tahu harus berbuat apa. Pikiran yang kalut tak mampu mencari celah jawaban. Namun saat Ia tengah merunduk, ia dapati seorang anak kecil hitam tak berlengan sedang memelas iba kepadanya, “Haji, haji, sabilillah!” Kalimat itu biasa ia dengar di kota Mekah dan Madinah yang berarti minta sedekah.
Donny pun segera merogoh sakunya. Kali itu ia ingin sekali bersedekah. Namun seolah ada sesuatu yang menuntun hatinya tuk berkata, “Ya Allah, dengan sedekah ini aku berharap pertolongan-Mu. Sedekah ini untuk menebus ibu yang telah membesarkan aku!”
Saat tangannya terjulur memberi sedekah, wajah lucu anak negro itu sungguh telah berubah, hanya wajah ibunda Donny yang terbayang di sana. Donny tak kuasa melihat pemandangan itu, betapa hatinya ingin sekali menjumpai ibu kandungnya kembali dalam keadaan sehat seperti sediakala. Beberapa bulir air mata sempat mengalir membasahi pipi.
Lalu ia meneruskan langkah menuju Masjidil Haram. Begitu banyak pengemis yang berada di jalannya. Pemandangan yang teramat biasa di kota Mekah bila hari biasa. Namun, hari itu adalah hari yang luar biasa, di mana keberadaan mereka bagaikan malaikat-malaikat Allah yang betebaran dan mengucapkan doa bagi Donny yang tengah berjalan. Bagi Donny, keberadaan mereka pun seperti lentera terang yang bersinar di kegelapan malam.
Kali ini, pengemis kedua mengiba padanya. Sekali lagi Donny merogoh sakunya. Terus ia susuri jalan sambil menundukkan pandang. Namun kali ketiga, ia dengar seorang pengemis memelas kepadanya. Maka suara hati berkata padanya, “Mengapa tak kau berikan semua uang yang ada padamu bila kau ingin berjumpa dengan ibu?” maka suara hati itupun ia perturutkan.
Ia rogoh sepenuh kantung. Hendak ia kuras semua isinya. Ia ingin bersedekah dengan kesungguhan. Sekali lagi dalam hati ia ucapkan, “Ya Allah, tolong pertemukan aku dengan ibu. Sedekah ini sungguh untuk menebus beliau yang aku cinta!”
Kini tubuh Dony tengah membungkuk. Tangannya terjulur kepeda pengemis yang duduk bersimpuh di tengah jalanan. Pengemis itupun berdoa dengan kalimat Arab yang tidak ia paham. Namun ia tahu, pastilah doa kebaikan yang dipanjatkan untuknya. Donny tersenyum kepada pengemis itu, lalu menegakkan kembali tulang punggungnya untuk meneruskan langkah. Hingga saat kejadian luar biasa yang amat menakjubkan.
Donny baru saja berdiri. Subhanallah! Pemandangan itu sungguh tidak bisa ia percaya. Hanya sekitar lima langkah darinya ia melihat seorang wanita. Ia tidak lagi mengenakan sepatu ataupun sandal. Tampangnya kusut dengan pakaian acak-acakan. Tatapannya kosong. Berjalan tanpa arah dan menyapa siapa saja yang berada di dekatnya.
Donny mengenalnya. Ya, sungguh ia mengenalnya! Wanita itu tiada lain adalah ibunya sendiri. Ibu yang sejak semalam menghilang, kini hanya berjarak beberapa langkah darinya.
Berhambur Donny menghampiri. Ia berdiri di hadapan ibunya untuk memperkenalkan diri. Namun sayang, tatapan mata yang kosong itu tidak mampu mengenali.
Donny merasa amat bersalah, ibunya Ia peluk dengan erat. Hingga kedamaian itu merasuk dalam hati Sulistiawati, maka air mata pun berderai. Kini badannya berguncang karena sesenggukan. Donny pun tak kuasa menahan haru. Ia gendong ibunya ke hotel, seperti ia dulu seringkali digendong oleh bundanya.
Sesampainya di hotel, semua jemaah pun turut bahagia. Sebagaimana kebahagiaan tiada terkira yang dirasakan oleh Donny dan keluarganya.
Dari Abu Darda Uwaimar ra. bahwa ia mendengar Rosululloh Saw. bersabda, “Carilah aku di tengah orang-orang lemah. Sebab kalian bisa hidup Sukses dan berlimpah rezeki karena doa orang-orang dhuafa (lemah) di tengah kalian.” (HR. Abu Daud)
MULIA kita dengan MEMBERI, ABADIKAN yang TERSISA dengan SEDEKAH
Kiriman : Ukhti Nisa
Dari : Rumah Yatim Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar