Awal tahun yang lalu, aku mengenalmu dan memulai sesuatu yang baru yang sebenarnya aku tak mau dengan hal perkara itu. Sesuatu yang baru itu ialah dunia maya dunia aspek remaja. Belajar dari waktu yang sudah setengah umur, menatap keingintahuan dunia baru. Keingintahuanku semakin menjadi-jadi, hingga kubuka juga lembarannya itu, lembaran maya yang namanya facebook. Ouw, awal kubuka. Aku terkesima dengan isi dunianya, padahal dunia maya hanya sebuah hiburan saja, akan tetapi sungguh multi efek ada di dalamnya.
Ketika hayal usilku menyapa ke nostalgia masa lalu, masa yang dulu jadi seorang pengombal. Kuteliti lembaran baru itu satu-persatu kukenali deretan nama-nama di halaman pertemanan, kucoba intip di balik jendela maya. Wajah-wajah yang dulu pernah mengisi hidupku, Telah aku temui mereka sebagian kecil. Antara sahabat masa kecil dan cinta monyet istilah masa kala remaja, antara sahabat dan mantan cinta yang sudah puluhan tahun tak bersua. Puluhan tahun telah berlalu, ya, di facebook inilah kutemui mereka satu-persatu.
Wajah-wajah yang dulu lugu, kini telah menjadi ibu-ibu. Memang mereka semua telah menjadi ibu, bahkan hampir punya cucu, hehe....
Seiring waktu, bakat kecilku terasah lagi ke dalam majas cinta yang dulu tak bernoktah. Kini melukis kembali berbagai syair-syair sederhana karena hanya menyalurkan hobiku saja. Tabiat sang gombalisku selalu melukis dan menulis rindu yang tak bertujuan di facebook maya. Dengan kisah-kisah nostalgia masa silam.
Syair-syair cinta berlayar bertamu di lembaran-lembaran muka buku yang hanya sebuah sisa-sisa luahan sang gombalis ketika masa study dulu.
Mmmm...." katakanlah sang gombalis itu aku. Cerita luahan gombalis membuncah nostalgia cinta yang tak pernah sudah, perlahan tertutup dan berubah dengan bimbingan sebuah kesadaran oleh sang waktu yang mendewasakan diriku oleh sesuatu yang kudamba, yaitu rose red.
Aku mengenalnya dalam sapa canda, hingga tak terasa virus gombal itu masih ada. Ya namanya gombal tetap saja gombal, Uuuuuhhh...'
Rose red, yang dia belum pernah bertemu hingga saat ini. Yang sesuatu itu dia adalah sang rose red bunga yang santun berpagar duri. Bunganya mekar dalam buaian kehidupan, kerasnya hidup sanga bunga bak srikandi dalam pagar berduri, mengejar mimpi-mimpi hati yang dia idamkan.
Bunga rose red selalu menari di taman pelangi senja, lena dihembusan bayu asmaranya. Padahal hanya hembusan sekedar angin lalu saja. Taman bunga mekar dalam tuntunan hidup berkarir sebagai seorang pengajar dan terpelajar, dan dia kokoh kekar dalam berjuang memenuhi tuntutan kehidupan yang berpacu dengan waktu. Aku sang gombalis terpesona dan kagum dengan perjuangan hidupnya yang keras bagaikan batu. Aku sang gombalis salut, ketika suatu masa bunga itu kucandai, haiiiiii....?? kusapa dia dari balik jendela tinta dari jakarta lewat maya. Padahal sang bunga lagi mesra di genggam oleh irama-irama merayu sang kumbang pecundang-pecundang gombalis semu.
Ketika masa itu, sang bunga sedang layu terhempas oleh rayu-rayu bayu semu.
Sang pelangi jingga menari di ufuk mentari dikala senja hari, menggelitik sapanya yang mesra, panggilan yayang sebuah harapan semu dari duda tulen. Hingga sang bunga terhempas oleh kepalsuan canda-canda cintanya dan mereka. sakit parah menyapa kesehatan sang bunga, bunga layu dalam gombalan semu. Padahal sifat sang gombalis tak jauh bedanya dengan pelangi senja itu.
Suatu Ketika, puncak sakit yang sangat kritis dari problem hidup kesehatan dan cinta. Sang bunga layu di beranda jiwanya. Kumbang-kumbang yang biasa ramai menyapa, seketika berlalu menjauh seiring lara terhempasnya sang bunga di hospital. Kumbang-kumbang semu meniupkan bayu rindu yang tak lagi menentu, berlalu mencari bunga baru.
Aku mengintip selalu story love and history life sang bunga. Hingga song melodi sakitnya tuh di sini digubah lewat guitar di hantar lewat maya, lipshing nyanyian hits cita citata yang ia nyanyikan berulang kali kuputar. Seakan ada nada keluh-kesah dari laranya cinta yang dia rasa selama ini, berbuah kecewa dengan pelangi senja yang warnanya telah temaram malah hampir pelitanya padam. Seakan lipshing lagu sakitnya tu disini yang dia nyanyikan adalah potret irama hati dan emosi menjadi lipshing realiti yang merdu sekali.
Nyanyi itu menyentuh rasaku tuk menyapa sang bunga yang sedang lara, kuingin mengobati luka sakitnya tuh di sini, dengan senyuman sastra indah, demi untuk meringankan beban kecewa yang dia petik selama bercinta di maya bersama pelangi senja. Kerena boring asanya, telah menyapa hidup sang bunga kasih yang tak pernah nyata, aku terharu dan hiba hingga bulir-bulir suka dan cinta menyapa dari Jakarta. Aku coba menawarkan obat song sakitnya tuh disini dengan kado cinta yang setia sampai saat ini dan selamanya.
Lelah jiwanya kuhias kembali semangati taman yang akan berguguran kusirami kuhias kembali dengan warna baru. padahal,.....dengan sebuah cinta yang payah juga. Hehem, semakin kompleks sudah derita rose red dalam kubangan rindu yang semu. Sang gombalis juga tak tahu diri, yang sudah beristana noktah. kenapa juga rasanya masih selalu mengombal...pada sebuah cerita jingga yang tak pasti, entah sampai kapan janji-janjinya ia penuhi, seperti jauh panggang dari api harapan tungku menanak nasi dengan panci.
Aaahhh....ya sudahlah, rehatlah untuk mengombal, uuhh. Tapi sayang, kaki sang gombalis terikat rantai di balik jeriji sebuah bilik hati yang halal di setiap hari. Rayuan sang gombalis selalu memuji kecantikan rose red dengan rasa sastra-sastra indah menyapa dari Jakarta. Hingga terjalin kisah dengannya. Tapi aneh, cintanya tak pernah nyata hingga kini. Mmmm....Aneh memang, kisah ini terjadi dan bersemi walau tak realiti. Meski cabaran selalu menyapa melukai bunga, maruah sang bunga yang dia rasa setiap begaduh selalu pilu menghadapi rentetan cerita maya tertuduh hipokrit menuduh perit hingga berakhir kecewa.
Tapi, sang bunga selalu berusaha kokoh berdiri teguh, seakan tak mau kalah dan salah. Anehnya lagi ia selalu setia mendewasakan kelabilanku tentang kearifan cinta yang bersahaja.
Tuhan, aku bersyukur menemukan bunga yang mulia ini. Walau kisah ini selalu pasang surut, dari cabaran pemahaman dua hati yang berbeda berjauhan di benua tak bernama. Aku kian terharu dengan perjalanan kisah yang pasang surut ini. Storynya yang pilu, memiliki kasih yang sering berlalu pada bisu dan kembali menitip rindu-rindu, meski lajunya tak pernah jauh. Semakin ia hendak berlalu semakin ia merindu, sang gombalis manis-manis merayu supaya bersatu kembali.
Aahh, padahal sang gombalis itu memang juga merindu, tapi rindunya yang payah.
Aku di antara ia dan mereka selalu terhakimi kecemburan yang tak pernah sudah, hingga sang gombalis bertambah kedewasaannya dari nasehat nasehat rose red menuntun cerita bermakna setia. Berjanji sang gombalis tak lagi melukai hatinya.
Ketika aku menemukan hakikat rasanya dengan sadar aku berikrar sebuah keabadian cinta terluah yang tak lagi bermain cinta setelah ini. Dan janji itu aku pegang sampai mati, terkisah walaupun tak terkisah dengan sang bunga, ikrarnya sudah membatu dari sang penulis misterius yang gombalis itu. Sungguh ikrar itu akhir dari petualangan cintanya.
Hidup di antara dua cinta menghias hari, sang gombalis telah berjanji takkan bercinta lagi selain ia dan realitanya. Semoga sifat gombalis ini terkikis dari kebaikan nasehat-nasehat yang bermakna dari bunga setia, meski yang ia selalu lara.
Semuanya masih misterius, sekilas rasa terluah di malam buta, kulukis cerita tersadur dalam cerpen story my love, dengan madah curahan pendek yang sederhana ini. Semoga terpahami dengan perjalanan yang kian misteri.
Wassalam, akhir kalam, fajar malam yang akan temaram. Esok lusa di sambung dalam bingkai maya yang berbeda, dalam cerita sederhana sang sastra menyapa.
*****SEKIAN*****
Cerita, curahan kisahIKRAR CINTA PETUALANGAN SANG GOMBALIS TERHENTI DENGAN ROSE RED
Penulis : Romy Sastra
Jakarta 31-8-2015. 00,00
Catatan Romy Sastra
Aku lantang kepada tuan-tuan bukan kecewa, tapi marah. Di negeri ini garam bisa langka, padahal negeri ini surplus garam dan negeri ini negeri bahari yang bisa memproduksi garam sebanyak-banyaknya, ironisnya lagi garam juga diimpor dari luar?!
Di pentas puisi rakyat puncak Hari Puisi Indonesia 2018 di Taman Ismail Marzuki Cikini Jakarta, aku gaungkan orasi itu lewat puisi.
Catatan Romy Sastra
Saat ini berdomisili di Ibukota Jakarta.
Alamat, Pesing Koneng RT 008 RW 002 No, 55. Kelurahan Kedoya-Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kode pos 11520
Saat ini aktif berkarya di rumah literasi Dapur Sastra Jakarta DSJ, dan Sastra Bumi Mandeh SBM Pesisir Selatan Sumatra Barat
Catatan Romy Sastra
ku sauk ruap embun
dalam kaca maya
ku biarkan bergulung
di telapak tanganku
wajah wajah diri berkaca
dalam gelombang cerita
tak membingkai nyata
ku biarkan ruap itu padam
hingga tersisa bias embun
melekat tak bermakna.
HR RoS
Catatan Romy Sastra
Mmmmm.
manik-manik airmataku selalu menetes
mengaliri di sela pipi bermuara dalam derita
aku tercampak, tersisih dari fenomena hati
hingga airmata ini selalu termisteri tiada henti.
Duh, sebak luka berlalulah....
tangan yang ku tadah ini telah papa
telah nyata berdarah dan rela burung kecil itu menghisap tinta duka dan kubiarakan saja.
Duuhhh,
akankah burung kecil itu
membalut lukaku
yang berdarah ini..?
entahlah.
Aku pasrah sudah,
rapuhku di selimut jubah duka
mmm,
derita yang tak mau beranjak pergi
akankah kisah luka hidupku
termenari sepanjang hari..?
kan menjadi seni opera panggung tak berpenonton.
Diatas tapak tangan ini bertinta darah
aku menengadah di sisa-asa yang tersisa
ya rabb,
terimalah pasrahku dalam kerapuhan cinta hidup dan derita.
semoga mahabbahmu ya rabb,
melenyapkan fatalisku yang menggunung.
Tuhan, Pada disisa hidupku ini
aku akan berlalu pergi
terimalah doaku sekali ini tuhan, hantarkan aku ke sebuah tujuan yang tak pernah kutemui...
ialah kekasih sejati itu.
HR RoS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar