Sebut saja namaku Rahmat,
Rahmat dan kawan-kawanya melangkahkan kaki menuju sebuah kota daerah Sumedang Jawa Barat, pada pagi hari itu. kami bertiga berada di kota Bandung, aku dan kawan-kawan menunggu bus antar kota menuju ke destinasi hendak niaga keliling antar kampung. masa itu, Rahmat tinggal di salah satu Kecamatan Kabupaten Bandung, tepatnya tak jauh dari terminal Cileunyi. Pagi sekali Rahmat bertiga dengan kawannya, menunggu bus yang ia nanti medal sekarwangi datang menepi.
tit..tiitt tiiittt....
Bunyi klakson bus memanggil penumpang di tepi jalan. Seketika kami bertiga berlari menaiki barang dagangan ke bagasi yang kami bawah ke kota tahu itu, tahu yang terkenal gurihnya. Kawanku sebut saja namanya Alfian dan Aichun, Alfian, Aichun masih ada hubungan kekeluargaan dengan Rahmat. Dalam perjalanan di atas bus kami bercakap-cakap arah tujuan tempat kami akan niaga keliling nanti.
Alfian berpesan, "Sore nanti kita harus pulang ke Bandung ya, jangan sampai kemalaman kita nanti. karena bus ini sore tak ada trayek lagi ke Bandung."
"Siap Alifian!!!", jawaban Aichun.
Aku juga menyanggupi pesan Alfian,"oke deeehh."
Satu jam perjalanan kami sudah sampai di batas kota tahu itu. hingga kami memutuskan, Alfian memilih turun di kota Sumedang, Aichun melanjutkan ke daerah Wado ujung Sumedang, perbatasan daerah Tasikmalaya. Saya sendiri Rahmat menuju arah barat kota tahu itu. Tepatnya daerah Cimalaka masih pinggiran wilayah kota tahu itu.
Di awal pagi, aku menjajakan daganganku, alhamdulillah. Pelaris beberapa buah saja daganganku kala itu. Lumayan dah, buat sarapan pagi. Di pagi hingga ke siang hari melangkah demi langkah lelah berpayah, menjajakan dagangan di atas kepala tak kunjung laku lagi.
Uuhhh, lapar sudah mulai menyapa, Aku istirahat di salah satu kedai kopi pesan rebus mie instant, buat penambah tenaga aku berjalan nanti, Aku kembali berjalan lepas dari kedai itu.
"Ibu-ibu, teteh, mamang beli barang pecah belah ni, murah-murah lo",sahutku.
"Moal mang..",jawaban mereka salah seorang, dengan bahasa Sundanya.
Aku tak patah semangat, Terus melangkah dan melangkah. Hingga pada tengah hari aku berhenti di salah satu mushala kecil menunaikan shalat dzuhur sambil rehat kembali.
Resahku mulai menyapa lelah, Karena daganganku itu tak lagi laku. Ahh, lamunanku tertuju ke kampung halaman. Ingat kala bersama orang tua dulu. Semuanya tersedia untuk di makan tak berpayah-payah begini, gumamku. Aku Alfian dan Aichun adalah anak perantau dari Sumatera. Kala remaja pergi merantau karena di kampung masih kecil sudah putus sekolah.
Lamunanku buncah, ingat pesan Alfian pagi tadi di atas bus. Sore hari nanti kami harus pulang ke bandung. Aku gamang sambil berjalan dagangan ini tak laku juga, ahhhh gimana ini ya, lirihku hiba.
Padahal jam sudah menunjukkan jam 16,00 wib. waktunya aku sholat, kebetulan aku mampir di salah satu mushala di daerah Cimalaka itu. daerah yang tak begitu aku kenali. Aku tak sempat sholat berjamaah. Kala itu, karena terlambat menunaikan tepat waktu bersama jamah di kampung itu. Aku perlahan memasuki beranda mesjid. menitipkan barang dagangan ke kedai sebelah mushala.
Rahmat adalah anak yang pemalas sebenarnya, melaksanakan sholat lima waktu.
tapi entah kenapa gerakan kakinya kala itu, ringan memasuki tempat ibadah.
Aku Rahmat itu, menunaikan kewajiban sholat azhar, selesai shalat salam kanan dan ke kiri Rahmat berdoa sebentar saja.. lalu aku di sapa oleh salah seorang jamaah kebetulan ada di samping saya.
Ia bertanya,"Dari mana dik asalmu?"
Lantas aku menjawab,"Aku berasal dari Sumatera pak, tinggalku di Bandung tepatnya di Cileunyi."
"Oohh",seloroh jamaah bapak tua itu. "Apakah adik mau pulang ke Bandung sore ini ya..? Padahal sore-sore begini sudah tidak ada lagi bus ke Bandung."
"oh ya, betulkah itu pak tanyaku?"
"iya benar dik, jawab pak tua itu. Kalau begitu, adik istirahat saja semalam di mushala ini menunggu besok pagi. Oo ya dik, besok pagi ada pasar di samping mushala ini. pagi-pagi sekali adik buka dagangannya ya! Hari sudah sore aku pamit ya dik."
"ya silahkan pak",jawabku.
Aku terasa lega dengan ucapan bapak tua itu, persis yang di ingatkan oleh Alfian di dalam bus medal sekarwangi pagi tadi. Sore itu, aku mandi di mesjid dan kembali ke kedai tempat barang yang aku titipkan tadi. Duit daganganku sisa beberapa saja. ahhh, lumayan buat makan sore ini hanya mie instant rebus lagi, Karena tak ada kedai itu jualan nasi.. ahhh, lemasku hilang seketika.
Selesai makan mie instant, tak beberapa lama, hari sudah menunjukkan waktu maghrib. Aku menunaikan sholat maghrib berjamaah dan hingga ke isya.
Singkat cerita, lepas isya, jamaah sudah pulang ke rumahnya masing-masing.
tinggal aku sendiri di mushala yang kian sepi. Aku berfikir kenapa ya...? daganganku tak laku-laku siang tadi. Tak seperti biasanya di kota Bandung, aku kalau berjualan sebentar saja di kota Bandung cepat lakunya.
Mmmm..kenapa jauh-jauh begini padahal aku tak begitu paham wilayah kota tahu ini. Selepas sholat isya, sebelum rasa kantuk menyapaku, Aku sempatkan wirid kalimat, La illaha ila anta subhanaka inni kuntumminazzalimin seratus kali.
Hari sudah menunjukkan jam 23,45 wib. Aku merasa kedinginan yang teramat sangat, seluruh tubuhku menggigil, gigiku pun beradu. Seperti menggigit batu-batu kecil di gigi ini.
Aku memutuskan mencari selimut untuk menutup tubuhku yang super dingin. Hingga mataku tertuju kepada sajadah yang berserakkan di lantai mushala. Aku selimuti badanku, kantukku menyapa, hingga mata ini terlelap.
Ketika sadarku hilang masuk ke dalam alam mimpi, aku bermimpi...jauhhh, dari lorong kosmik rasa mimpi.. dari atas langit ada sebongkah kerlip cahaya turun menghampiriku, bak meteor melaju. seketika cahaya itu menyinari dada ini. Aku lirik ia mendekati satu depa diatas wajahku. Telinga pun berdering seperti lonceng berbunyi.
cahaya itu sangat menyilaukan bola mataku seakan siluetnya menerangi seantero alam mimpi. Aku haru dan tertegun, bertanya dalam lelap mimpi sendiri dalam hati.
cahaya apa ini ya illahi..? Seketika di tengah cahaya itu, tertulis kalimat MUHAMMAD bertuliskan huruf Arab. Aku membaca dan menatapnya dengan jelas. setelah selesai dengan khusyuk aku membacanya di dalam hati. Perlahan cahaya itu, menghilang dari pandangan mimpiku.
Aku terjaga seketika, melihat jam dinding mushala telah menunjukkan jam 2:23 wib. Bertanya dalam resah, apa yang telah terjadi dalam mimpiku barusan. Ya Allah, pertanda apa ini?
Ahhh, jawaban misteri itu tak mampu aku pecahkan di sepi begini, Rasa takut menghampiri. Aku lebih baik melanjutkan tidur. Hingga aku terbangun waktu subuh, menunaikan sholat berjamaah. Selesai aktifitas sholat subuh kala itu, fikiranku teringat pesan pak tua sore tadi, Untuk berjualan di samping mesjid pagi ini, selesai sholat subuh. Lantas aku pergi membangunkan yang punya kedai itu, mengambil daganganku yang aku titipkan kemaren sore, dan sekaligus pamit ke penunggu kedai tempat barang niaga aku titipkan. Pagi-pagi sekali aku cari tempat untuk membuka dagangan.
Aneh bin ajaib, daganganku belum selesai aku buka semuanya. Tiba-tiba saja, entah dari mana orang-orang belanja mendatangiku, tanpa ada tawar menawar mereka belanja dan langsung pergi. Gak berapa lama daganganku habis terjual.. hari baru menunjukkan jam 7 pagi. Padahal orang-orang di pasar pagi itu terheran-heran menatapku.. pagi sekali barangnya sudah habis terjual. Ocehan orang-orang di pasar terhadapku. Kita-kita ini para pedagang lama baru mau buka dagangan, dagangan anak muda itu sudah habis terjual. Anehnya lagi kata mereka.. yang belanja orang-orang yang gak kita kenal selama ini. Entah dari mana orang- orang itu datangnya??
Tak menunggu berapa lama, aku bersiap-siap menutup peralatan tempat daganganku, karena daganganku sudah habis. Aku memilih cabut dari pasar itu segera. Pergi ke sebuah terminal kecil, Terminal Cimalaka tak berapa jauh dari pasar itu. Lalu aku melanjutkan perjalanan menaiki bus ke kota Bandung kebetulan bus medal sekarwangi aku tumpangi kemaren pagi sudah ada antri di terminal itu.
Sesampainya aku di sebuah terminal Cileunyi Kabupaten Bandung, aku telah di sambut oleh Alfian dan Aichun.
Aaahhh...aku ketawa dan tersenyum kepada mereka,'Daganganku sudah habis semua terjual lo tanpa tersisa."
"Uuuhh, masa sih. aneh ya", gumam Alfian,
"Kau baru datang dari kampung bisa sehebat itu berjualan. Hebat kau Rahmat", puji Alfian.
"Aku saja yang sudah bertahun-tahun, berniaga tak pernah habis, kamu kok bisa. Aku kira daganganmu itu di curi orang. Sekali lagi aku bangga padamu benar-benar hebat kau ini rahmat."
aku hanya senyum saja. Padahal rahasia yang berlaku denganku apakah dengan hikmah hidayah mimpi yang aku alami itu. ketika bermimpi bertemu dengan nur Nabiullah Muhammad SAW.
Mmm,...tak aku ceritakan kepada mereka yang menungguku di terminal itu.
Hingga sampai kini aku tak lagi bertemu mereka kawan-kawan seperjuanganku dulu. Entah di kota mana ia berada sekarang....entahlah.
SUKA DUKA NIAGA DI BALIK HIDAYAH
Kenangan tahun 1994,
Di kisahkan oleh: HR Romy Sastra
Jakarta, 26-5-2016. 00:22
Rubrik : Catatan Romy Sastra
SASTRA DAN FEMINISME
Oleh Romy Sastra
"Malam itu remang-remang, ada sedikit penerang sorotan lampu cafe menghias di arena pertunjukan. Arena pementasan baca puisi di betelnut Ubud, salah satu venue Ubud Writers and Readers festival. Menarik! Cafe ini sangat romantis untuk bersantai dan mencari hiburan dalam konteks musik serta apresiasi sastra dan budaya dipentaskan"
"Ubud Writers and Readers festival diadakan di pulau Bali, sebagai ajang kreativitas para sastrawan dan budayawan dari mancanegara serta Indonesia berkumpul mengikuti event sastra di berbagai venue dalam peluncuran buku sastra (puisi) dan memberikan banyak pelajaran tentang kehidupan yang berkembang di zaman milenial ini serta mengupas seluk beluk sastra dan feminisme"
Ubud Writers and Readers Festival, event dunia pementasan seni budaya dan sastra sebagai wujud kegairahan berekspresi individu dan kelompok mengapresiasi bakat insan-insan yang bertalenta di bidangnya.
Soal feminisme di bingkai sastra adalah kesetaraan gender sebagai perempuan yang berkarya, berkarakter, berpikir kepada kearifan alam dan lingkungan dalam tema jagadhita, menjaga wibawa serta keindahan perempuan itu sendiri.
Jagadhita dalam artinya:
Jagadhita adalah kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan setiap orang, masyarakat, maupun negara sebagai tujuan hidup agar tercapainya moksartham jagadhita ya ca iti dharma di dunia ini dan di akhirat nantinya.
Feminisme kesetaraan gender antara kaum perempuan dan laki-laki dari berbagai bidang kebutuhan.
Feminisme di sebagian kelompok adalah gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dalam politik, ekonomi, budaya, ruang publik bahkan di ruang pribadi. Feminisme sejati bukanlah merupakan suatu ideologi kebencian kepada kaum lelaki, justru saling sinergi berbagi mencapai kebahagiaan bersama saling menyayangi, dihormati, saling mengasihi dan menghargai.
Feminisme di sini adalah tetap berpegang pada kodrat keperempuanannya sebagai makmum di hadapan lelaki sebagai imam pada kaidah kehidupan berpasangan-pasangan (sunatullah & sunah Rasulullah)
-Feminisme berawal
Feminisme dalam dewasa ini bukan menuntut yang kebablasan dari kodrat keperempuanannya. Semenjak manusia diciptakan, Adam sangat membutuhkan Hawa sebagai pendamping hidupnya, mereka saling membutuhkan saling menghargai kasih sayang, dalam keasyikan hidup penuh kesenangan di surga, hingga mereka berdua dicampakkan ke dunia akibat tergoda oleh rayuan iblis.
Alam terkembang, Adam pun sangat membutuhkan Hawa kembali untuk kelangsungan hidup di dunia. Feminisme keadilan berlaku diterapkan oleh Adam kepada pasang-pasangan anak-anaknya, antara si cantik dinikahkan kepada saudara yang kurang tampan dan sebaliknya dengan adil, lagi-lagi iblis merusak tatanan feminisme itu.
-Feminisme Islam
Feminisme hak juga diterapkan oleh Rasulullah dalam bentuk cinta dan menghargai perempuan seperti pembebasan budak-budak di zaman jahiliah. Seperti Khadijah mengambil peran ayahnya setelah meninggal dunia, Khadijah melanjutkan perdagangan ayah sebagai perempuan pengusaha sukses di zaman itu. Islam hadir untuk menegaskan humanisasi perempuan setara dengan laki-laki di tengah budaya
patriarki, hingga muncul sistem adat budaya matriarki, walau hukum fikih menetapkan pembagian soal harta warisan lelaki dilebihkan, setidaknya perempuan memiliki bagian di dalamnya tidak terlalu tertindas, ini yang ditata oleh Rasulullah.
Ironisnya, semakin jauh era Rasulullah berlalu, semakin jauh pula umat Islam dari penghormatan kepada perempuan. Atas nama Islam, kaum perempuan mendapat kesulitan dalam bergaul, mengekpresikan kebebasan individunya, terkungkung oleh aturan yang sangat membatasi ruang kerja dan gerak dinamisnya, dan dalam kancah politik, suaranya tidak begitu diperhatikan atau bahkan diabaikan sama sekali. Fenomena ini terlihat jelas di negara-negara 'Dunia Ketiga' yang umumnya adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim
-Feminisme di Indonesia
Feminisme di Indonesia sudah tidak lagi mengekang perempuan di berbagai bidang bahkan hingga ke tingkat pemimpin negeri ini yaitu presiden sudah dijabat oleh seorang perempuan di jabatan birokrasi-birokrasi di parlemen-parlemen baik itu di jabatan pemerintahan dan swasta, perempuan mengambil peran penting di dalamnya di era moderenisasi sekarang ini.
-Feminisme di mata dunia
Feminisme di berbagai negara di dalam kepemimpinan sama seperti yang terjadi di Indonesia, perempuan memiliki peran penting di dalam politik baik itu sebagai kepala negara, birokrasi, parlemen, dan bisnis, serta lainnya
-Feminisme di mata keluarga
Feminisme dalam ruang lingkup kehidupan rumahtangga tidak bisa dinafikan. Hampir perempuan berperan penting sama seperti kaum lelaki ikut terjun mencari nafkah membantu suaminya. Bahwa alam dan keadaan dengan sendirinya menuntun perempuan berperan sebagai figur feminisme itu sendiri.
-Sastra dan feminisme.
Sastra menampung nilai-nilai luhur yang terkandung di khasanah keindahan sastra itu sendiri. Bahwa sastra mengandung ajaran kelembutan ke dalam bahasa, menentramkan kegersangan jiwa-jiwa yang penuh angkara.
Sastra menjembatani keindahan dari keterasingan serta keterpasungan perempuan berkarya untuk literasi dan dunia modernisasi.
Ubud Writers and Readers festival 2018 membuka topik feminisme dan tema hajat jagadhita menyuguhkan kearifan manusia kepada semesta dibingkai sastra menjadi lebih menarik dan unik yang berlangsung setiap tahun di Ubud pulau Dewata sebagai ajang kreativitas sastra menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya perempuan di mata dunia dan betapa pentingnya menjaga kelestarian alam untuk ke depannya, bahwa kehidupan terus berlanjut.
Ubud Writers and Readers Festival 2018 yang saya kunjungi bersama kawan-kawan Dapur Sastra Jakarta, DSJ menyaksikan nuansa perempuan-perempuan feminim, di antaranya seperti gadis Bali berkebaya berpakaian adat yang eksotis. Salah satu budaya feminisme di Indonesia mempertahankan nilai-nilai kodrat perempuan berciri khas kedaerahannya.
Saya pun terpesona dengan keanggunan founder & direktur UWRF Janet DeNeefe memakai kebaya adat Bali. Saya sempat mengajaknya ber-selfie.
Ibu Janet DeNeefe ini salah satunya figur wanita feminisme event sastra dan budaya yang memimpin suatu organisasi berskala internasional, tidak lagi suatu organisasi dipimpin oleh kaum lelaki. Ini menandakan kaum Hawa sudah sederajat peranannya dengan kaum Adam.
Jakarta 2 Nopember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar