"Pak, sebentar lagi anak kita lahir ke dunia",kata si Emak pada suaminya.
"Iya Mak, kita akan memiliki anak dari buah cinta kita, semoga anak kita lahir dengan selamat dan sehat."
Tibalah pada masanya, si jabang bayi menangis keluar dari garbah. Tak berbaju hanya membawa tumpahan darah membuncah seperti gunung api memuntahkan lahar ke seantero daratan yang ada. Miskin memang, si jabang seperti bernasib malang, terpancar dari raut wajah yang pasrah, hanya dibalut selembar kain usang. Ditingkahi tangan cekatan si dukun bayi di perkampungan kala itu.
Hari berlalu, bulan berganti tahun, ia jalanin hidup ini dengan riang. Si jabang bayi telah tumbuh remaja, ia bernama Jaka.
"Jaka?" seru Emaknya dengan penuh kasih sayang.
"Iya, Mak?" jawab Jaka pada Maknya.
"Jaka, kau sudah berumur tujuh tahun, nak?! Sudah masanya kau sekolah, sekolahlah yang pintar ya!" nasehat Maknya pada Jaka. "Kelak kamu sudah dewasa, carilah ilmu yang bermanfaat yang mengantarkan kehidupan masa depanmu bahagia dunia dan akhirat."
Nasehat, doa dan harapan si bunda memacu semangat hidup si Jaka belajar dan terus belajar hari ke hari di awal sekolahnya.
Di sela-sela waktu masa pulang sekolah. Jaka selalu membantu pekerjaan kedua orangtuanya di sawah dan di kebun. Dalam hati kecil si anak, betapa mulianya pekerjaan orangtuanya dari pagi hingga petang bergulat dengan lumpur sawah dan menari bersama ilalang tajam menusuk kaki si Ayah dan Ibu yang tak kenal menyerah mencari nafkah sebagai petani di kampung, demi membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya.
Singkat cerita
Gontai langkah si Jaka, detik-detik perpisahan kelulusan sekolahnya. Si Jaka dalam hasil rapor SD yang lumayan bagus, pas menduduki bangku kelas enam tahap akhir, Jaka jarang masuk sekolah demi membantu orangtuanya, ia akhirnya gak lulus dan gak bisa sekolah ke jenjang selanjutnya tingkat SLTP. Penyebab, kedua orangtuanya Jaka tak mampu, miskin, bukan Jaka tak pintar. Si Jaka kecil seringkali tak masuk sekolah mengikuti mata pelajaran dari gurunya. Hari-hari Jaka banyak dia habiskan di sawah dan di ladang. Hingga study mata pelajaran jarang ia ikuti.
Berbilang masa terus melaju, remaja si Jaka kecil akhirnya putus sekolah. Karena kedua orangtua yang tak mampu membiayai si Jaka melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi. Sebab, faktor ekonomi kedua orangtuanya yang payah.
**********
"Mak, Jaka tak lulus sekolah, mak."
Jaka pergi merantau saja ke kota ya, Mak?!" pinta Jaka pada Emaknya.
"Tapi, kau kan bisa nyambung sekolah lagi tahun depan, Jaka!"
"Tidak Mak, Jaka malu dengan adik-adik kelas, jika Jaka satu bangku dengan adik kelas itu."
"Lho... lalu mau jadi apa kamu Jaka, kalau kau tak mau sekolah lagi?"
"Aku ingin berbakti sama Ayah dan Mak. Mencari uang untuk membantu adik-adik nanti. Biarlah aku mengalah asal adikku bisa sekolah, pinta Jaka meyakinkan kedua orangtuanya."
Jaka si remaja kecil akhirnya pergi tinggalkan kampung halaman dan kedua orangtuanya, merantau ke kota. Dapat usaha kecil-kecilan di kota. Jaka teringat janjinya, tuk memenuhi janji membantu orangtuanya menyekolahkan adik-adik di kampung. Orangtua Jaka berbangga hati, ternyata anaknya si Jaka sukses di rantau tanpa berpendidikan sekolah tinggi.
Catatan: segelintir kisah pernah terjadi pada suatu kehidupan di masa yang lalu.
Beda masa sekarang, tidak ada anak-anak bangsa yang tidak sekolah. Program pemerintah telah menyediakan anggaran untuk pendidikan siswa-siswi yang tak mampu.
"Yuukk...!!!
semangat sekolah anak-anak generasi bangsa.
Cerpen
SI JAKA KECIL PUTUS SEKOLAH
Penulis : Romy Sastra
Jkt, 15-09-2017
Rubrik : Catatan Romy Sastra
LITERASI SASTRA ZKN
Perjalanan kekerabatan itu hampir tiba di lokasi acara, delegasi melintasi kota Kuala Lumpur menggunakan bus. Setelah keluar dari jalan tol, bus menuju arah jalan perkampungan berbelok, menurun dan mendaki di lereng-lereng perbukitan Janda Baik.
Akhirnya tiba jua delegasi itu di destinasi Wadi Hussein, para delegasi keluar dari dalam bus. Satu ransel yang aku sandang dan tas tangan bertuliskan Jagadhita menghampiri tempat pendaftaran perhelatan sastra.
Delegasi ini berasal dari berbagai daerah provinsi di Indonesia, datang dalam kegiatan literasi sastra tiga negara pada suatu komunitas sastra diadakan di Malaysia.
"Assalamualaikum" sapaku dalam hati hendak memasuki area acara Wadi Hussein.
Dengan langkah pasti aku dan kawan-kawan memasuki area acara ZK NUSANTARA, dan aku menuju ke suatu venue pertama dengan membaca Bismillah... terus duduk di kursi meja pendaftaran dan mendapatkan nomor antrian peserta pembaca puisi dan nomor kamar untuk menginap serta pernak-pernik acara.
Dengan hati yang berdebar-debar kaki bergetar aku telah mendaftarkan diri sebagai salah satu tamu di acara ZKN, Ziarah Kesenian Nusantara.
Semilir angin dan suara alam menyambut kedatangan kami, ditambah dengan riuhnya bunyi aliran air mengalir di Wadi Hussein di tempat pendaftaran itu. Aku dan Umi berpindah ke belakang beberapa langkah dari tempat pendaftaran tersebut untuk menyauk air sungai dengan telapak tangan membasuh muka sambil berfoto-foto, dan tiba-tiba ada seseorang menyapa dari belakangku.
"Hai, Romy, kamu sudah tiba rupanya?" sahut suara itu.
Aku menoleh ke suara tersebut yang berada di belakangku.
"Hai juga, jawabku padanya," dan aku terpana padanya.
"Iya, aku baru saja tiba dan langsung mendaftarkan diri ke panitia."
Debar-debar hati itu buncah, bercampur aduk rasanya. Ternyata yang menyapaku perempuan cantik yang pernah kukenali di masa konvensyen temu penyair dunia di pantai Chap Bachok Kelantan.
"Ouw, kamu rupanya Nia?" tanyaku seperti tak percaya.
Dia tersenyum padaku dengan penuh kegembiraan, dan spontan kami bersalaman. Hampir saja perbuatanku silap padanya, untuk memeluk tubuhnya sebagai rasa persahabatan yang sudah lama tak jumpa, hehe
"Uupp, jangan sentuh aku Romy, ramai orang di sini!" Dia menegurku spontan.
Aku tersadar seketika dari refleks yang akan aku lakukan.
"Oo, sory" jawabku padanya.
Tanpa basa-basi, entah setan apa yang menggerakkan tanganku memegang tangannya, mengajak Nia berfoto-foto di tepi sungai kecil Wadi Hussein. Nia menurut saja untuk ikut berfoto-foto denganku, dan mbak Umi juga ikut berfoto-foto bersama kami.
ZK NUSANTARA adalah komunitas sastra tiga negara, Indonesia Malaysia dan Singapura. Komunitas ini digawangi oleh seorang geng sastra Ayahnda Yassinsalleh BT. Sosok Ayah ini seorang yang tegas disiplin dan militan di bidang sastra dan budaya. Beliau juga penulis serta pernah di masa mudanya berjaya sebagai produsen dan sutradara film layar lebar di Malaysia. Banyak penghargaan beliau miliki sebagai seniman. Saya sendiri bangga pada orang tua yang super semangat di masa tuanya dan sepenuh hati menjaga kerabat ZK sebagai anak-anaknya. Aku pernah mendengarkan perkataan Ayahnda ini tanpa basa-basi kepadaku dan juga kepada rekan-rekan yang lain yaitu:
"Romy, kamu sudah menjadi anakku dunia akhirat." Semasa aku hendak pamit pergi meninggalkan Bandar Sri puchong dari rumahnya Ayahnda siang itu ke airport KLIA 2 disaksikan oleh rekan-rekan yang lain.
Aku sempat tersentak kaget, ini serius perkataan dari Ayahnda Yassin padaku dan juga pada kerabat yang lain yang dijadikan sebagai anak-anaknya.
Kata-kata itu masih terngiang sampai saat ini, menandakan suatu sifat yang sangat mulia di dalam rasa kekeluargaan ZKN.
Wadi Hussein adalah nama tempat di Janda Baik, Pahang. Tempat ini semacam puri dalem dijuluki University Alam yang dibangun oleh seorang profesor Habib Hussein Alatas. Beliau ini seorang tokoh penulis yang sangat kontroversial dan reformis.
Dalam seminar sastra di salah satu venue acara tersebut. Habib ini pernah berkata kepada audiens;
Pak Habib ini empunya Wadi Hussein.
"Jangan letakkan sampah dalam kepala, hidup itu selalulah ternyum, jangan pikir apa orang kata tentang kita"
Kata-kata inspiratif itu melecut audiens melek mata akan mental baja mencabari kemelut dunia.
ZK NUSANTARA memiliki visi misi ke depannya di bidang kekerabatan sastra lintas negara Asean, perjalanan komunitas ini selalu berbenah dan memiliki banyak cerita suka duka yang menjadikan komunitas ini tegar berdiri dan berlari.
Baru saja delegasi selesai pendaftaran di hari pertama, semilir menyapa dari balik dedaunan, perlahan rintik-rintik turun membasahi seantero Wadi Hussein, dan hujan tiba. Secangkir kopi aku seduh di meja yang sudah disediakan panitia.
Sosok yang kukenali selama di dunia maya datang menyapa;
"Hai, Romy?" sapa suara perempuan ayu nan jelita di sampingku.
Sedangkan aku masih saja memikirkan perjalanan literasi ini, kenapa aku sampai di sini ya?
"Aku menoleh ke arah suara itu"
"Haaii ... Putri?" jawabku padanya.
"Kita jumpa lagi ternyata, ya?"
Putri ini salah seorang kerabat alumni Konpen di pantai Chap Bachok Kelantan dalam temu penyair dunia.
Dengan senyum yang sumringah Putri bersalaman denganku.
"Alhamdulillah kita jumpa lagi, Romy?"
sahut Putri padaku.
"Alhamdulillah juga Put, umur kita panjang ternyata."
Sebetulnya, ada juga salah seorang kakak yang aku cari, setibanya di Wadi Hussein. Entah dia datang atau tidak, dan tak beberapa lama, ternyata akak itu menampakkan wajahnya dari depan pintu penginapan dan dengan langkah bergegas-gegas, ia menghampiriku.
"Waduuu, adikku si Romy, Alhamdulillah kamu bertemu kakakmu sekarang di sini." sahut akak itu.
Aku langsung bangkit dari tempat duduk menghampirinya juga
"Kakak, kita sekarang berada di dunia realita, yang selama ini kita bersua di dunia maya?" Spontan aku memeluk kakak itu dengan rasa haru.
Dia kak Hana, kakak angkatku yang baik, dan kak Hana ini menatapku, tak terasa ada bulir-bulir bening menetes di sela pipinya.
Aku mencoba mengalihkan perhatian kak Hana ini untuk tidak berurai air mata di depan banyak orang, karena aku telah membuat ia menangis seketika karena haru.
Aku tertawa, hahahahaa ....
Cup, cup cup ... bujukku padanya.
Lantas, kak Hana pun tersenyum dan air matanya diseka.
"Kak, bisikku dalam hati. Aku melihat madah-madah puisi di raut wajahmu yang sudah tua ini. Kakak berhati mulia sangat padaku."
Aku meninggalkan sahabatku Putri dan kak Hana di meja hidangan tamu.
Hujan itu reda, hanya singgah sementara di Wadi Hussein untuk membasahi kebun-kebun yang asri dan rerumputan kelihatan hijau setelah diguyur hujan sesaat menambah dinginnya destinasi literasi wisata sastra di alam terbuka.
Pada sosok yang cantik kak Nia, aku menyapanya
"Kak Nia, aku lapar sangat ini!" pertanyaanku kepada cikgu dari Trengganu.
"Oya, apakah kamu tidak sarapan tadi pagi di puchong Romy?" tanya kak Nia padaku.
"Aku sarapan sedikit aja, tapi aku sudah lapar lagi ini." jawabku padanya.
Hingga kak Nia mengajakku naik mobil sedan hyundai putih menuju kedai nasi di sekitar daerah Janda Baik itu
Mampirlah kami di suatu kedai nasi yang tak jauh dari area acara.
Aku dan kak Nia bercerita panjang lebar tentang literasi sastra dan obsesi masing-masing hidup di kota yang berbeda dua negara ke depannya serta, bla,bla,blaaa ....
Kegiatan literasi sastra, wisata dan budaya digagas oleh komunitas ZKN membuat arti tersendiri di dada generasi lintas negara. Komunitas ini patut dilestarikan hingga seribu tahun lagi kata presiden ZKN Ayahnda Yassin Saleh. Meski cabaran dalam bentuk cibiran padanya selalu menerpa. Ayah Yassin itu menjawab dengan senyum diplomatis mangguk-mangguk. Ini dunia yang penuh sandiwara dan cerca 'the world of opera'
Ya, cabaran itu ditepis dengan madah-madah puisi hingga seribu tahun lagi.
Semangat ZKN, walau berdarah-darah. Kebyar-Kebyar Sastra di Nusantara terus berlayar hingga menutup mata.
ZIARAH KARYAWAN NUSANTARA, ZKN
Meraikan Malaysia Baharu
Di Wadi Husein, Janda Baik Pahang
7-9 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar