Pagi ini sudah aku siapkan semuanya, jaket kulit, masker dan sarung tangan tuk melindungiku dari suasana panas diperjalanan nanti. Pukul 06.00 wib pagi aku sudah berangkat untuk melakukan perjalanan lumayan jauh, kurang lebih 300 kilometer yang akan kutempuh. Peralatan di bagasi motor sudah kuteliti tidak ada yang ketinggalan, komplit semuanya.
Dengan mengucap Bismillah kunyalakan motor dan berangkatlah aku menuju kampung halaman nenekku. Oiya, sebelumnya aku menjemput keponakan yang akan membonceng ikut bersamaku.
"Ren, sudah siap?" tanyaku.
"Sudah mbak!" jawab Reni singkat.
Segera Reni naik ke atas motorku dan melajulah kami dengan kecepatan sedang.
Sepanjang jalan kami tidak ngobrol karena terhalang helm yang terpakai. Jadi hanya tangan Reni yang memeluk pinggangku erat.
Di kilometer 100 kami berhenti di sebuah POM bensin tuk mengisi bahan bakar yang sudah mulai menyusut.
"Kau mau beli minum Ren?" tanyaku.
"Boleh." jawab Reni.
Kami membeli dua air mineral dan dua potong roti tuk camilan.
Setelah beberapa saat mendinginkan mesin motor, berangkatlah kembali kami melanjutkan perjalanan.
Tibalah melewati di sebuah hutan yang lumayan panjang jaraknya. Karena itu jalan satu-satunya dan harus dilewati untuk menuju lokasi. Alas Roban nama hutannya. Dengan lebar aspal yang cukup kecil dan untuk berpapasan dua mobil harus hati-hati jika tidak ingin terjadi kecelakaan. Di depanku melaju sebuah truk gandengan, dengan kecepatan lumayan kencang 70 km/jam. Kutengok arah kiri ada mobil dari arah berlawanan, kuurungkan niat menyalip truk itu.
"Mbak, hati-hati!" teriak Reni sambil mengencangkan pelukan di pinggangku
"Tenangkan pikiranmu Ren!" ucapku.
Saat ada kesempatan aku bisa menyalip laju truk dengan menyeimbangkan kecepatan motorku. Namun naas di saat aku melintas baru melewati bak gandengan belakang, terlihat ada mobil dari arah berlawanan mau melintas, secepat kilat kumasukkan motorku di antara gandengan truk. Aku stabilkan kecepatan sesuai dengan kecepatan truk saat itu, ya .... 70 km/jam!
Sebuah taruhan sebenarnya. Seandainya kecepatan motorku tidak sama maka aku akan terkena bak belakang truk. Aku melirik ke arah kiri yang terlihat rantai besar yang menyambungkan bak depan truk dan bak belajang truk.
Pikiranku saat itu adalah harus tenang. Memengang kendali stang dan menyetabilkan kecepatan sambil menunggu ada kesempatan lagi menyalip truk ini. Lumayan lama aku berada di antara gandengan truk, sepertinya ada 5 menit.
Dengan tenang laju motorku stabil sampai akhirnya kesempatan itu datang. Aku tarik gas dengan kecepatan tinggi untuk bisa melewati badan truk depan. Sambil kuklakson kencang. Supir truk melambaikan tangan dan tersenyum melihat tingkahku barusan.Selepas bisa melewati laju truk, barulah dadaku berdebar kencang seperti ada rasa takut yang luar biasa.
Tibalah kami di sebuah daerah rest dan berhentilah untuk istirahat yang kedua. Di situlah pedebatan antara aku dan Reni.
"Mbak, nekat sekali tadi!" seringai Reni.
"Tapi gak papa kan?" sahutku.
"Iya, bisa jantungan aku!" Reni melenguh.
Selepas istirahat menghilangkan penat, kami lanjutkan perjalanan yang masih 50 kilometer lagi. Kami terdiam kembali dalam pikiran masing-masing. Aku masih dalam kondisi tenang mengendalikan laju motorku dengan kecepatan kuturunkan menjadi 60 km/jam. Sebenarnya diam-diam ada trauma di hatiku saat kejadian tadi, karena baru sekali itu mengalaminya selama aku melakukan perjalanan-perjalanan jarak jauh.
Tibalah kami di alamat yang dituju, sambutan sanak saudara telah melupakanku akan kejadian mendebarkan tadi.
Cerpen –
CERITA YANG TERLUPA
Penulis : Puji Astuti
Jogja, 14.07.2020
( kisah nyata yang kualami beberapa tahun yang lalu )
REQUEST
Siang ini mendung sudah menggantung sejak pukul 11.00 wib siang. Aku segera mengemasi peralatan lukisku yang berantakan. Ah... pekerjaan ini belum selesai juga, padahal deadline tinggal tiga hari lagi.
Tak urung hujan dengan deras mengguyur bumi tanpa memberi jeda sedikitpun. Aku meringsek di pojokan gasebo taman karena tak sempat berlari lagi tuk menuju rumah. Angin menyertai turunnya hujan. Sampai pukul 15.00 wib baru reda, aku pun bisa berjalan di antara bebatuan taman samping rumah.
Di kamar kubuka kembali lembaran kanvas yang telah terlukis seraut wajah. Manis parasnya dengan senyuman lesung pipit di pipi. Ya.. kau sahabatku meminta aku melukis dari fotomu untuk kujadikan hadiah di ulang tahunmu. Request yang mudah bagiku.. hahaha...
Saat yang dinantikan tiba, pesta ulang tahunmu ke 17 di adakan, kau bahagia menuju kedewasaan, kau cantik dengan gaun putih tulang itu. Kadoku sangat istimewa karena kubuat dengan rasa. Cinta kasih tuk seorang sahabat, teman dalam suka dan duka. Tak akan aku sia-siakan memberi kenang-kenangan khusus untukmu.
Sebuah lukisan indah nan menawan sebagai potret dirimu yang sedang ramum penuh kharisma menuju masa-masa penuh cinta dan bahagia.
By : Puji Astuti
Jogja, 02.01.2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar