RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Selasa, 28 September 2021

Cerpen - SABDA TUAN GURU Penulis : Romy Sastra


   Gunung itu terlalu tinggi didaki, lirih batinku di alam mimpi. Dengan menyebut asma Allah. Ya Allah, Ya Salam. Bismillahirrahmanirrahim.... Aku melangkahkan kaki mendekati kaki gunung yang tinggi di sebuah daerah yang entah daerah apa namanya. Pendakian ini adalah pendakian religi menuju destinasi, seorang tuan guru Mursyid. Konon ia bertapa di puncak gunung tersebut, beliau itu bersorban putih.

Dengan empat orang sahabat bernama; Iman, Ihsan, Takwa dan Ikhlas. Kami berlima bershaum beriring jalan menanjak, menurun, mendaki. Jalan yang penuh liku serta terjal terus dilalui. Jalan itu kami tempuh menyisir hulu sungai kecil yang mengalir dari puncak tertinggi.

Iman nyeletuk,
"Duh, Ihsan. Kau yang ada di belakangku, bantulah tenagaku ini, biar tak berpeluh karena mengeluh, pendakian ini masih jauh sahabat."

Lalu, Ihsan menjawab kelu kesah sahabatnya Iman, yang berada di paling depan sebagai ketua rombongan pendakian.

"Ya, Iman. Pejamkan matamu! Jangan menoleh ke lembah yang penuh godaan. Sebab, di sana ada sungai kecil mengalir deras, airnya bening buat pelepas dahaga dan lelah kita, jangan tergoda! Sebutlah nama-Nya selalu! Itu adalah hidangan anggur-anggur cinta membuat kita mabuk rindu pada-Nya", nasihat Ihsan pada Iman sahabatnya, sebagai pemimpin rombongan menuju destinasi tuan guru mursyid di puncak gunung yang mereka tuju.

Lalu, Ihsan juga bertanya pada sahabatnya Takwa yang berada di belakang baris ketiga.

"Ya, Takwa ...?", sahut Ihsan pada sahabatnya itu.

"Peganglah kuat-kuat bendera yang kau bawa, jangan sampai lepas!"

Takwa tersenyum indah seperti lambaian bendera yang ia pikul di pundaknya.

"Siap, duhai sahabatku Ihsan, akan aku jaga bendera ini sampai ke ujung nyawa."

Pendakian itu menempuh satu hari perjalanan, banyak rintangan dan godaan yang kami lalui. Sedangkan Aku dan Ikhlas tak henti-hentinya bertasbih serta memetik rahasia di balik rahasia yang ditemui.

Ikhlas berbisik ke sanubariku lewat rasa yang ia kirimkan dengan telik sandi pujian menyebut asma Kekasih, dan bacaan syahadat yang diyakini. Teruslah bertahuid sahabat religiku pada perjalanan mati Fardu 'ain di dalam mimpi ini! Hingga kita menemukan yang hakiki.

Tak terasa petang membayang di ujung-ujung daun muda, sunset menyilaukan hutan rimba. Pendakian itu hampir tiba di pertapaan tuan guru Mursyid di puncak gunung di tepi telaga kecil ia bersila.

Menjelang senja pendakian tiba di destinasi yang kami kunjungi. Sedangkan fardu Zuhur dan Ashar kami tunaikan, singgah di beberapa pohon rindang selama perjalanan tadi siang.

Waktu Magrib tiba di saung sunyi tuan guru yang ia telah bangun dari pertapaannya. Sunyi diiringi bunyi hewan-hewan hutan menambah riuh di sami' melengking.

Iman, Ihsan, Takwa dan Ikhlas serta Aku sigap berwudhu, hendak ikut salat Magrib berjamaah bersama tuan guru Mursyid itu.

Dengan khyusuk dan tartil kami mengikuti Imam di saung sunyi dan penuh nuansa religi bercampur misteri. Sang Mursyid membaca Surah Yasin ayat 80-83. Seakan-akan bumi ini berguncang dalam tidur yang penuh hikmah dan rahasia. Mmm, mimpi. Subhanallah ....

Salat berjamaah usai, tuan guru menatap kami satu-satu, ia tersenyum.
Malam merangkak perlahan membawa kelam. Sedangkan rembulan kerlipkan wajahnya di ujung-ujung dahan. Malam kian mendamaikan.

"Wahai, kalian pendawa lima yang mencariku di hutan belantara ini?" Sapa tuan guru di keremangan malam.

"Ada apa gerangan kalian datang menemuiku jauh-jauh ke sini?", sahut beliau sekali lagi.


Iman, Ihsan, Takwa dan Ikhlas saling menatap satu sama lainnya. Mereka sahabat itu lalu menunduk dan terdiam. Dengan gemetar tubuhku. Aku tampil bertanya pada tuan guru Mursyid. Yang kami masih belum bangun dari duduk di atas batu yang kami tempati satu-persatu sebagai sajadah dari salat Magrib yang baru saja usai.

"Ya, tuan guru? Ampuni kami berlima ini, telah lancang datang ke pertapaan tuan guru." Sahutku dengan penuh keyakinan.

Suasana malam kian hening dan mencekam.


"Kami berlima datang kepada tuan guru ke puncak gunung ini, dengan segala lelah haus dan lapar bertongkat yakin, berilah kami seteguk tirta untuk pembuka shaum, dan berikanlah kami lilin sebagai penerang malam ini",pintaku dengan penuh kehati-hatian.

"Hahahahahaaa ...", lalu diam.

Tuan guru tertawa di tengah malam buta, seakan-akan jangkrik ikut terdiam sejenak mendengarkan tawa tuan guru.


"Wahai para pendawa jiwa, air dariku tak membasahi lidahmu, dan lilin yang kunyalakan tak menerangi seantero rimba ini", sahut tuan guru di keheningan malam.

Air itu adalah kalimah; subhana, innani anallahu la ilaha illa ana fa'buduni ...Dan lilin dariku sebagai penerang jiwamu adalah ketika lilin kunyalakan padam, ke manakah hilangnya cahaya lilin itu? Lalu, tuan guru Mursyid diam hilang di kegelapan malam.

Seketika mimpiku usai dan terjaga, fajar menyapa di toa mesjid sebelah rumah.

"Tuan guru, aku sampai saat ini masih mencarimu, di manakah gerangan kau berada?"

Sedangkan jawaban itu telah aku dapatkan dengan menempuh mati di dalam hidup makrifatullah.


*****WASSALAM*****

Cerpen Religi
SABDA TUAN GURU
Penulis : Romy Sastra
Jakarta, 09 Maret 2018



Catatan Romy Sastra

Getar getar tasbih mengelilingi arasy
dalam perjalanan malam
menanjak keruang angkasa jiwa
berdiri di samudera biru
menatap bayangan kalbu.

Malam malam indah bersama diriku
dalam kegelapan itu
aku memandu
melaju dengan rasulku

Di perjalanan itu
bak kilat menerobos pekat

ku ucapkan salam
salamun kaulam mirrabbirrahim

Baitul makmur masjidil
sang khalifah illahi
tempat bersandarnya ibrahim

Aku dapatkan baitul makmur
tersembunyi di dalam diri
bersinggasana di keheningan ubun

semalam di baitul makmur
kenalilah jalan sang utusan
sang para pecinta
utusan risalah illahiah

jalan jalan misykat kaca tak tersentuh
bersemayam dalam nurullah
ketika siburung merak berkelana ke samudera jiwa
membawa tasbih tasbih cinta
kau tak akan tersesat jalan
tujuan jalan jalan tuhan
dalam perjalanan malam
menuju istana keabadian.

HR RoS
Jakarta, 12-9-2015, 08,56



Catatan Romy Sastra

Berbicara
dalam
diam
Jawabannya
bungkam..

Bungkam
dalam
sepi
hasilnya
sunyi.

Sunyi
dalam
hampa
bias
tak
bermakna
alamatnya
kematian.....

***......***

madahku
telah
teruk
di
Hujung
tanduk.

HR RoS........................?
‪‎dalam edisi temaram.



Catatan Romy Sastra

Ku iringi engkau ketempat terpuji
membawah suara amanah dari bilik misteri

Safari mewah kan kau pakai nanti
jangan kau kotori dengan noda kepalsuan janji janji.

Pesta demokrasi ini
bukanlah seremonial main main memperkaya diri.

Tapi pertanggung jawaban abadi dari nurani
di dunia sampai akhirat nanti.

HR RoS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar