RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Selasa, 28 September 2021

Cerpen - BERSAMA CINTA MENEMUI MAHA CINTA Penulis : Romy Sastra


   Ketika waktu maghrib menyapa, kami selalu sholat berjamaah bersama anak-anak betapa indahnya sebuah nilai realitas rumah tangga sakinah mawadah wa rahmah. Kala lantunan doa dari sang imam memandu, meski suara itu berbisik pada kalbu dalam hati yang tak terdengar oleh diamnya duduk kami. Tapi, suasana hasrat doa itu, seakan sama pada kesetiaan cinta dalam rumah tangga untuk selama-lamanya hingga ke jannah, di antara aku dan jamaah itu, meski tak terdengar oleh telinga ini, tapi rasaku mengatakan ia adalah seirama. Buktinya, aku melirik dalam duduknya makmum itu, mereka tersenyum menyalami tanganku, dan mengecup jemariku. Spontan mereka menengadah menatap wajah sang imam dan kukecup juga kening jamaah yang ada di hadapanku satu persatu, mereka adalah istri dan kedua anak-anakku, hasil dari pernikahan pada tahun 1998 silam. Yang sulung, adalah Bale Iqbal Iqbal Al Javpad kelahiran 1999 dan yang bungsu Rio Sastra lahir 2004, kedua-duanya anakku itu lelaki.

Ia ibunya bernama Mimi aku sendiri Romy, suaminya Mimi. Mimi adalah sosok pendamping hari-hariku dalam suka maupun duka. Selepas dari ritual berjamaah sholat maghrib, kami bangkit dari peraduan persembahaan kepada Allah Swt, ya Illahi Rabbi.

*****

   Mimi menyapa,

"Abang" ini segelas kopi aku letakkan di atas meja.

Aku yang biasanya selepas maghrib mengambil waktu santai di ruang tamu, menyusun larik-larik diksi di atas kertas putih tuliskan sebait puisi sarapan tinta malamku.

"Ya, Mi, silahkan ditarok! Nanti abang minum, airnya masih panas kok."

"Aku pergi dulu ya bang, rengek Mimi, hendak ke warung beli handbody lotion pengusir nyamuk buat bekal tidur anak-anak nanti."

"Ya, silahkan! Jangan lupa belikan abang sebungkus rokok ya!"

"Ya abang," sahut Mimi.

   Sambil menulis satu judul cerpen dan larik-larik demi larik puisi selesai juga puisi kumadah, aku langsung memposting ke sosial media karyaku itu, untuk kumpulan karya-karya puisi dalam koleksi antologi sastra, yang selalu diekspos setiap minggu dan ada yang satu bulan sekali bersama kawan-kawan group sastra facebook. Kelak karya itu, aku bukukan sebagai kenangan masa tua untuk anak-anakku, buat cerita sejarah sastra sepeninggal hidup ini nanti.

Suara beduk isya mulai menyapa, dari kejauhan malam yang mulai kelam, Mimi yang sedari tadi ada di depan layar televisi menyaksikan cerita sinetron yang ia selalu ikuti.

"Mimi ... ayo kita selesaikan kewajiban sholat fardhu isya dulu ya, dan kita berjamaah kembali.

Kali ini, kami berdua saja di rumah sholat berjamaah, karena anak-anakku pergi mengaji ke tempat biasanya ia menimba ilmu iqra'. Malam-malam sunyi mulai menyapa suasana dingin mulai terasa. Mimi yang biasanya, selalu membaringkan tubuhnya lebih dulu, berharap kala malam ia bisa bangun kembali untuk menunaikan sholat sunat tahajud yang biasanya kami lakukan.

"Abang..., aku tidur duluan ya, aku ngantuk sudah ini."

"ya ...,silakan Mimi! Abang belum ngantuk ni."

Mimi, seorang istri yang ia sudah lelah dari kesibukkan sehari-hari sebagai seorang ibu, kerja seorang istri dalam kehidupan sehari-hari memang tak pernah selasai. Sedangkan aku sang ayah, masih menunggu mereka, anak-anak pulang mengaji.Supaya ia bisa belajar sebelum tidur, menghapal pelajaran sekolahnya dari tugas guru sekolah.

Tok, tok, tok ... "Assalamu'alaikum?

Alhamdulillah, bisikku dalam hati, mereka anak-anakku sudah pulang.

"Wa'alaikumsalam!" jawabku dari dalam rumah.

"Mana ibuku ayah?", tanya si bungsu.


"Ibumu sudah tidur nak, 
bukalah buku pelajaran kalian, kerjakan dulu PR sekolahmu! Sebelum kau tidur. Selesaikan tugas sekolah kalian, baru pergi tidur ya! Biar besok tak dimarahin gurumu di sekolah!"


"ya, ayah", Jawab si bungsu.


Yang sulung, tanpa disuruh ia sudah berada di depan rak bukunya. Selesai mereka belajar, lalu anak-anak itu tidur di biliknya masing-masing.

Singkat cerita ....Malam telah berselimut kelam suasana hening memanggil misteri malam, bersuara cit, cit, cit auuuuuu ....seakan suara itu menyuruhku tidur. Sedangkan aku sang ayah masih saja menulis cerpen tentang surat cinta kepada Rabb malam, bahwa hidup ini indah.

Tuhan, terimalah bakti syukur kami ke hadirat-Mu. Cerpen itu kuluahkan dari imaji dan realiti ke dalam larik-larik, aku melirik jam dinding sudah menunjukkan jam, 23:00 wib.

Ya, mata ini perlu diistirahatkan, dan semoga aku bisa bangun bersama Mimi istriku menunaikan shalat sunah tahajud nanti di pertigaan malam. Lelap, lelah dari asa itu, memandu hari-hari setiap hari. Pas takdir malam menghampiri, religi membangunkan jiwa yang tubuh dan sukma pergi pada kayangan mimpi entah ke mana perginya tadi, ah, mimpi.

Di pertigaan malam, istri membangunkanku.

"Bang, bang, bangun! Yuk kita shalat tahajjud."

"Aauu ..." duh, ngantuk banget mata ini, aku tak menghiraukan panggilannya, mencoba lelap lagi.

Mimi gak sabar, digelitikin perutku yang ia sangat paham akan kelemahanku, kalau ia membangunkan suaminya.

"Ayo ah, bangun bang! Yuk sholat tahajud kita."


Dengan sedikit rasa malas dan cemberut 
pada kantuk, akhirnya aku bangkit juga dari pembaringan.Kami berdua bergantian ke kamar mandi membasuh muka untuk berwudhu'. Lepas berwudhu', sajadah dibaringkan di bilik sholat.

Di tengah malam sunyi, dingin teramat dingin, seakan malam ini, malam ujian religi bagi kami . Suara jangkrik bersahutan menghibur mimpi-mimpi insan yang terlena di peraduan irama gesekkan biola malam. Bahwa malam itu indah.

Dalam tahajud itu. Pada indahnya suara lirih doa-doa malam, seakan membangunkan sang Maha Kekasih di haribaan-Nya. Aku dan Mimi sama-sama khusyuk tartil dalam tuntunan tahajud malam, berdua satu jiwa, menatap jauh ke dalam fana. Bahwa yang kami bawa adalah "CINTA TANPA DOA DUNIA, BERSAMA CINTA MENEMUI MAHA CINTA''.

Karena biasanya hajat doa kami, ada masa tak memohon tentang dunia. Akan tetapi, di antara hajat malam tahajud itu, kami hanya melihat diri ini masing-masing,
apakah sang Maha Kekasih masih menghidupkan kami esok hari. Tahajud cinta di malam buta, sungguh, kami tak meminta dunia, pada kesenangan semata....

Tapi sungguh benar, yang kami bawa adalah ibadah penyaksian sang maha cinta
nan bersemayam di dalam jiwa ini. Akhir dari ibadah penjamuan rindu di malam bisu kami saling menatap, dan saling bertanya?

"Abang..., Adakah abang menyaksikan Maha Kekasih itu dalam sujud doamu tadi?", 
tanya Mimi.

"Ya ..., Mimi,  Abang menemukan Maha Kekasih itu tadi ", 
jawabku.

"Apakah dikau juga Mimi, sama melihat kehadiran-Nya dalam sujudmu tadi?"

'Ya abang, sama! Aku pun masih melihat-Nya tadi."

"Yaa, kalau begitu, isyarat usia dan jodoh kita masih panjang Mimi, karena Maha Kekasih masih sudi menampakkan cahaya-Nya pada kehidupan kita. Semoga ya Allah, hidup ini Engkau berkahi, aamiin...."

Satu tatapan dalam pelukan malam-malam indah bersama kekasih menemui Maha Kekasih di peraduan sujud tahajud malam itu. Indahnya bercumbu rindu dengan tuntunan ilmu di dalam ibadah yang sempurna.

*****TAMAT*****

Cerpen, (dalam kisahku)
BERSAMA CINTA MENEMUI MAHA CINTA
Penulis : Romy Sastra/HR RoS
Jakarta, 28-5-2016, 15:48




Catatan Romy Sastra
MENGENALI PUISI
Oleh Romy Sastra


1. Mengenal Genre
Sebelum kita menulis suatu karya puisi.
Terlebih dahulu kita mengenali genre karya puisi yang akan ditulis. Sebab, genre sebagai identitas fisik puisi itu sendiri.

2. Estetika
Estetika dalam puisi sangat dibutuhkan untuk menentukan keindahan diksi-diksi dan melahirkan nilai-nilai falsafah pada suatu karya yang bernas. Estetika dalam sastra adalah keindahan dan kualitas dalam seni karya.

3. Pemahaman makna puisi
Suatu karya semestinya bisa dipahami bagi penulis dan pembaca. Supaya karya tersebut melahirkan makna dan bisa dinikmati bagi pembacanya. Bagaimana karya itu bisa dikatakan puisi? Tidak tercipta suatu karya yang jujur melainkan pernah ada dan terjadi di suatu cerita bahkan sejarah bagi si penulis itu sendiri, dari suatu realiti menjadi imaji, dan dari imaji membuka pintu-pintu realiti. Tujuannya, supaya karya itu tidak terjebak dengan permainan kata-kata metafora semata atau gaya bahasa. Meski metafora itu dibutuhkan dalam tubuh puisi.

4. Tata Penulisan
Jangan pernah menulis suatu karya, baik itu puisi dan lainnya. Sebelum memahami tata penulisan yang benar, meski penulis itu berlicentia poetica.
Jika demikian, penulis itu sejatinya mampu mempertanggungjawabkan karyanya yang ia tulis. Kenapa begitu?
Sesuatu karya itu tidak akan sukses jika tata penulisannya di dalam perlombaan banyak salah (typo) kurang memahami kaidah bahasa dan penulisan, apalagi karya itu ingin dibukukan ke dalam kumpulan karya sendiri atau di berbagai antologi-antologi bersama. Maka karya itu akan dianggap lemah dan bisa dianggap gagal bagi penilaian pembaca (juri) yang paham penulisan. Mengenali tata penulisan pada suatu karya adalah sama artinya penulis itu mencintai bahasa secara benar.

Yuk, mari berbenah dan berkarya!

Jakarta, 29 Juni 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar