RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Jumat, 15 April 2022

Cerpen - PREMAN DAN CORONA Penulis : Eko Windarto


   Wabah virus corona telah sampai ke desa Kebalen yang terletak di lereng gunung Banyak. Sebelum puncak gunung Banyak dijadikan tempat paralayang, dulunya desa Kebalen adalah terkenal dengan nama desa para preman karena hampir semua para lelaki mudanya merantau ke kota. Kebanyakan dari mereka bekerja jadi preman. Salah satunya Mampir menjadi kepala preman di kotaku.

Di musim pandemi ini banyak dari mereka pulang kampung karena takut terpapar virus corona. Ada juga dari mereka yang gak bisa bekerja seperti biasanya karena lockdown. Sekarang orang-orang di desa Kebalen itu merasa gelisah karena anak-anak mereka yang pulang dari kota dicurigai membawa virus corona. Dulu masyarakatnya yang hidup saling membantu dan bergotong-royong, sekarang saling mencurigai. Kalau ada yang batuk sedikit saja langsung disuruh isolasi mandiri di kamar sendiri. Kerja membajak atau mencangkul ke sawah saja diharuskan memakai masker.

Pada musim corona ini, masyarakat desa Kebalen sedang musim panen buah manggis. Biasanya mereka menjual semua hasil panennya, tapi sekarang dijual hanya 70 persen saja karena yang 30 persen untuk dikonsumsi keluarganya sendiri. Mereka mengetahui kalau buah manggis mengandung vitamin C dan antioksidan, serta bermanfaat untuk kebugaran tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh. Mereka juga sangat yakin bahwa vitamin C dan serat di dalam buah manggis merupakan faktor penting untuk membangun sistem imunitas tubuh yang baik.

Akselerasi kekuatan otot dan nafsu para preman yang membara seperti api tiba-tiba melorot oleh hentakan virus corona yang tak terlihat. Mereka ikutan mengencangkan ikat tali pinggang di dalam ruang dan waktu yang tak bisa ditebak nalar para preman. Jangankan preman bisa menebak akhir pandemi, sedang para kapitalispun tak berkutik dibuatnya, alias ambyar!

Covid 19 datang seperti bom meluluhlantakkan ekonomi global, membuat ketakutan semua orang termasuk para preman berotot kawat bertulang besi. Itu terlihat pada kecemasan dan ketakutan Mampir kepala preman di kotaku.

" Mampir, ayo kita lihat teman-teman di pasar atau teman-teman yang parkir di bank-bank itu," ajak anak buahnya yang tiba-tiba muncul mengagetkan Mampir.

" Gaklah." Jawabnya.

" Lho, kenapa?" Tanya anak buahnya heran.

" Kamu gak takut kena covid 19?" Jawab Mampir acuh. " Coba, lihat tetangga kanan-kirimu yang dulu hidup rukun dan saling peduli, sekarang saling curiga gara-gara takut dengan ketakutannya sendiri. Mereka takut terpapar pandemi, hingga mereka lupa takut kepada Pencipta Pandemi, " lanjutnya sambil menerawang ke wajah langit.

" Apa sampean gak takut kelaparan?" Tanya anak buahnya mendorong keberanian Mampir.

" Aku tidak takut kelaparan karena rejeki sudah ada yang mengatur, " kilah Mampir santai.

" Apa sampean sudah siap kelapar seperti petani-petani kehilangan mata pencahariannya gara-gara sepi tengkulak hingga hasil sayurannya membusuk dan tak laku?" Tanya anak buahnya berdiplomasi untuk memberi suntikan semangat dan keberanian.

" Coba ingat kejadian 10 hari yang lalu?" Ujar Mampir mengingatkan.

" Kejadian kematian pak Kabul?" Jawabnya agak terkejut.

" Ya. Gara-gara kematian belio yang mendadak karena serangan sesak napas yang lama telah dideritanya," tukas Mampir.

" Apa hubungannya dengan pekerjaan kita?" Tanyanya gak ngerti.

" Semua itu ada hubungannya dengan pekerjaan kita."

" Lho kok gitu?" Tanya anak buahnya heran.

" Coba kamu pikirkan kembali, bahwa hidup saat sekarang ini harus disiplin mengikuti protokol pemerintah." Urainya agar anak buahnya mengerti keadaan di desanya yang sekarang hampir 90 persen penduduknya terpapar virus corona gara-gara kematian pak Kabul yang ternyata terpapar virus corona tanpa diketahui dan dipahami keluarga serta disadari masyarakat desa Kebalen.

" Tapi, hidup kan terus berlangsung. Masak kita menyerah dengan kejadian yang telah berlalu!" Jawab anak buahnya ngotot.


Mampir tak menjawab. Ia berpikir ulang untuk berani menerjang keberaniannya yang terlanjur melorot karena berkaca pada kejadian-kejadian yang merundung beberapa anak buahnya yang terkena covid 19 seperti pak Kabul. Mampir tak mau mati konyol seperti mereka yang kurang disiplin terhadap diri sendiri. Karena ketidak disiplin itu mereka terpapar pandemi hingga mati dan ditolak para tetangganya sendiri untuk dimakamkan di kampungnya sendiri dengan berbagai alasan yang tak masuk akal.

Namun demikian, perenungan dan pertanyaan-pertanyaan di dalam diri Mampir yang telah melorot keberaniannya semakin menggelisahkannya. Karena dari perenungan dan pertanyaan-pertanyaan itu bisa menumbuhkan keingintahuan, dan menumbuhkan pengetahuan. Meski pengetahuan tersebut kadang mengalami kebaruan atau kesalahan adalah hal yang manusiawi. Itulah kenyataannya dalam pencarian kebenaran selalu dituntut untuk menjabarkan secara objektif melalui teori-teori yang dimiliki. Oleh sebab itu pencarian kebenaran tak pernah berhenti, selalu berproses dan tak ada ujungnya.

Otot kawat dan balung besi seorang kepala preman seperti Mampir ternyata mudah dirontokan covid 19 yang kecil seperseribu debu. Mampir baru sadar bahwa hidup hanya sekedar mampir ngombe. Hidup mudah berantakan, dan ambyar!

*****TAMAT*****

Cerpen –
PREMAN DAN CORONA Penulis : Eko Windarto
Bali, 1152020

Catatan kaki:

1. Balung=tulang
2. Ngombe=minum


Tidak ada komentar:

Posting Komentar