Nasib kehidupan nelayan itu sangat sedih, samar-samar dari kejauhan buih-buih di atas asinnya samudra berkilauan seperti mutiara disinari matahari. Buih menepi membuat barisan busa yang teronggok di kaki mangrove memanjang di salah satu pinggir pantai Jakarta. Ada beberapa biota terkapar menjadi bangkai karena keracunan limbah industri.
Pak Samin sedari pagi melirik ganasnya gelombang untuk dihadang nanti petang. Ya, bulan ini musim angin Barat. Berlayar dengan perahu kecil mencari nafkah sebagai nelayan fakir untuk memenuhi kelangsungan hidup bersama anak dan istrinya, serta untuk membeli sebungkus rokok penghangat tubuh kala dingin menyelimuti badan renta pada malam-malam berikutnya bersabung gelombang. Ia selalu ke laut ketika cuaca bersahabat seperti biasa mencari nafkah menjaring ikan.
Pak Samin memanggil istrinya, Rohaya.
"Ya, Haya?!" sapa Pak Samin pada istrinya.
"Bawa ke sini peralatan perahu, serta cemilan di dalam tas yang telah disiapkan itu buat penganjal perutku jikalau lapar nanti malam! Saya akan turun ke laut mencari ikan."
"Ini Abah, peralatan dan makanan sudah saya siapkan." sahut Rohaya pada suaminya.
"Sepertinya nanti malam cuaca cerah, Rohaya. Sebab siang ini cuaca sangat mendukung untuk turun ke laut." Pak Samin menghibur istrinya.
"Alhamdulillah ya, Allah." Doa Rohaya di dalam hatinya berharap cuaca cerah.
Petang sudah di ambang senja, Pak Samin dengan langkah gontai menuju pantai. Sayang seribu sayang koloni awan hitam perlahan menambah pekatnya senja, pertanda akan turun hujan tiba-tiba. Sekarang musim hujan menuju musim pancaroba di akhir bulan Maret tahun ini menuju April yang cerah, meski cuaca selalu berubah-ubah.
"Duh, Gusti. Berharap dari pagi cuaca cerah, hingga malam nanti. Hamba hendak mencari nafkah di ganasnya samudra-Mu, ternyata rahmat-Mu akan turun malam ini." gumam Pak Samin dalam hatinya.
"Hamba pasrahkan hidup dan mati ini pada-Mu ya Allah."
Hujan akhirnya turun perlahan-lahan hingga lebat. Pak Samin terus mendayung perahu kecil yang ia gunakan untuk menjaring ikan-ikan kecil di malam hari.
Pikir Pak Samin tiba-tiba, kalau ia balik ke rumah dari dermaga tempat ia menambatkan perahunya, dan memilih tak jadi ke laut karena cuaca tiba-tiba mendung. Betapa sedihnya ia pada keadaan anak dan istrinya yang lagi butuh biaya sekolah dan buat keperluan makan sehari-hari. Aku harus mencari nafkah demi sebuah tanggungjawab sebagai kepala rumah tangga.
Lalu pada akhirnya, Pak Samin membaca Basmalah, tambang perahu digulung pendayung berdansa mengiringi ayunan lengan nelayan menuju di derasnya gelombang menghadang. Laju perahu kecil Pak Samin terombang-ambing di atas lautan.
Tak berapa lama menjauh dari bibir pantai layaran yang ia kayuh. Perahu pak Samin terbalik dihantam hujan badai dan gelombang. Pak Samin terpelanting ke laut dari atas perahunya dengan teriakan minta tolong, Pak Samin berteriak sekeras-kerasnya di senja buta sendirian di lautan. Manusiawinya berteriak minta tolong.
"Tolong ... tolong ... toloooong ....!!"
Teriakan Pak Samin di permukaan air laut minta tolong yang tenggelam hanya kelihatan sebatas leher saja, berharap ada sesuatu harapan datang menolongnya.
Suara pak Samin tak lagi terdengar, ia tenggelam dalam lautan dan karam dalam kedalaman iman tahan napas berdoa dengan mata batin. Pak Samin makrifatkan iman dan ilmunya sejurus kalimah dan doa. Sedangkan tubuhnya yang lagi dibolak-balik arus gelombang tak lagi dihiraukannya. Ia fana mencari Tuhan.
"Tolong hamba ya, Allah. Jika hamba mati tenggelam di lautan ini, matikan hamba sebagai mati syahid demi jihad hamba mencari nafkah buat keluarga yang lagi menunggu di rumah, karena-Mu ya, Allah hamba berjuang demi amanah."
"Jika hamba masih bisa selamat ditikam gelombang ini, balikan perahu yang terbalik ini ya, Ilahi Rabbi." pinta Pak Samin dalam doa yang lirih di dalam batin bertarung melawan ganasnya arus gelombang.
Pak Samin tergopoh-gopoh berenang mengejar perahu yang terbalik, semua perlengkapan dan cemilannya tenggelam, yang tersisa hanya sebungkus rokok mengapung ikut berenang berduaan dengannya.
Teriakan Pak Samin membangunkan penghuni langit turun ke bumi membantu. Ada sesosok cahaya di gelapnya malam mengitari sebuah tragedi yang sedang berlangsung, misteri. Tiba-tiba perahu kecil yang terbalik itu kembali semula mendekati pak Samin yang lelah bertarung melawan maut, ditenggelamkan air laut, dan asinnya seluruh tubuh yang digarami oleh pahitnya kehidupan sebagai nelayan yang fakir.
*****
Aneh bin ajaib, seperti mukjizat yang barusan saja berlangsung dialami Pak Samin sendirian. Dia memanjat perahu kecilnya dengan berpayah-payah, akhirnya Pak Samin kembali duduk di atas perahu miliknya. Hujan badai yang berlangsung sebentar saja telah reda, perahu yang tadinya terbalik seperti tak terjadi apa-apa, dan anehnya lagi.
Semua perlengkapan dan cemilan serta rokok jadi utuh berada tempatnya semula, dan tak ada yang basah sedikit pun. Pak Samin memutuskan untuk melanjutkan mencari ikan di gelapnya malam dengan modal penerangan senter yang ia pakai di keningnya.
Di rumah, seorang istri yang setia dan salehah, Rohaya harap-harap cemas akan nasib suaminya di lautan sendirian. Sebab, selesai salat Isya Rohaya diiringi gemuruh ruang angkasa hujan badai melanda. Ia menengadahkan tangan memohon pada Yang Maha Kuasa, semoga suaminya selamat di lautan mencari rezeki pulang ke daratan besok pagi.
Pagi telah tiba menyibakkan secercah sunrise, dan hasil tangkapan Pak Samin semalam taklah banyak didapatkan. Rasa risau masih menghantui dirinya pada tragedi yang menimpanya di awal malam.
Perahu itu akhirnya kembali ke tepi berlabuh di tempat biasa ia tambatkan. Rohaya telah menunggu sedari tadi di dermaga kecil dengan rasa gelisah, takut terjadi apa-apa pada hujan badai di awal malam yang datang tiba-tiba pada suaminya.
"Alhamdulillah, ya Allah. Suamiku sudah kembali pagi ini," bisik Rohaya di dalam hati.
Dari kejauhan Pak Samin menepi ke dermaga, sesampainya di dermaga kecil para nelayan, Rohaya bertanya pada suaminya.
"Abah?" sahut Rohaya pada suaminya.
"Iya, Haya. Ada apa denganmu?" balas pak Samin.
"Kemarin Magrib, apakah Abah tidak terjadi apa-apa di laut, soalnya hujan badai datang tiba-tiba, Abah?"
Pertanyaan Rohaya pada suaminya, membuat Pak Samin terdiam seketika yang lagi berbenah di dalam perahu, dan ia menatap wajah istrinya penuh iba.
"Iya Rohaya, kemarin Magrib telah terjadi sesuatu di luar akal sehatku. Perahuku ini terbalik dihantam gelombang dan aku terjungkal.
"Lalu, Abah?" sahut Rohaya pada suaminya penuh penasaran.
"Alhamdulillah Abah selamat Rohaya.
Pertolongan dari Allah datang tiba-tiba, ada sesosok cahaya mengitari kejadian yang berlaku kemarin Magrib. Perahu terbalik itu kembali semula. Semua perlengkapan dan cemilan darimu ikut kembali utuh berada di atas perahu, hanya saja pakaian Abah basah kuyup.
"Ya, Allah ...?" gumam Rohaya penuh rasa syukur, suaminya selamat dihantam badai sendirian. Mata Rohaya berkaca-kaca.
"Oya, Haya, bawalah ikan ini pulang sedikit untuk dimasak di rumah nanti, dan yang lainnya aku jual ke pelelangan, hanya ini rezeki yang didapatkan semalaman." sahut Pak Samin pada istrinya.
Dengan rasa bangga Rohaya pada suaminya, lalu Rohaya sujud syukur kepada Yang Maha Kuasa. Suami yang ia dapatkan penuh tanggungjawab terhadap rumah tangganya. Bisik Rohaya di gontainya langkah kaki di dalam hati. "Apa mungkin berkat doa hamba ya, Allah? Kemarin sehabis Salat Magrib hamba berdoa buat suami hamba. Semoga selamat suami hamba di lautan, dan kuasa-Mu telah menjawab akan Rahman Rahim-Mu pada hamba yang saleh dan salehah berjihad mencari nafkah di jalan yang penuh bahaya." Rohaya pulang dengan rasa syukur serta bahagia tak terkira telah memiliki jodoh seorang sufi, berharap jodohnya hingga ke Jannah.
*****Selesai*****
TENGGELAMNYA NELAYAN SUFI
Romy Sastra
Jakarta, 3 April 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar