Dulu
aku kira berdiriku sudah sekokoh beringin tua
maka aku berayun ayun diakar rambatannya keujung dunia
tapi sejalan waktu pohon kekar itu layu dibelit benalu
rontoklah angkuhku diretas penebang rimba
panas dan hujan adalah sahabat yang ramah,
suka atau tidak aku pun leleh bersamanya,
dari satu musim kemusim yang lain,
aku pun pernah berkata :
tak ada yang bisa mengahalangi sorot tajam bathinku,
sampai akhirnya aku terkapar cuma jadi sampah kota,
meratapi jalan karma,
seperti juga insan lainnya, meski tak diakuinya
mengertilah aku kini :
pada batas iman, aku mesti henti berjumawa
membiarkan semuanya mengalir melalui alurnya
sebab ternyata semua punya keterbatasan,
pada suku kata,
tanda titik pada penutupnya....
-----by Perlazank Menthaze.-----
-----(M)Tanah rantau, Jumat malam 10.08.2012 . 23:32.---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar