Duhai pujangga tanah Andalas,
saat kau baca tuturku adalah nista, noda, gelisah dan lara
ketahuilah bahwasanya samudra telah kering oleh keluh dan ratapan, menyisakan kristal kehampaan pada hidup yang tersia.
Inilah peruntungan,
saat kutabur dendam,
kini kutuai bara yang memanaskan periuk nasi dan gumpalan sukma.
Jika boleh sejujurnya,
yang terbaca adalah seonggok tubuh berdarah bernafas dan berinteraksi dari segumpal daging anak desa yang ingin menaklukkan ibu kota,
bermodalkan kejujuran, keyakinan dan iman.
Kandas dijalan berlendir dan buram ditemaram lampu diskotik,
terkulai dipelukan cinta sesaat
mati dalam hidup dibelanga kemunafikan dan penzoliman yang sistematik dan melembaga.
Masih terlalu bersih kacamatamu menterjemahkan nista yang ada dimata, ditangan,dikaki bahkan dihatiku kawan.......
aku malu menerima nilai yang kau cantumkan.
Sebab senyatanya aku cuma pecundang, anak desa, manusia yang disampahkan...
entah apalagi yang cocok buat ketidakberdayaan dan kelemahanku...
akulah itu kawanku,tok laut..
----oleh Drs Mustahari Sembiring sang Muham / putra Fajar.-----
----Makassar sapo terulang, Sabtu siang 06 Okt 2012 12:46.----
( Kudedikasikan sbg penghormatan bagi sahabat sedarahku SYAMSUL RIZAL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar