RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 20 Mei 2021

Cermin : SEPATU BUTUT - Pandu Eva


 

   SEORANG anak perempuan berlalu pergi sendirian. Tampaknya ia sengaja berjalan berjauhan dari sekelompok anak seusianya, yang juga sedang menuju arah pulang.

Jika diperhatikan, memang ia berbeda dari anak-anak tersebut. Seragam sekolah, tas, dan sepatunya keliatan lebih usang dari pada yang lain. Resleting tas sudah tak berfungsi, tertutup menggunakan peniti. Tali sepatunya pun sudah tak ada, diganti dengan tali plastik (rafia). Belum lagi bagian bawah sepatu sudah tak menempel sebagaimana mestinya. Sesekali Rizka melihat ke arah teman-temannya. Membandingkan semua benda yang melekat di tubuh mereka. Jika sudah begitu, ada perasaan sedih di hatinya.

***

   "Kamu, sudah pulang, Nak?" tanya Supardi kepada Rizka. "Pulang lebih awal?"

"Iya, Ayah. Guru-guru rapat," jawabnya.

Rizka membuka sepatu. Supardi memperhatikan bagian bawah sepatu putrinya. Ia menghampiri, diambilnya sepatu itu.
"Nanti, Ayah lem lagi ya?"

Rizka mengangguk, dan berlalu masuk ke dalam rumah. Sudah kesekian kali sepatunya dilem oleh Ayahnya. "Sudah biasa!" Rizka menarik napas.

***

   Supardi menaruh sepatu putrinya di dekat kompor, berharap lekas kering lemnya, terkena hawa panas. Karena sepatu itu tak mungkin ia jemur. Matahari telah selesai tugasnya, disembunyikan sinarnya. Berganti dengan sinar bulan.

"Sudah makan, Nak?" tanya Supardi, "maaf, di dapur cuma ada nasi dan tahu saja. Ayah cuma sanggup beli tahu. Pak Budi belum memberi upah mingguan. Besok dia baru pulang dari luar kota."

"Iya, Ayah. Aku sudah makan."

"Sepatumu, sudah Ayah lem, ya. Besok bisa kamu pakai."

Rizka mengangguk. Matanya sudah tak dapat diajak kompromi, rasa kantuk yang menyerang, tak sanggup lagi menahan kelopak matanya. Ia pun tertidur.

***

   Selesai mengerjakan tugas rumah, Rizka bersiap-siap berangkat sekolah. Diambilnya sepatu yang telah dilem oleh Ayahnya. Diamati dengan seksama, lumayanlah, lebih rapi dari kemarin. Minimal sudah tak berlubang lagi, gumamnya. Namun, nahas. Saat dipakai, lemnya terbuka kembali. Tampaknya sudah tak bisa diperbaiki. Karena sudah beberapa kali dilem. Rizka menarik napas.

Supardi melihat raut kesedihan, di wajah putrinya.

"Nanti, Ayah belikan yang baru, ya."

"Iya, Ayah." Rizka tersenyum, diciumnya punggung tangan Supardi. Tak ingin Ayahnya ikut bersedih.

***

   Rizka terkejut. Saat melihat sepatu dikamarnya. Diamati lekat-lekat. Warna hitamnya pekat. Talinya putih bersih tanpa noda. Alas bawahnya pun tanpa cela. Masih baru! Batinnya berkata, tapi Ayahnya tidak mengatakan apa-apa, sejak ia pulang sekolah tadi.

Ia, tergopoh-gopoh mencari Ayahnya. Tak dapat membendung rasa bahagia.

"Kamu kenapa, Nak? Ngos-ngosan begitu."

Rizka memeluk Ayahnya. Diangkat sepasang sepatu baru kehadapan Supardi.

Supardi tersenyum. Dielus kepala putrinya.

"Ayo! Makan bareng Ayah," ajaknya.

Mata Rizka seketika membulat. Tak percaya dengan apa yang ia lihat di meja. Lauk-pauk yang hampir tak pernah ia makan. Ayam goreng, ikan bakar dan sambal kecap.

"Waaawwww. Ayah, pasti sudah diberi upah oleh Pak Budi ya?"

Supardi tak menjawab. Ia dan putrinya makan dengan lahap. Malam ini mereka sangat bahagia.

***

   Malam semakin larut. Supardi terlihat melipat pakaian mendiang istrinya. Semua barang-barang istrinya ia kembalikan ke dalam karung. Gambaran kegiatan siang tadi, terlintas kembali. Di sebuah pasar, seorang banci bernyanyi. Dari satu warung ke warung lain, menyusul bernyanyi dari pintu ke pintu.

Gerombolan bocah pasar mengolok-olok. "Ada banci ... ada banci ...." Sambil tepuk tangan. Tak ada amarah sedikit pun menanggapi bocah-bocah nakal itu.

Di benaknya hanya ada,Ia harus mendapatkan uang, untuk mengganti sepatu butut putrinya dengan sepatu baru. Karena hari ini, Pak Budi belum pulang dari luar kota, dan upah mingguannya. Belum terbayar. Dan ia sudah terlanjur berjanji pada Rizka.

***END***


Cermin (Cerita Mini)
SEPATU BUTUT
Oleh: Pandu Eva.
Jakarta, 17 February 2019



Tidak ada komentar:

Posting Komentar