SINOPSIS cinta terjalin berlabuh di depan penghulu, kebahagiaan berumah-tangga adalah impian setiap insan yang mendambakannya. Dua tahun sudah membingkai noktah mengharungi samudra kehidupan, tiba-tiba perahu retak sebelum layaran melaju jauh sebagai ujian, serasa sakit bak menelan pil pahit, hidup segan mati tak mau.
Laraswati nama seorang istri dari suami bernama Firman.
Awal perkenalan Laras dengan Firman terjadi di sudut kota Jakarta. Laraswati wanita Jawa asal Yogyakarta, Firman lelaki berdarah Manado, mereka sama-sama merantau bertemu di kota Jakarta. Singkat cerita, cinta mereka terjalin, madu asmara tak terbendung tumpah bersama derai air mata, Laras cantik yang baru beranjak dewasa, sudah tergoda dengan glamournya kota, tergerus pada godaan rayuan lelaki Firman. Firman adalah lelaki sudah cukup usia untuk menikah, dia memang menunda niat untuk menikah pada usia muda. Alasannya memang masuk akal, belum mapan berumah tangga. Firman lelaki gagal dengan doktrin kematangan hidup, sehari-harinya ia penjudi, suka wanita-wanita malam. Kala malam tiba, Firman berfantasi asyik dengan segelas wisky di night club ke night club yang lain pada malam yang lainnya bersama kawan-kawan. Pekerjaan tak menentu, asal dapat duit buat dugem ia sudah senang.
****
Cinta mereka tak terbendung, Laras tiba-tiba sakit, sering mengeluh sakit perut dan muntah-muntah kecil, membuat Firman iba."Dik laras...?" sahut Firman.
"Kita periksa kesehatanmu ke dokter yuk?!". Dengan memelas, Laras menyanggupi ajakkan Firman kekasihnya.
"Ayolah bang, aku dah gak tahan, kepalaku pusing perutku mual-mual saja ini, rasanya badanku lemas banget, pemandanganku juga terasa gelap." ajak Laras tentang keluhannya pada Firman.
Laras akhirnya dibawa ke klinik terdekat berobat, hasil konsultasi dengan dokter jaga, laras dinyatakan hamil dua bulan oleh dokter, spontan saja Laras terkejut.
"Dik, setelah pemeriksaan saya dan tes kehamilan, kamu positif hamil sudah dua bulan jalan." Dokter memberikan keterangannya.
"Aa... apa dok? Aku hamil?" Laras kaget tiba-tiba.
"Iya dik, kamu hamil sudah dua bulan jalan." jawab dokter kembali meyakinkan Laras.
Firman pun tak kalah kagetnya, dengan tepuk jidat, "alamak...."
Lepas dari klinik, Firman dan Laras pulang ke kostnya Laras. Laras dengan tatapan meyakinkan pada Firman bertanya;
"Abang... gimana ini kelanjutannya dengan perutku ini, Bang?"
Firman tak lantas menjawab pertanyaan Laras kekasihnya itu. Firman hanya diam tertunduk di sudut ruang dengan seribu onak di kepalanya. Sedangkan jawaban dari Firman tak kunjung didapatkan Laras.
Laras spontan menangis pilu, memikul tanya karena ia sudah berbadan dua. Tiba-tiba Firman bangkit memeluk Laras dengan belaian kasih sayang.
"Dik... sabar ya, kita menikah segera di Jakarta ini. Abang akan cari duit dulu, dan setelah itu, kita menikah ke pak ustadz kenalan abang. sewaktu dulu, abang pernah hantarkan kawan menikah sama pak ustadz itu, ia tidak jauh dari kost kita ini." Firman membujuk Laras dalam pelukan.
"Abang... laras bertanya ni, aku sendiri di Jakarta ini bang, yang ada hanya abang seorang yang kuharapkan, orang tuaku jauh di Yogyakarta, apa tak sebaiknya kita kasih tahu orang tuaku dulu?" pinta Laras.
"Gak usah dik" jawab Firman,
"Lagian ini mendadak, dan abang pun gak punya duit banyak untuk membiayai keluarga ikut campur tentang pernikahan kita nanti." Firman menyerah dengan kondisinya pada Laras.
****
Tiba masanya, jadilah mereka menikah di bawah tangan dengan pak ustadz. Singkat cerita, Laras melahirkan anak pertamanya seorang bayi yang cantik.Hari berlalu, bulan dan tahun berganti. Firman si suami yang dulu sangat mencintai Laras. Ia kini Firman berubah sikapnya menjadi kasar, suka main tangan dan pemabuk, serta pemalas. Firman kembali ke dunia masa remajanya dulu yang liar membuat Laras semakin terhimpit lara dan derita, hingga perkawinannya dengan Firman tak sanggup ia jalani lagi. Anak mereka sudah berusia satu tahun, baru bisa berdiri jatuh bangun, dan Firman sangat menyayangi putri cantiknya itu.
Pada suatu ketika, terjadi pertengkaran hebat di antara mereka berdua. Muka dan mata Laras membiru kena hantaman Firman, KDRT sudah seringkali dilakukan Firman terhadap Laras istrinya.
****
Laras dengan penuh penyesalan bertanya dalam hati. Ya Allah kenapa derita ini menimpaku? Hingga akhirnya Laras memutuskan untuk kabur dari kostnya, kebetulan siang itu suaminya tak ada di rumah. Laras membungkus pakaian, Laras dan putri cantiknya, membawa duit seadanya menuju stasiun kereta api Senen menuju kota kelahirannya Yogyakarta. Laras memesan tiket ke kasir jaga, dan dia dapatkan tiket kereta api ke Yogya jam 16,30, tiba Jam 5,00 WIB pagi di stasiun Lempuyangan kota Yogyakarta yang tertera di tiket itu.Tidak menunggu berapa lama kereta malam pun tiba di stasiun Senen, Laras berdua dengan putri kecil nan cantik, menjinjing tas kecil naik ke kereta api malam dengan deraian air mata meninggalkan kota Jakarta. Kota yang menyimpan seribu satu kenangan manis dan pahit selama ia merantau di kota ini. Menempuh malam dalam lara dan luka yang berkecamuk di hati Laras bersama anak di pangkuan terpisah dari ayahnya. Hingga waktunya pagi menyapa sampailah kereta ke destinasi di stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
Kembali cerita pada Firman,
Firman yang telah kehilangan anak istri kalang kabut, dan bertanya pada tetangga, semua tetangga menjawab tak tahu. Hari-hari sepi di kamar dilalui Firman dengan setumpuk penyesalan. Bertanya dalam hati, ingin ia kembali ke kota asalnya. Sedangkan Manado jauh, uang pun tak punya, kawan malam dan night club telah ia tinggalkan semua. Firman kini berubah dan tersadar dalam sepi, tiba-tiba hidayah masuk ke sanubarinya. Firman yang penuh penyesalan dengan segala perbuatannya selama ini yang ia perbuat kepada istri tersayangnya Laraswati.
Berbulan sudah Firman dilanda rindu akan anak dan istri. Pada suatu malam tiba-tiba, suara handphone berdering di samping tidurnya Firman. Dengan suara perlahan, serasa sayup-sayup jauh suara itu memanggil.
''Assalamualaikum abang Firman? Apakah ini abang Firman, ya?" Spontan saja Firman kaget dadanya berdebar-debar serasa ia kenal dengan suara itu.
"Ii... ii... iyaa, aku Firman, siapa ini ya?" tanya Firman.
"Aku Laras abang, aku sekarang ada di kampung, di Yogyakarta," kata Laras lewat suara handphonenya.
"Ooo... Laras, Laras sayang, gimana keadaan putri kita? Apa putri kita sehat-sehat saja, kan?" tanya Firman dengan rasa penasaran.
"Alhamdulillah abang, kami sehat saja di kampung." jawab Laras kembali.
Laras wanita yang santun dan cantik, pandai menyesuaikan suasana dalam percakapan lewat udara dengan suaminya, seakan tak pernah terjadi apa-apa. Padahal dalam hatinya, hidup Laras begitu pilu dirasakan bersama Firman selama ini, dan nekat ia kabur dari Jakarta ke kota kelahirannya Yogyakarta.
Laras dengan penuh keyakinan mengatakan niatnya ingin jadi TKW lewat suara handphone
"Abang... Laras mau jadi TKW ke Hongkong, putri kita kutitipkan sama mbahnya di kampung. Laras mungkin bulan depan sudah berada di Hongkong abang." Laras berpesan.
Handphone segera dimatikan sama Laras
Lalu, Firman segera balik menghubungi Laras dengan rasa penasaran dan rindu. Handphone itu tak kunjung diangkat sama Laras. Sudah tiga kali Firman menghubungi Laras tak juga ada tanggapan. Di nada handphone ke empat kalinya, barulah Laras menjawab panggilan Firman karena tak tega.
"Laras... dengarkan abang dulu! Izinkan abang berbicara sekejap!"
"Ya... apa abang, berbicaralah!"
"Kenapa kau tinggalkan abang dik? Abang sepi di kamar ini, di Jakarta ini." tanya Firman.
"Loh, bukankah abang yang selalu tinggalkan Laras di Jakarta. Sudah puaskah abang dengan pergaulannya di sana, dan kurang puaskah abang menzalimiku hingga wajahku membiru, sampai kini masih ada bekasnya abang?! Bekas luka di hatiku masih sakit, Bang." bentak Laras sedikit meninggi.
"Dik Laras... maafkan abang dik! Abang mengaku salah selama ini, dan abang akan mengubah sifat abang menjadi suami yang baik, abang janji Laras."
Dalam suasana suara handphone tengah malam di daun telinga. Perdebatan emosi, dendam, rindu bercampur menjadi satu.
"Mmm... cukup sudah abang sandiwara gombalmu merayuku," hardik Laras tidak percaya kata-kata Firman suaminya.
"Aku tak banyak waktu menelponmu abang, hari sudah larut malam, putri tidur, nanti dia terbangun."
"Laras hanya mohon pamit sama abang, dalam jedah lima tahun ke depan, Laras jadi TKW ke Hongkong."
"Jangan Laras... jangan!!!" pinta Firman dengan suara serak-serak basah menyimpan duka dan kecewa dalam konflik mahligai rumah tangga. Spontan saja, mengalir air mata mereka masing-masing di ujung handphone.
"Laras... dengarkan suara abang ini! Abang sudah berubah dik, abang kini sudah insaf, abang ingin hidup bersamamu dan hidup bersama anak kita. Coba pikirkan dik, abang di Jakarta pun sebatang kara, mau pulang ke Manado tak mungkin. Abang ingin ke Yogyakarta hidup damai bersamamu dik Laras."
"Jaa... jangan abang! Aku sudah memesan tiket pesawat untuk berangkat bersama bu-deku bulan depan, pasport pun sudah ada.
Carilah penggantiku abang!" sergah Laras.
"Tidak dik Laras! Abang akan ke Yogya esok pagi, menemuimu dan anak kita."
"Jangan abang... sekali lagi jangan abang pulang ke Yogya!"
"Dik Laras sayangku, abang bertanya pada hati kecilmu dik. Masihkah kau mencintaiku? Sekiranya masih ada rasa cintamu untukku, urungkan niatmu pergi ke Hongkong!"
Dengan linangan air mata mereka berdua, bercakap-cakap dalam kesunyian malam, hati Laras akhirnya luluh menerima Firman kembali.
Dengan nada suara sesungukkan Laras dan Firman saling maaf memaafkan. Akhirnya Firman esok pagi langsung berangkat ke Yogyakarta menemui anak dan istri tercinta.
Laras pun mengurungkan niatnya jadi TKW ke Hongkong, dia batalkan semua rencana untuk mengubah nasib dalam perantauan lima tahun ke depan.
Sampailah Firman di kampung di Yogyakarta, mereka berdua saling berangkulan, dan Firman kini hidup bahagia bersama Laras dengan keluarga kecilnya di salah satu sudut kota Yogyakarta. Yogyakarta kota budaya nan ramah, dan kota pendidikan.
-----END-----
Cerpen
DIK, MASIHKAH KAU MENCINTAIKU
Karya : Romy Sastra
Jakarta, 16 Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar