RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 20 Mei 2021

Cerpen - ANAK DURHAKA Oleh: Siamir Marulafau


 

   "MENGAPA
kau mengomel saja Irfan?"

"Aku sungguh bosan melihat tingkah lakumu ini", kata Udin.

"Jika kau tak senang tinggal di rumah ini, iya keluar saja"

Udin pun berterus terang dan tak mau basa basi karena dia salah seorang anak Pak Budiman di desa ini. Udin selalu menasehati adiknya yang bungsu ini. Bapak mereka ini sudah sakit- sakitan, dan tak bekerja lagi. Sekitar 2 tahun yang lalu, dia tak lagi bekerja di kantor Dinas Pajak dan kemungkinan Ia sudah pensiun.
Tak berapa lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu. Rupanya seorang Ibu yang sudah berusia lanjut. Dalam pikiranku Ibu ini sekitar 58 tahun. Dia baru saja pulang belanja dari pajak. Ibu Aminah ini memang ramah tapi gayanya kayak orang kaya. Sementara suaminya sakit lumpuh, dan tak bisa jalan.
Aku pikir, berat juga Pak Budiman ini mengurus rumah tangga yang punya anak tiga. Setelah berkunjung ke rumah mereka itu selama satu jam, saya beralih mampir ke rumah tetangga mereka sebelah. Cerita ke cerita, terdengar juga bahwa adik perempuan Udin sedang belajar di salah satu Universitas di Jakarta. Gadis yang manis ini sering dipanggil Yunita. Entah mengapa pula aku kebetulan pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Yunita.

"Maaf, iya. Jika tak salah kau bernama Yunita, adiknya Udin?", kata saya.

"Lantas, Ia mengatakan dari mana anda tahu namaku, Bang?"

"Memang, aku Yunita. Apa yang bisa aku bantu, Bang?"

Dengan perasaan gugup dengan hati terpesona,aku terus terang bahwa aku ini adalah teman Udin. Kami sudah berteman sekitar dua tahun dari sekarang.

"Yunita, aku sudah berkunjung ke rumah kalian sekitar tiga minggu yang lalu, dan Udin marah-marah sama abangmu, Irfan. Irfan itu nampaknya selalu tak perduli dengan omongan orang tua, iya Yun. Pada waktu itu aku melihat dan mendengar Irfan membentak Bapak kalian karena Ia ingin dibelikan sebuah telefon genggam merek Oppo dan Bapakmu bilang, iya sabar dulu, Irfan. Bapak belum ada uang. Kemudian, Ibumu yang baru pulang belanja saja pun dibentaknya dengan kalimat yang tak enak didengar."

"Oh, memang Irfan itu keterlaluan, Bang , aku saja pun tak menerima jika tingkah lakunya seperti demikian, dan memang Ia anak bandel dan selalu melawan pada orang tua", kata Yunita.

" Waduh, tahu kamu,Yun. Tak boleh lho membentak orang tua. Orang tua kita itu harus dihormati. Mereka itulah yang melahirkan kita, dan kita bisa durhaka dan tak masuk surga."

" Aku ,iya Yun tak pernah melawan sama orang tua, aku takut durhaka. Siapa pun yang durhaka pada orang tua tak akan disenangi oleh Allah Swt.",Kataku pada Yunita.

"Iya,betul Bang, dan aku pun tak pernah melawan pada orang tua,dan entah mengapa Irfan ini selalu berbuat demikian pada orang tua. Dia tak kasihan melihat orang tua kami yang dalam keadaan sakit-sakit begitu".

"Yun, sudah berapa lama Bpk kalian sakit kayak gitu?", kataku pada Yunita.

"Sakitnya sudah hampir dua tahun, Bang. Sebaik Bapak kami pensiun , langsung Ia lumpuh, dan mungkin karena dia sudah tak kerja lagi di kantor Pajak,Bang."

"Oh,kasihan, Bapak,Yun. Aku pun tak sampai hati melihat keadaan Bapak kalian sewaktu berkunjung di rumah kalian."

"Memang betul, Yun. Jika kita bekerja di kantor Pajak, dan apalagi posisi kita di bagian keuangan, iya pendapatan itu lumayan, Yun. Aku pun bekerja di kantor Pajak sekarang tapi bukan di bagian keuangan"

"Mendengar cakap Nasrul ini, Yunita pun termenung sejenak."

"Nasrul pun tidak mau diam, dan menyapa Yunita lagi dengan suara yang lemah lembut".

"Yun, mengapa kau termenung?", kataku.

"Bang, aku ingin menyelesaikan kuliahku secepatnya, dan kepingin seperti Abang".

"Sudahlah, cepat-cepatlah selesaikan kuliahnya, dan akan bisa dibantu kemudian."

-----END-----

Cerpen
ANAK DURHAKA
Oleh: Siamir Marulafau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar