RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 20 Mei 2021

Cerpen : NASIHAT AYAH - Tati Kartini




   DI keheningan pagi ku tertegun, mengingat kembali mimpi semalam bertemu ayah. Rinduku kepada ayah semakin kental.

"Duh ayah, kerinduan tentangmu takan pernah bisa terhapuskan."Lirih bisik hatiku.

Aku memahami di dalam diammu sarat akan cinta untukku, sebagaimana aku pun mencintaimu. Banyak yang mengatakan seorang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Begitupun denganku, kau cinta pertama ku.

Bukan hanya sekali kulihat tetesan air matamu yang jatuh. Sekarang, setelah dewasa akupun merasakan betapa berat menjalani hidup sendiri. Ayah harus bekerja mencari nafkah dan menjagaku. Cinta yang tulus kepada ibu membuat ayah bertahan membesarkan aku seorang diri, tak menikah lagi.

"Ayah,aku menyayangimu selalu dan selamanya, kau kebanggaanku."

Satu kata yang tak sempat terucap olehku, betapa inginku,kau bisa mendengarnya. Kau pergi begitu cepat namun kenangan tentangmu tetap melekat erat.

"Aku sangat rindu padamu ayah"

Berulang kali kata itu kubisikan dalam doaku.Aku berharap dapat jumpamu kelak dalam surga-Nya. Terbayang jelas kala jasadmu terbujur kaku di hadapanku dengan beberapa sobekan terlihat masih menganga.
"Duh, siapa yang begitu tega lakukan ini kepadamu?" Air mataku bercucuran menetesi jasad bekumu.

Teringat saat-saat kau menangisiku karena ulah nakal ku. "Maafkan aku ayah, tak pernah mendengar nasehatmu." Air mataku semakin deras, aku semakin tergugu.

*****

   Larut dengan kenanganku, terbayang kembali saat bersama di sela-sela tugasnya.
Aku dapat mengingat dengan baik kebersamaanku dengan ayahku, bahkan pada usia yang masih dini. Ayah selalu bercerita tentang kasih sayang kepada binatang sekalipun. Terbayang kembali cerita ayah;

"Sewaktu ayah berburu kehutan, ayah melihat seekor kera di kerimbunan daun, diatas pohon yg sangat tinggi…'Dor!' ayah menembak dengan senapan itu." Ucap ayah sambil menunjuk senapan yang tergantung pada dinding tembok.

"Kera pun terjatuh ayah segera menghampiri, ayah sangat terkejut."

"Ada apa yah?."Aku menyela, bertanya pada ayah.

"Nak, ternyata kera itu menggendong anak nya yang masih sangat kecil, ia menjulurkan anaknya ke hadapan ayah, seakan ingin menitipkan. Matanya berkaca-kaca, kera itu tampaknya sangat sedih."

"Terus, ayah?" Aku bertanya semakin penasaran dengan cerita ayah.

"Ayah membawanya, itulah si Mongki yang selalu main denganmu yang ayah pelihara sejak kecil, induknya mati dalam perjalanan ke dokter karena kehabisan darah."

Wajah ayah terlihat murung dan matanya pun berkaca-kaca juga. Semenjak itu ayah tak pernah berburu.

"Binatang juga punya perasaan seperti kita, jadi harus kita sayangi." Ayah mengakhiri ceritanya.

Ayah sangat menyayangi binatang, bahkan tikus pun ayah tak mau membunuhnya.

"Sayang, kalau tak ingin ada tikus di dalam rumah, rumah harus bersih gak boleh jorok ya, kamu anak ayah yang cantik gak pantas rumahnya kotor." Nasehat ayah yang selalu kuingat.

Andai saja ibuku masih ada tentunya aku masih ada teman untuk berbagi kesedihan ini. Tapi ibu sudah lebih dahulu berpulang, bahkan aku hanya bisa tahu wajahnya dari foto yang digantung oleh ayah di kamar tidurku.

"Ibumu sangat cantik seperti kamu sayang, jadilah wanita sebaik ibumu dan jangan lupa doa kan ibu selalu." Ayah selalu memuji ibu dan selalu mengingatkan agar aku selalu berdoa untuk ibu.

"iya ayah, aku selalu ingat doa yang diajarkan ayah." Jawabku.

"Sabar Nita, ikhlaskan ayahmu pergi.Jangan kau tangisi, kasihan nanti bisa memberatkan ayah." Mas Dadan, menenangkan ku.

"Terimakasih mas kau hadir, siapa yang memberi kabar?" Tanyaku pada mas Dadan teman dekatku semasa SMA.

"Hanny menelponku, teman-teman alumni SMA kita, mereka akan tiba sebentar lagi."

"Terimakasih mas, aku bersyukur kalian semua sudah seperti saudara bagiku."

"Kamu tenang ya, aku bantu mengurus penguburan ayah nanti setelah selesai otopsi."

Mas Dadan selalu menunjukkan perhatiannya, dia tak pernah berubah walaupun sudah jarang berjumpa.

"Tadi pagi sepulang dari dinas malam ayahku tertabrak mobil, jalanan masih sangat sepi dan gelap, ayah tidak bisa diselamatkan karena terlambat mendapat pertolongan, penabraknya kabur." Aku tersendat menjelaskan, menahan tangis.

"Iya, pak polisi sudah menjelaskannya padaku. Kita urus saja dulu ayahmu,pak polisi yang akan mengurus laporan terjadinya kecelakaan ini." Hari yang terburuk yang kurasakan pada saat itu.

*****

   Namun aku sangat bersyukur teman-temanku semua baik kepadaku, sudah seperti saudara. Semua itu karena ayah selalu menasehati agar berhati-hati di dalam pergaulan.

" Ibarat berteman dengan penjual minyak wangi kamu akan menghirup wanginya dan kalau berteman dengan pandai besi maka kamu akan merasakan panasnya." Begitu nasehat ayah yang selalu kuingat.

Berkat nasehatnya aku terhindar dari pergaulan yang buruk. Sejak ayah tiada mas Dadan yang begitu menyayangiku, semakin bertambah kasih sayangnya. Ditunjukan dengan kedatangan kedua orang tuanya untuk melamarku.

Tak lama berselang, sepeninggal ayah aku resmi menjadi istri mas Dadan, laki-laki saleh dan baik hati. Itulah diantara satu hikmah berteman dengan orang yang baik, sebagaimana nasehat ayah.

"Aduh, ada apakah gerangan sepagi ini istriku terlihat murung?" Sentuhan mas Dadan menyadarkanku dari lamunan panjangku.

"Mas aku mimpi bertemu dengan ayah." Jawabku tersendat. Mas Dadan meraih tubuhku, memeluk erat, menenangkan.

Seraya berbisik "Ayah menjengukmu, karena ingin melihat cucunya, cepat mandi sayang kita jenguk ayah di makamnya, kita berdoa disana."

"Baik mas, tunggu sebentar ya."

Selesai mandi dan berdandan alakadarnya aku pun bersiap berangkat ke pemakaman umum tempat peristirahatan terakhir ayahku. Tak lupa ku petik beberapa tangkai bunga yang tumbuh di halamanku, untuk kutabur diatas makam ayah. Mas Dadan menghampiri turut membantu memetik bunga.

"Sudah sayang, biar mas yang petik saja, jangan kamu yang metik nanti bisa jatuh, bunganya tinggi itu." ujarnya.

"Terimakasih mas." aku membalas.

"Duduk saja di kursi itu, hati-hati jatuh.Jagalah baby kita di rahimmu itu." Mas Dadan menunjuk perutku yang mulai terlihat membesar.

Alhamdulillah, berkat bimbingan dan doa-doa ayah aku bahagia memperoleh suami sebaik ayah menyayangiku.

"yuk sayang kita berangkat ke makam ayah selagi matahari belum menyengat, biar rindu kepada ayah terobati."

"iya mas." Jawabku pendek seraya bangkit dari kursi.

Sambil memasukan bunga ke dalam tas plastik, kubayangkan seolah ayahku masih ada, ingin ku sampaikan kabar gembira kepada ayah, 'lihat ayah,sebentar lagi cucumu akan lahir.' Bisik hatiku. Perlahan aku berjalan ke arah mas Dadan yang sudah menunggu di dalam mobil. Mas Dadan turun menghampiri.

"Hati-hati." Bisiknya seraya meraih pinggangku menggandengku.

*****

   Tak butuh waktu lama pun sampailah di pemakaman, aku melangkah berhati-hati.
Tempat Pemakaman Umum sangat padat, hampir penuh berisikan kuburan orang yang sudah meninggal. Aku pandangi sekitarnya, mencari nisan yang bertuliskan WANDI nama almarhum ayahku.

"Itu beberapa langkah lagi sebelah kanan." Ujar mas Dadan.

Sedikit tergesa aku pun menghampiri makam ayah lalu ku belai batu nisannya, seakan ada wajah ayah di hadapanku. Ku tumpah segenap kerinduanku sambil terus memanjatkan doa terbaik untuk ayahku.

"Wahai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sayangi lah ayah dan ibukku sebagaimana mereka menyayangiku, tempatkan lah di syurga_Mu, aamiin"

Selesailah rangkaian doa pengobat rinduku, untuk mengobati kerinduan akan kenangan bersama ayah.

-----------------------------END--------------------------


#Cerpen
Judul : NASIHAT AYAH
Karya : Tati Kartini
Jakarta, 5 Desember 2019

TATI KARTINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar