SUDAH sering kali ibu melihat Putra, anaknya, rebutan mainan. Kalau sudah main bersama teman-teman, salah satu di antara mereka pasti ada saja yang menangis. Seperti hari ini, Dio teman main Putra, tiba-tiba pulang sambil menangis. Padahal sebelumnya Putralah yang mengajak Dio main ke rumah.
"Putra, kenapa Dio?" tanya ibu dengan lembut.
"Dio mau pinjam motor-motoran, Bu. Tapi ga aku kasih. Ini kan masih baru," ujar Putra polos, sambil memperlihatkan mainan barunya.
"Oh, terus kenapa kamu ga kasih mainan lainnya? Mobil-mobilan misalnya atau puzle itu," tanya ibu lagi, menunjuk beberapa mainan yang masih berserakan di lantai.
"Semua maenan Putra kan masih baru, Bu. Nanti kalo dipinjemin rusak dong," seru Putra dengan wajah cemberut.
"Loh, kalo semua maenan masih baru, terus Dio maen apa dong?"
Putra terdiam. Bahunya turun naik, tanda ia tak tahu. Sementara ibu hanya menggeleng melihat Putra begitu.
***
Keesokan harinya, saat libur sekolah. Putra tampak asyik bermain bersama motor-motoran dan mainan baru lainnya, di rumah. Dua jam berlalu, ibu melihat Putra mulai bosan bermain. Lalu ia menghampiri Putra.
"Bosan ya? Maen di luar sana sama Dio dan teman-teman. Atau ajak Dio maen ke sini," seru ibu.
Putra tampak senang mendengar saran dari ibu. Lalu ia segera pergi ke rumah Dio dan teman-teman. Sepuluh menit kemudian, Putra kembali ke rumah seorang diri. Tak ada satu orang pun teman bersamanya. Putra tampak murung, bahkan hampir menangis.
Melihat Putra bersedih, ibu segera menghampiri sambil memegang buku cerita bergambar yang baru saja dibeli lewat jalur online.
"Kamu kenapa, Sayang?" tanya ibu, tangan kanannya sibuk membelai lembut rambut Putra.
"Dio dan teman-teman ga mau maen sama aku, Bu. Kata mereka aku pelit." Putra menangis sesegukan, bercerita kepada ibu.
Ibu hanya tersenyum, lalu membuka lembaran buku cerita yang ada di tangannya. Tangisan Putra terhenti melihat buku yang dipegang ibu. Gambar dan warnanya terlihat sangat bagus. Putra kelihatan tertarik.
"Wah, bukunya bagus banget. Ibu baru beli ya? Aku pinjem dong!"
Tangan Putra berusaha meraih buku cerita itu, tapi ibu segera menutup buku dan menyembunyikan di belakang tubuhnya.
"Ibu, aku pinjam!" Berkali-kali Putra merengek meminta buku cerita dari ibunya, tapi tetap tak dikasih.
"Jangan, Sayang. Ini masih baru. Nanti kalo kamu pinjam, ibu takut robek bukunya," ujar ibu dengan mimik wajah meledek.
Mendengar perkataan ibu. Akhirnya Putra menangis. Melihatnya menangis, ibu tak tega, lalu menarik napas, menyuruh Putra duduk.
"Kamu tau kenapa Dio dan teman-teman ga mau maen sama kamu?" tanya ibu lembut.
Putra hanya mengangguk, menjawab pertanyaan ibu.
"Lalu gimana perasaan kamu waktu ibu ga kasih pinjam buku ini?" Ibu mengangkat buku cerita di hadapan Putra.
"Sedih, Bu," jawab Putra tertunduk.
"Nah, begitu juga perasaan teman-teman kamu, waktu kamu ga kasih pinjam maenan. Apalagi Dio sampai nangis. Pasti sedih banget itu," ujar ibu, berharap Putra yang telah berusia tujuh tahun akan mengerti maksudnya.
Seketika itu juga Putra paham maksud ibunya. Putra segera meminta maaf kepada ibu, berjanji tak akan mengulangi perbuatannya lagi. Lalu ia mulai mengelap air mata dan ingus yang dari tadi keluar masuk karena menangis.
_End_
#CeritaAnak
PELAJARAN BERHARGA UNTUK PUTRA
Oleh : Pandu Eva.
Jakarta, 19 November 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar