RUANG PEKERJA SENI ADALAH GROUP DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK, BERTUJUAN…MENGEPAKKAN SAYAP – SAYAP PERSAHABATAN…MELAHIRKAN KEPEDULIAN ANTAR SESAMA…MEMBANGUN SILATURAHMI/TALI ASIH…SAHABAT LEBIH INDAH DARIPADA MIMPI.

Kamis, 20 Mei 2021

Cerpen : MUSYRIK - Tati Kartini


 

   SENJA hampir tenggelam ditelan gelap malam ketika tiba-tiba terdengar sebuah suara parau dari belakang Heru.

"Nak, hari mulai gelap sebaiknya kamu segera pulang."

Setengah terkejut Heru menjawab, "Oh,bapak saya sampai terkejut, bapak siapa?tiba-tiba saja ada di dekat saya."

Dengan wajah ramah bapak tua itu pun menjawab pertanyaan Heru, "Bapak memang juru kunci di danau ini nak."

"Juru kunci? Biasanya penjaganya satpam pak."

Pak tua pun menjawab dengan lebih rinci.
"Satpam memang ada untuk menjaga pengunjung yang rekreasi menikmati keindahan danau ini, tapi coba kamu perhatikan pepohonan yang rimbun di tengah danau sana."
Ujar pak tua sambil menunjuk ke tengah danau.

"Kenapa dengan pepohonan itu pak?." Heru pun bertanya penasaran.

"itu adalah pulau kecil tempat dimakamkannya seorang anak mahkota kerajaan yang dikenal dengan nama Pangeran Boros Ngora atau Prabu Hariang Kancana.Hingga kini masih dikeramatkan, banyak pengunjung yang berziarah, bapaklah yang menjadi juru kunci di makam itu."

Heru manggut-manggut mendengar semua penjelasan pak tua.

"Setiap manusia punya bermacam-macam keinginan, mereka bukan hanya berdoa tapi juga mereka mencari jalan pintas agar supaya keinginannya lekas tercapai." Jawab pak tua menambah penjelasanya.

"Apakah setelah selesai berdoa disini, mereka bisa mencapai semua yang diinginkannya?
Tanya Heru semakin bertambah penasaran.

"Sangat mungkin karena mereka begitu percaya dengan doanya."

Heru berkomentar ter heran-heran, "Mohon maaf pak, bukankah cara seperti itu bisa dikatakan musyrik?"

Pak tua terkejut dengan pertanyaan Heru, "Apa maksudmu nak."

Berganti kini Heru yang memberikan penjelasan, "Maaf pak sekadar menyampai kan apa yang saya dapat dari guru saya, menurut beliau kalau kita berdoa selain kepada Allah itu di larang."

Pak tua menyimak, mendengarkan Heru menceritakan apa yang dipelajarinya selama belajar di sebuah pesantren.

"Teruslah ceritakan, apa yang kamu pelajari nak.Bapak ingin mendengarnya, selama ini bapak hanya tahu tentang doa yang dibacakan di makam keramat ini."

"Baik pak, dengan senang hati berbagi ilmu yang dimiliki adalah merupakan kewajiban, begitu menurut guru saya.Waktu maghrib hampir tiba sebaiknya kita ke mushola terdekat untuk melaksanakan sholat maghrib di sana, tak baik menunda-nunda shalat, nanti setelah selesai shalat maghrib bisa kita lanjutkan ceritanya."

Dengan petunjuk jalan dari pak tua sampailah mereka di sebuah mushola.
Mereka berwudhu di tempat yang sudah disediakan.

*****

   Selesai shalat maghrib berjamaah, Heru dan pak tua saling bersalaman.

"Maafkan saya pak, dari tadi asyik berbincang saya sampai lupa belum mengenalkan diri, nama saya Heru Subagja pak panggil saja saya heru." Ucap Heru sambil bersalaman,mencium punggung tangan pak tua.

"Oh kita belum berkenalan ya, bapak biasa dipanggil pak kuncen nak, karena pekerjaan bapak sebagai juru kunci, padahal bapak juga punya nama yang bagus, nama bapak Agus Hidayat tapi nama panggilan 'Abah kuncen' lebih dikenal di daerah sekitar danau ini."

"Baiklah,saya juga lebih senang memanggil abah saja, biar lebih akrab terasa seperti kepada orang tua sendiri."

"Oh iya, baguslah kalau begitu." timpal si pak tua terlihat senang mendengar ucapan Heru.

"Abah disana sepertinya ada warung, bagaimana kalau kita teruskan ngobrolnya di warung saja sambil memesan minuman yang hangat, udara sudah mulai terasa dingin."

"Betul, itu memang warung kopi, berjualannya sampai pagi, ada makanan kecilnya juga."

Sambil terus berjalan mereka tak henti bicara sampai tiba di sebuah warung sederhana yang hanya berjarak beberapa meter dari mushola.

"Aduh abah, kamana wae bah nembe katingali."(1)

Mang Ewo si pemilik warung menyapa si pak tua dengan akrab memakai bahasa dan logat sundanya.

"Kamari abah teh udur saminggu Wo, sok lah pang damelkeun abah kopi dua gelas, ieu abah mawa semah."(2)

"Udah abah bahasa Indonesia saja, maaf abah saya kurang paham bahasa sunda."
Heru menyela.

"Oh iya sampai abah lupa belum di kenalkan ini mang Ewo pemilik warung kopi, satu-satunya yang dekat dengan mushola."

Heru mengulurkan tangan menyalami mang Ewo, "Kenalkan nama saya Heru mang."

Sambil menyeruput kopi yang sudah terhidang di meja, Heru kembali berkata.
"Mang Ewo buka warung sampai pagi?"

"Iya den(3), menjelang tengah malam nanti pengunjung yang akan berziarah mulai berdatangan, biasanya mereka pesan minuman untuk menghangatkan badan.Udara disini memang sangat dingin sebentar lagi kabut akan turun."

"Oh, begitu mang? Alhamdulillah saya bawa jaket." Sahut Heru sambil menutup kepalanya dengan topi yang melekat pada jaketnya.

"Nak heru kamu mau ikut ke makam keramat? Sebentar lagi tamu yang berziarah akan berdatangan mencari abah untuk mengantar ke pulau."

"Saya menunggu disini saja bah menemani mang Ewo, boleh ya mang?" Heru menolak ajakan abah sambil melirik mang Ewo.

"Tentu boleh den, silahkan kalau cape bisa tidur-tiduran di bangku itu." Ucap mang Ewo sambil menunjuk dipan yang dialasi tikar pandan.

Diliriknya pak tua yang terlihat mulai mengantuk, "Abah kalau ngantuk silahkan tidur, saya akan berbincang-bincang dulu dengan mang Ewo."

Abah menjawab ucapan Heru dengan mata yang sudah sedikit terpejam, sambil bersandar pada tiang.

"Baik nak abah tidur dulu sebentar ya, ngobrol saja dengan mang Ewo."

*****

"Mang Ewo pasti paham juga ya dengan tradisi yang ada sangkut pautnya dengan mitos Kerajaan Panjalu." Tanya Heru kepada Mang Ewo yang sedang menyiapkan bahan gorengan untuk pagi harinya.

"Mang Ewo hanya mengetahui sedikit dari tradisi disini, selain orang banyak yang datang berziarah, ada juga acara memandikan keris pusaka setiap bulan maulid."

Mang Ewo menceritakan adat masyarakat awam yang masih kukuh dengan tradisi, makam pun terkadang dijadikan tempat meminta.

"Padahal yang mengabulkan segala doa hanya Allah SWT saja ya mang."ujar Heru menyela.

" Pada kenyataanya orang yang kurang paham ilmu agama, menjadikan semua ritual itu sebagai cara untuk memperoleh keinginan dengan cara cara gaib,semacam ilmu hitam begitu." Ucap Mang Ewo, mengayatakan pendapatnya

"Terimakasih mang untuk semua penjelasannya, saya pamit untuk beristirahat di mushola saja supaya nanti malam bisa shalat sunnah dan membaca Al Qur'an, tolong sampaikan salam saya untuk abah, apabila abah kuncen sudah bangun."

"oh, iya den nanti saya sampaikan, terimakasih sudah mengunjungi warung mang ewo."

"Iya mang, sama-sama assalamu'alaikum." Ucapku sambil berdiri beranjak pergi menuju ke mushola, untuk beristirahat sebelum kembali ke jakarta setelah shalat subuh berjamaah besok pagi.

*****End

Note:
(1).Kemana saja abah baru kelihatan
(2).kan kemarin saya sakit seminggu wo, tolong buatkan kopi dua gelas, abah bawa tamu ni.
(3). ' den' Panggilan untuk orang yang dihormati.


Cerpen
MUSYRIK
oleh : Tati Kartini
Jakarta, 6 Desember 2019.

TATI KARTINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar